29

1.2K 124 16
                                    

Kendall

"Ken...."

Kontan aku membuka mataku lebar lebar dan menoleh ke arah sumber suara.

"L-louis?" Aku bangun dari rerumputan yang sempat membuatku merasa nyaman.

"Apa yang kau lakukan di sini, Ken?"

"Tidak ada," aku mendesah panjang ketika memutar ulang kejadian beberapa waktu yang lalu yang tersimpan dalam memoriku. "Kenapa kau kemari, Lou?"

"Ken, kau bisa menceritakan apa yang sedang menghinggapi pikiranmu itu," Louis mengabaikan pertanyaanku.

"I'm okay, Lou. Seriously."

"No, you aren't okay. I can see by your pretty eyes, there's something bad just happened ."

"Aku hanya belum siap untuk mengatakannya, Louis." Tak terasa kristal bening terjatuh lagi dari penampungannya.

Ya, entah yang kesekian kalinya aku menitihkan air mata ini. Sebenarnya aku enggan untuk menangis lagi namun aku juga tidak bisa mengontrol diri untuk tidak menangis.

Argh, persetan dengan semua ini.

"Aku tidak akan tega membiarkan wanita secantik dirimu menangis disini sendirian. Aku akan selalu siap dan selalu ada tiap kali kau membutuhkan bahu ku untuk mu bersandar," ucap Louis dengan pandangan lurus ke depan.

"Lou...," ia menoleh, "thank you, thanks kau sudah selalu ada untukku selama ini. Kau tahu? Kau sangatlah berarti dalam kehidupanku."

"Anytime, Ken. Aku kan sudah pernah berkata sebelumnya bahwa walaupun kau menolakku, itu tidak masalah bagiku dan itu tidak berarti aku membencimu. Aku tetap akan selalu berada di sisimu tiap kali kau membutuhkanku. So, jangan pernah takut kalau kau itu sendirian, jika kau sedang merasa seperti itu, kau hanya tinggal menengok ke belakang. Akan ada aku di sana. Itu pasti."

Tak ku sangka, Louis akan seperhatian itu kepadaku. Aku memeluknya erat seperti enggan untuk melepaskannya.

Aroma aftershave yang menyeruak di hidungku cukup membuatku nyaman. Akupun melingkarkan tanganku pada pinggangnya, tak disangka ia membalas pelukanku. Ini semakin membuatku nyaman berada dalam dekapannya. Bisakah kali ini saja aku memberhentikan waktu. Aku ingin bersama dengannya, kali ini saja.

Sesekali aku memejamkan mataku untuk menikmati momen seperti ini. Namun belum lama aku menikmati saat-saat seperti ini tiba tiba ada seseorang yang menarik bahu Louis ke belakang yang memaksaku untuk melepaskan pelukan itu.

Harry.

Haha, siapa lagi kalau bukan dirinya.

"Harry?! Apa yang kau lakukan? Mau apa lagi kau, ha?"

"Aku? Harusnya aku yang bertanya padamu, Ken. Apa yang kau lakukan dengan keparat ini?!"

"Berhentilah bersikap kekanak-kanankan, Harry. Apa kau belum puas merebut orang tua ku?! Sekarang apa? Kau akan merebut Louis, orang yang selalu ada saat aku butuh seseorang?"

BUGH!

Harry memukul wajah Louis dengan cukup keras dan mengakibatkan darah segar itu mengalir dari hidung Louis.

"HARRY HENTIKAN!"

Tanpa memperdulikanku, Harry kembali meninju bagian wajah Louis yang kini ujung bibirnya sedikit robek.

What the fuck! Kenapa Louis tidak melakukan perlawanan. Padah dia bisa saja untuk melakukan perlawanan.  Ini tidak bisa di biarkan.

"HARRY APA YANG KAU LAKUKAN! MENYINGKIRLAH! KAU MELUKAINYA!" Teriakku sambil menarik lengan Harry yang masih mengepal  yang sudah siap untuk meninju Louis yang telah tersungkur di tanah.

Moved On // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang