Kendall
"Apa kau datang sendiri, Ken?" Tanyanya.
"Oh, hai..?"
"Zayn."
"Oh ya, Hai Zayn. Um, ya seperti yang kau lihat aku sendiri. Kebetulan tadi aku lewat sini jadi ya aku mampir dulu" terangku.
Ia mengangguk paham dengan penjelasanku.
***
"Dimana apartemenmu, Ken?"
"Ya hanya 3 blok dari sini. Terima kasih sebelumnya sudah bersedia untuk mengantar aku pulang."
"Anytime." Balasnya ramah.
"So, kenapa kau tidak tinggal bersama orang tua mu dan malah memilih tinggal di apartemen?"
Butuh beberapa saat untuk menjawabnya. Apa aku harus menjawabnya? Apa aku harus membuka luka lama yang sudah terkubur dalam dalam? Apakah pertanyaan itu memikiki sebuah jawaban? Apakah--?
"Hei, kenapa melamun?" Ucapnya cukup membuatku terkesiap dan membuyarkan segudang lamunanku.
"Oh, uhm, aku merantau disini. Dan ya, aku berasal dari London dan kami-- aku dan adikku merantau di Chicago karena ingin mencari suasana yang berbeda."
"Apa hanya alasan sepele itu yang menggugahmu untuk berpindah dari London ke Chicago? I mean, London-Chicago jaraknya cukup jauh, lalu bagaimana kalau orang tua mu merindukanmu? Apakah mereka sering mengunjungimu,huh?"
Aku benci dengan sikapnya yang memiliki rasa ingin tahu cukup tinggi. Ia seperti wanita saja.
"Ya karena memang tujuan utamaku adalah menjauh dari kota London. Mereka-- ayah dan ibuku tidak pernah mengunjungiku, begitu pula denganku dan adikku. Kuharap setelah ini kau tidak menanyaiku kenapa alasannya Zayn." Ujarku dengan nada datar.
Ia terkekeh mendengar ucapanku. Dimana letak humornya? Apakah ada yang lucu dari ucapanku? Dia pria yang aneh kurasa.
"Itu apartemenku." ucapku ketika sudah sampai di tempat tujuan kami.
Tanpa basa basi dan sepatah kata aku langsung turun dari mobil Zayn.
Beberapa saat setelah melangkahkan kakiku menjauhi mobil Zayn, aku memutar tumitku dan kembali menghadap ke mobil berwarna hitam yang belum beranjak satu mil pun dari posisi sebelumnya.
"Apa ada yang tertinggal?" Tanyanya dari balik kaca mobil yang ia buka separuhnya.
Aku menunduk sedikit agar dapat melihat jelas wajahnya dari posisiku sekarang."Tidak, hanya saja aku lupa sesuatu."
"Apa itu?"
"Aku lupa, mengucapkan terima kasih atas tumpangan gratisnya. Itu sangat membantu"
Ia kembali terkekeh. Aku mengerutkan keningku karena heran dengan tingkahnya yang aneh itu.
"Sama sama. Lain waktu aku akan mampir ke apartemenmu."
Akupun membalasnya dengan anggukan cepat. Kembali ditutupnya kaca mobilnya dan ia mulai menjalankan mobilnya membelah jalan kota Chicago yang cukup ramai.
***
"Kylie? Apa kau di rumah, sayang?"
Tidak ada jawaban sedikitpun. Aku mencari ke setiap sudut ruangan, namun hasilnya nihil. Hanya ruang kamarnya yang belum aku cek keberadaannya.
Ku buka knop pintu dan menampakan seorang wanita yang sedang terbaring lemas disana.
"Kylie??! Apa kau baik baik saja, sayang? Kau terlihat sangat pucat. Kau sudah makan siang atau belum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Moved On // h.s.
FanfictionBukan aku yang menginginkan hal itu terjadi, tapi takdirlah yang melakukannya. Aku berjanji atas jiwa dan ragaku, aku akan menjagamu selagi aku masih mampu melakukannya. Aku akan menjagamu sampai nafas terakhirku berhembus. -Harry Edwards Styles. Co...