Seven

4.8K 359 3
                                    

The best thing of being a celebrity is, you can choose which kind of job that you wanna take, and this is what David does now.

Tevin menyodorkan lembaran kertas yang berisi kontrak-kontrak yang ditawarkan oleh sejumlah stasiun TV, brand ternama, bahkan, tawaran untuk bermain film ataupun sitkom terbaru. "Kau tinggal pilih saja Pak Depit!" Seru Tevin sambil memilah-milah kontrak lain yang belum di baginya ke dalam kategori di atas. "Begini, sebagai manajermu, aku sarankan kau mencari kontrak yang tak merepotkan untuk dirimu dan diriku juga."

David tertawa renyah. Banyaknya kontrak yang membanjirinya sekarang, tentunya tidak lepas dari usahanya dulu. Meskipun sesulit apapun kontraknya itu, tak pernah sebersitpun bagi David untuk mengundurkan diri. Apalagi, jika ia harus menanggung denda dan penalti yang diberikan dari kontraknya.

Pernah satu kali, David menandatangani kontrak yang membuat namanya langsung melejit pesat. Yaitu, membintangi iklan sebuah merk ternama Jepang, yang harus membuatnya syuting selama lima hari di Gunung Fuji. Naasnya, Tevin juga harus ikut dikarenakan, dia merupakan manajernya. Sialnya lagi, Tevin bukanlah orang yang kuat menghadapi cuaca dingin, apalagi bersalju. Jangankan ke luar negeri saat musim dingin, ke Puncak saja, leher, telapak kaki dan tangannya sering gatal karena tak kuat dingin. Beruntung, David sangat menghargai usaha dan kerja keras manajernya itu. Sehingga, David membiayai seluruh biaya pengobatan Tevin setelah kembali ke Indonesia sampai kulitnya kembali normal.

"Aku tidak pernah merasa keberatan dengan semua kontrak yang aku pilih. Ah, kecuali saat memilih iklan tempo hari, hanya kau yang merasa dirugikan."

"Ya, ya, ya. Terima kasih karena mengingatkanku akan kebodohanmu yang membuatku harus pergi konsultasi ke dokter kulit setiap minggunya!" Seru Tevin lagi, dengan nada lebih dongkol. "Aku sudah seperti orang yang terkena penyakit kulit menahun kau tahu? Untung saja Selvi masih mau menemaniku."

Selvi. Ah, resepsionis di restoran hotel Umejima itu langsung membuat David ingat kalau mereka berdua masih memiliki hubungan khusus.

Bel pintu rumah serba putih milik David berbunyi. "Itu pasti Tyas. Coba kau lihat kesana."

"Baiklah, baiklah TuanPenyuruh."

Tevin memberikan senyuman tulus terbaiknya, meski kesal. Tapi melihat Tyas yang tersenyum manis tidak seperti yang dilihay Tevin lewat layar kaca yang tak jelas itu, Tyas memang benar-benar manis. Rahang khas Jawanya, matanya yang bulat, kulitnya yang tidak terlalu putih, rambut bergelombangnya yang berwarna coklat kehitaman sebahu memang perpaduan yang sangat indah untuk perempuan dengan tinggi 172 sentimeter ini.

"Kau pasti Tevin ya?" Tanya Tyas. "Senang bertemu dengan orang yang mau selalu repot-repot mendukung segala kebutuhan David di balik layar."

"Senang bertemu dengan gadis menyenangkan sepertimu!" Balas Tevin.

Tyas pun memasuki rumah David bersama dengan Tevin. Mereka berdua masuk, menuju ruang tamu, tempat Tevin dan David dari tadi masih berargumen tentang kontrak mana yang harus ditandatangani oleh David.

Tyas ikut memerhatikan tawaran yang diminta oleh beberapa brand ternama yang meminta David untuk menjadi model mereka. Entah kenapa, tapi Tyas ingin sekali David untuk mengambil salah satu dari tawaran model yang ditujukan pada kekasihnya itu.

"Hmm... Berapa kontrak yang harus kau ambil?" Tanya Tyas.

"Satu atau dua--"

"Tiga, David! Kau melupakan biaya ganti rugi karena merusak lapangan bola di Gelora Bung Karno setelah kau melakukan ide gila untuk melakukan jumpan fans disana?" Keluh Tevin. "Seminimalnya kau harus menandatangani tiga sampai empat kontrak baru!"

Mr. Laugh and The Airplane GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang