25

1.3K 127 10
                                    

Kendall

* FLASHBACK STILL ON *

Setelah puas bermain air, aku memutuskan beristirahat dengan menepi di bawah pohon kelapa.

Aku mulai duduk bersandar pada pohon kelapa sambil sesekali menyeka keringat yang mulai mengacur di pelipisku. Sekarang matahari mulai meninggi, dan cuacanya bisa dibilang cukup terik.

Tak menunggu waktu lama, Harry mulai bergabung duduk di sebelahku sambil menyodorkan es kelapa muda yang telah ia beli di sebuah mini bar.

"Minum."

"Terima kasih." Ucapku setelah meneguk air di dalam kelapa tersebut.

"Ternyata LA lebih indah dari Chicago." Ucapku spontan.

"Tidak juga, menurutku semua tempat itu indah tapi tidak semua tempat memiliki memori yang indah."

Deg. Apa dia sedang menyindirku?

Aku memincingkan mata ke arahnya. Dan ia menoleh dengan tatapan kebingungannya.

"Apa? Apa perkataanku ada yang salah?" Tanyanya.

Dia itu sok polos, memang tidak tahu, tidak peka atau bodoh sih? Gerutuku dalam hati.

"Tidak apa-apa," kataku singkat malas membahas tentang itu, "Oiya, kau bilang kau sering berpindah-pindah kampus 'kan? Apa kau juga pernah menimba ilmu disini?" Tanyaku berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.

"Tentu saja tidak," aku menoleh cepat, "mana mungkin aku menimba ilmu di pantai ini, Ken. Bodoh! Tentu saja aku menimba ilmunya di universitas." Terangnya diiringi kekehannya sendiri.

Aku memutar bola mataku malas. Kau lah yang lebih pantas dipanggil Pria bodoh! Batinku.

"Well,  aku pernah sekolah di Harvard University dan aku tidak betah disana, karena peraturan disana sangatlah ketat dan setiap hari nya aku selalu kena hukuman." Ucapnya bak seorang anak kecil yang mengadu pada ibunya.

Setelah Harry menyelesaikan kalimatnya, aku pun tak bisa menahan tawaku lagi, tawaku seketika pecah begitu saja. Dan dia menatapku tidak suka.

"Dasar kau, orang seperti mu mana pantas masuk ke kampus se-elite itu. Tapi kau harusnya bersyukur Styles, karena kau pernah merasakan sekolah disana. Waktu aku kecil, aku ingin sekali bisa bersekolah disana. Ya, kata orang-orang, sekolah itu cukup keren dan juga terkenal, tapi sekarang tidak kesampaian untuk berkuliah disana." Aku tertawa hambar dan ceritaku ternyata disimak baik olehnya.

Wait, what? Sejak kapan aku jadi seterbuka ini terhadap 'orang lain'--sampai menceritakan masa kecilku?

Tapi di sisi lain, aku merasa percaya pada Harry. Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa bisa merasa seperti itu. Rasanya, aku ingin menceritakan semua unek-unek yang aku pendam selama ini yang tidak pernah aku ceritakan kepada siapapun--kecuali Cara-- kepada Harry. Tapi segera ku enyahkan pikiran itu, karena bagaimana pun aku dan Harry mengenal baru-baru ini dan aku tidak boleh langsung percaya padanya begitu saja.

"Ternyata kau juga perhatian." Ujarnya singkat tanpa menoleh dengan pandanganya lurus ke depan.

Aku menatapnya penuh kebingungan, "maksudmu?"

Sudut bibirnya terangkat menampilkan lesung pipi nya yang tercetak sempurna.

"Buktinya, kau menyimak semua yang aku pernah katakan. Bahkan, aku saja lupa pernah mengatakannya. Seperti, aku suka berpindah-pindah kampus misalnya." Ucapnya sarkastik, dan setelah ia selesai dengan kalimatnya, ia menolehkan kepalanya ke arahku, aku yang masih sibuk memperhatikannya menjadi bertatapan langsung dengannya.

Moved On // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang