Kendall
"Kenapa bisa bersama dengan Harry?"
"Um, a-- aku..."
"Cepat jawab Ken!" Bentaknya.
Oh, astaga, kenapa lidah ku menjadi kelu seperti ini. Kenapa begitu sulit memberinya penjelasan.
"Kenapa diam?" Tambahnya.
"Aku bekerja di perusahaan ayahnya sebagai model, apa itu cukup sebagai penjelasan?" Jawabku dengan satu tarikan nafas.
Diam. Tidak ada yang berbicara. Waktu ini aku gunakan untuk menyetabilkan ritme jantungku yang berdetak tidak karuan.
"Kenapa kau melanggarku? Kenapa kau tidak menurut denganku? Kenapa kau masih saja mendekati keparat itu?" Suaranya melemah.
Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku sebenarnya juga tidak ingin berdekatan dengannya. Tapi keadaanlah yang memaksaku. Tolong jangan salahkan aku.
"Aku butuh pekerjaan itu, Louis. Aku membutuhkannya. Aku seorang perantau yang harus menanggung biaya hidupku dengan Kylie. Ku mohon mengertilah." Balasku dengan suara melembut, aku meraih tanggannya kedalam genggamanku dan meremasnya pelan.
Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.
"Kenapa kau tidak bilang padaku? Aku bisa memberi mu pekerjaan, Ken. Kenapa harus pria itu?" Dia menunduk, menghindari kontak mata denganku. "Persetan dengan semua ini." umpatnya.
Demi apapun aku benar benar merasa bersalah sekarang karena tidak menurutinya. Tapi disisi lain, aku memang menginginkan pekerjaan ini. Tapi bila ku tafsirkan dari raut wajahnya yang benar benar kecewa dengan keputusanku, sepertinya Harry memanglah berbahaya. But so far he's kind and jerk, tho.
"Aku sangat berterima kasih atas niat baikmu itu Louis. Tapi aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan ini begitu saja. Pertama, aku menyukai modelling. Kedua, aku baru saja bekerja hari ini. Ketiga, pekerjaan ini tidak membutuhkan gelar sarjana, ya karena memang aku belum lulus dari university." Jelasku berusaha meyakinkannya.
"Baiklah terserah padamu saja." Jawabnya singkat.
"Memangnya apa yang telah Harry rebut dari mu sampai kau benar benar tidak menyukainya atau lebih tepatnya membencinya." Tanyaku penasaran.
"Keperawananku." Jawabnya diiringi gelak tawanya. Tidak bisa diungkapkan dengan kata kata, bagaimana saat ia tertawa seperti itu. Menurutku seperti seorang yang tidak mempunyai beban hidup dan sangat bahagia.
"Aku serius, Lou." Jawabku sambil meninju lengannya pelan dan terkekeh singkat. Jika waktu bisa aku hentikan, aku ingin menghentikannya sekarang. Saat saat dimana aku bisa tertawa bersama Louis.
"Aku juga serius, Ken."
Aku hanya membalas dengan sorot tatapan tajam.
"Uhm, baiklah. Sebelumnya aku ingin meralat ucapanmu tadi. Kalau ada kata yang melebihi membenci, tolong gunakan itu." Jelasnya. Aku hanya mengangguk paham untuk mempercepat. "Salah satunya yang telah ia rebut dariku adalah, Cara dia adalah calon kekasihku, sebelum Harry merebutnya dariku."
Tunggu sebentar. Apa tadi dia bilang Cara? Dia berhasil membuatku terkejut seketika. Aku menegang ditempat. Cara, seorang hadis yang diperebutkan oleh Harry dan Louis.
"Ma-- maksudmu, Cara Delevingne?"
"Ya sepertinya begitu. Atau memang seperti itu namanya." Jawabnya acuh, sambil menyesap minumnya. Dan sepersekian sekon ia memuncratkannya. Fortunately, tidak mengenai wajahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moved On // h.s.
FanfictionBukan aku yang menginginkan hal itu terjadi, tapi takdirlah yang melakukannya. Aku berjanji atas jiwa dan ragaku, aku akan menjagamu selagi aku masih mampu melakukannya. Aku akan menjagamu sampai nafas terakhirku berhembus. -Harry Edwards Styles. Co...