Aku memilih tidak masuk sekolah dan berdiam diri di rumah danau yang tenang. Hanya terdengar suara burung berkicau dan suara alang-alang tertiup angin.Ini bukan dirimu sekali.
"Diam!" Teriakku frustasi sambil memukul lantai.
Dreett.. Dreettt.. suara Handphoneku bergetar.
"Halo?"
"Dimana kau?" Terdengar suara Paige.
"A-aku sedang tidak enak badan. Jangan mengawatirkanku, aku baik-baik saja."
"Perlu aku menjengukmu?"
"Tidak, Paige."
"Baiklah. Jaga kesehatanmu."
Bip.
Suara Paige membuatku lebih baik. Semangatku untuk sembuh lebih besar.
Aku memandang pantulan wajahku di kaca.
Paige's POV
Ya. Aku mengawatirkan Luke.
Aku mengetok pintu depan rumah Luke. Tidak ada jawaban. Tapi beberapa menit kemudian ada suara kaki berjalan perlahan.
Pintu itu terbuka dan terlihat sosok pria setengah tua.
"Bisa saya bantu?" Tanyanya.
"Maaf, saya mencari Luke."
"Oh. Teman Luke ya? Dia ada di rumah danau."
"Oh gitu ya. Kalau boleh tau, dimana ya rumah danaunya?"
Pria itu menjelaskan dimana letak rumah danau itu dan aku mengangguk mengerti.
"Terima kasih." Aku tersenyum.
Aku berusaha mencari jalan ke rumah danau. Tapi gagal, perasaan tidak enak ini tambah menguat. Beberapa jam aku berputar-putar akhirnya aku melihat rumah kecil itu. Aku langsung bergegas turun dari mobil.
Priaaang. Bunyi suara pecahan kaca. Aku langsung masuk ke dalam rumah itu dan menemukan Luke sedang terbaring di lantai dengan pecahan kaca di tangannya.
"LUKE!" Aku berteriak sekencang mungkin dan berlari ke arah Luke.
Aku memeluk badan Luke erat.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Suara Luke terdengar sudah tidak berdaya.
"Ada apa denganmu?!" Bentakku.
Aku menyeret badan Luke yang sudah lemas masuk ke dalam mobil.
Aku menepikan mobilku ke depan rumah sakit dan meminta tolong kepada suster untuk memeriksa keadaan Luke.
Aku menunggu di ruang tunggu UGD sambil merenung memikirkan jika aku tidak datang tadinya.
"Mr.Hemmings."
"Ya." Aku melihat ke arah sumber suara. "Saya temannya."
"Bisa bicara dengan orang tuanya?" Suara rendah datang dari belakang sumber suara tadi.
"Eeh.. Saya belum memberitahu orang tuanya, Dok." Kataku canggung.
Aku memang belum memberitahu ayah Luke soal ini.
"Saya beritahu, Luke memiliki penyakit mental yang cukup serius. Ia terkadang tidak bisa mengontrol emosinya. Jadi tolong, jaga perasaannya agar tidak emosi maupun terlalu senang ataupun sedih." Aku mendengarkan dan mengangguk mengerti.
Aku menahan sakit di hatiku karena mengetahui semua ini. Aku tak tau harus apa lagi. Aku hanya bisa berdiam dan merenungkan kejadian ini.
"Luke, sudah baikan?" Aku tersenyum menutupi rasa khawatir dan takutku.
"Baik semenjak kau di sini. Suster tadi menyiksaku!" Katanya sambil berbisik-bisik.
Aku tertawa kecil. "Baiklah, kita lebih baik pulang sekarang kan?"
Luke mengangguk dan tersenyum.
***
Jam menunjukan pukul 6 sore. Aku berada di pelukan seorang Luke Hemmings. Kami memutuskan kembali ke rumah danau sementara waktu. Agar Luke lebih tenang.
"Aku menyayangimu, Paige." Bisik Luke pelan. "Selalu."
Aku hanya tersenyum dalam pelukan hangatnya sambil memainkan handphoneku.
"Perlu ku kasih tau Ayahmu tidak?"
"Tidak, tidak perlu. Aku takut dia khawatir." Muka Luke terlihat sangat serius.
Aku berpikir sebentar. "Baiklah."
Luke memainkan rambutku. "Kau lapar tidak?"
"Tidak terlalu, tapi aku kangen omeletmu." Aku tersenyum.
"Tunggu sebentar." Dia berlari ke arah dapur, sementara aku masih memainkan handphone.
Beberapa menit kemudian Luke datang membawa piring.
"Yay akhirnya!" Aku berteriak semangat.
"Kokimu di sini." Luke tersenyum manis.
"Terima kasih."
Tidak sampai 2 menit omelet buatan Luke sudah habis.
"Cepat sekali!" Luke terkaget melihat piringku sudah bersih.
"Enak sih." Aku tersenyum dan Luke membalas dengan tawa kecil.
***
Luke memiliki penyakit mental yang serius.
Kata-kata itu membuatku berpikir keras untuk tetap dekat dengan Luke.
"Kau sebaiknya menjauh, Paige." Suara Andrea terdengar di speaker handphoneku.
"Benarkah? Aku kurang yakin."
"Aku tau perasaanmu, tapi itu saranku. Yang penting aku sudah memperingatkan kau." Kata-kata Andrea membuatku berpikir dua kali.
"Ya terserah." Gumamku.
"Tebak apa?"
"Apa?"
"Mike mengajakku berkencan." Teriak Andrea.
"Benarkah? Selamat." Aku berteriak.
"Ya."
"Baiklah, aku akan menutup."
"Yep."
Bip.
leave a comment! i love reading ur comment, rlly x.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tourmenté (Bahasa Indonesia 5sos Fanfic)
FanfictionWalaupun begitu menyakitkan, Aku harus tetap bisa menutupi rasa sakit di hatiku. "Aku senang jika kau senang Luke." Batinku sambil tersenyum. Apakah mungkin semua ini berubah menjadi bahagia?