Eighteen

5.8K 437 0
                                    

Enelis pov

Gue turun dari mobil dan berjalan masuk rumah tanpa ketuk pintu dan salam. Gue nangis. Nangis karena kejadian tadi yang bener-bener ngga terduga itu akan terjadi. Gue berantem sama Exel sampai kita berdua ngomong dengan nada kasar yang ngga enak untuk didengar.

Fandi, yang tadi dicemburuin sama Exel, adalah sepupu gue. Dia ngajak gue pergi karna dia mau minta tolong ke gue buat pilihin cincin yang bagus untuk ngelamar pacaranya.

Fandi yang liat gue masuk ke dalam rumah sambil nangis, cuma bisa diem. Mungkin dia ngerasa bersalah. Tapi itu cukup ngebuktiin watak Exel, jadi gue mestinya terima kasih sama Fandi.

Gue masuk kamar, di sana gue nangis sepuas-puasnya. Gue lagi benci sama kelakuan Exel yang bego dan ngga pikir panjang. Seharusnya sekarang jadwal gue buat ngelanjutin nggambar komik, tapi menyangkut masalah nggambar, gue jadi inget Exel. Kan bete.

Gue duduk normal, setelah nangis di tempat tidur sambil tiduran tengkurap diatas bantal. Dan alhasil bantal gue basah akibat air mata gue yang keluar banyak. Gue liat sekeliling kamar, tembok penuh sama lukisan Exel. Gue mandangnya dengan tatapan muak.

Gue turun dari tempat tidur dan berjalan cepat keluar dari kamar. Gue menuju kamar mama, di kamar mama kosong, mungkin mama lagi dilantai bawah. Dan gue ambruk lagi. Gue tidur di sana buat menenangkan diri. Karena dikamar gue banyak hal yang menyangkut Exel, jadi gue ngga bakal bisa tenang di sana.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Sebuah cafe yang besar dan cukup terkenal, ramai dengan pelanggan dari berbagai umur. Gue kesana sendirian, untuk nemuin sahabat gue, Vellian.

Vellian adalah saudara kembar Victoria. Dan Victoria adalah temen geng gue waktu SMA, namanya The Princess. Anak-anak The Princess udah pada sibuk dengan karir-nya masing-masing. Mereka sukses semua alhamdulillah-nya. Dan bukan sukses karena pelajaran akademik, The Princess semuanya sukses karena bakatnya masing-masing. Karena itu, gue cuma bisa datengin si Vellian, yang waktunya paling senggang.

Gue mau curhat sama dia. Ngeluarin unek-unek masalah yang gue punya.

Kenapa bukan ke mama? Karna kalo gue cerita sama mama, itu malah bikin mama jadi ikutan setres, gue ngga mau bikin mama kecewa.

Gue masuk ke dalam cafe. Didalam cafe terpajang foto The Princess plus Vellian saat kelulusan. Gue mandang foto itu sambil senyum. Kangen banget, pengin kumpul ngobro-ngogrol dan ketawa-ketawa sama mereka. Udah tiga tahun ngga kumpul. Lama banget kan.

Seseorang mengang pundak gue. Gue nengok.

"Lian?" Ternyata Vellian. Dia senyum, dan gue balas senyuman dia.

"Yuk ke ruangan aku, pasti kamu mau curhat nih," Vellian gandeng tangan gue.

Vellian itu anakanya kalem, ngga petakilan kaya kembarannya, Victoria. Vellian aja kalo ngomong pake aku-kamu.

Gue dan Vellian masuk ke ruanagan dimana dia kerja. Dia adalah pengelola cafe, dan dia jago banget masak, keturunan papanya.

Gue duduk berdampingan dengan Vellian di sofa putihnya.

"Kamu kenapa en? Keliatan banget kalo kamu lagi ada masalah. Mata kamu berkantung besar, nangis terus nih jangan-jangan," Vellian memulai pembicaraannya.

Dan gue cerita semua yang terjadi kemaren siang antara aku sama Exel. Lengkap dan jelas, semua gue ceritain tanpa ada yang kurang. Supaya dia bisa kasih gue nasihat.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Gue keluar dari cafe. Dan saat ini, gue ngga mau pulang ke rumah dulu walaupun sekarang udah gelap, jam tujuh malem, karena gue pengin nenangin diri dan intropeksi diri gue.

Pantai.

Mungkin di sana gue bisa duduk tenang di atas pasir sambil liat gelombang air laut. Gue mulai bisa memanfaatkan pantai yang dulunya gue emang ngga suka. Tapi untuk kali ini, cuma tempat itu yang bisa gue kunjungi untuk menenangkan diri.

Pantai,

Di sama gue duduk melamun sambil mengingat ucapan Vellian yang menurut gue dia emang bener.

"En, kalian berdua itu ngga ada yang bener. Kalian semua memang sama-sama salah karena egois. Dan kalian egois karena saling mencintai. Jadi menurut aku, kalian ngga perlu marahan, karena kamu cinta sama Exel dan ingin dia hanya untuk kamu, begitu juga dengan Exel,"

Yang dibilang sama Vellian emang bener.

Gue nundukin kepala. Menyesal. Dan gue pengin minta maaf sama Exel.

GRAPP

"Gue minta maaf En,"

Seseorang meluk gue dari belakang. Dan gue tau aroma ini, dia Exel.

Tangannya kuat dan serasa ngga mau dilepas. Kepalanya bersandar di pundak kanan gue. Pipi gue dan Exel saling bertemu.

"Xel? Lo ko tau gue ada disini?" Tanya gue heran.

"Gue ngga tau kalo lo ada disini, tapi karna gue lagi banyak pikiran mikirin lo, jadi gue ke sini, dan ternyata ada lo. Takdir en,"

"Gue juga minta maaf sama lo xel, gue udah salah paham dan bentak-bentak lo," suara gue mulai serak, kayanya gue bentar lagi bakal nangis nih.

"Gue juga minta maaf En, udah bikin lo kecewa,"

Exel melepas pelukannya dan jongkok didepan gue. Dia megang pipi gue sambil ngelap air mata yang udah mbasahin pipi gue.

"Dia Fandi xel, sepupu gue, bukan pacar gue,"

"Gue tau en, lo ngga bakal ninggalin gue begitu aja dengan pacaran secepat itu dengan cowo lain. Gue percaya sama lo,"

Exel meluk gue.

Tbc
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Semoga ngga gaje -_-

Oiya author pengin minta comment dong dari readers. Biar tau kekurangan dari kalimat-kalimat yang ditulis author.

Dan vote juga kalo bisa hehe. Intinya vo-ment deh ^_^

[1] Bad Girl Hates ColorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang