Hari ini Enelis akan menyerahkan hasil gambar komiknya ke editor yang ada di gedung perusahaan Art Cool Entertainment. Dia sudah menyelesaikan komiknya dan akan diedit kemudian dicetak lalu diterbitkan.
Enelis memasuki ruangan yang berada paling ujung lantai lima. Dia membuka pintunya dan terlihat beberapa editor yang sedang bekerja disana, salah satunya Baim, editor Enelis sejak komik pertama yang dibuat Enelis.
"Hai om Baim?!" Enelis menerobos masuk tanpa keteuk pintu, ia mendapatkan ekspresi kesal dari para editor karena perlakuan Enelis yang kurang sopan dan membuat para editor terkejut dengan suara pintu yang tiba-tiba terbuka.
Enelis tersenyum salah tingkah. Ia mendekati meja Baim dengan ekspresi malunya.
"Om, ini gambar komiknya," Enelis menyerahkan sebuah map yang berisi beberapa lembar.
"Terima kasih en. Kenapa kamu lama mengumpulkan ini? Seharusnya kamu jangan molor waktu. Target kita dalam satu bulan satu komik, tapi kali ini satu bulan setengah, satu komik," Baim menunjukan ekspresi kecewanya.
"Beberapa hari ini aku lagi banyak masalah om, maaf deh.." Enelis memasang wajah memelas.
Tok tok tok
Tok tok tokSemua editor sibuk dengan komputer yang ada di hadapannya masing-masing, sebuah ketukan pintu-pum sampai dihiraukan.
"Hhh, yaudah, sekarang waktu kamu tinggal satu minggu untuk menyelesaikan komik kamu selanjutnya, jangan bikin kecewa lagi,"
"Iya om,"
JEGREK
Semua mata tertuju pada pintu yang terbuka, para editor yang sedang sibuk, menunjukan wajah kesalnya, tetapi melihat siapa yang datang, mereka semua mengubah ekspresinya menjadi senyum ramah.
"En???" Exel memanggil Enelis dengan teriakan.
Yang datang adalah Exel, CEO baru Art Cool Entertainment yang wajib dipatuhi dan dihormati.
Enelis membalikan bandannya. Ia tersenyum bahagia melihat siapa yang datang.
Exel berjalan mendekati Enelis. Ia lalu mengacak rambut Enelis dengan gemas.
"En, lo sibuk ngga?"
"Engga," Enelis menjawab pertanyaan Exel dengan semangat dan mendapat tatapan ancaman dari Baim. Enelis seharusnya mengerjakan komik selanjutnya, karena dia sudah tidak tepat waktu untuk menyelesaikan komik yang satu. Tetapi Exel lebih penting dari pada komik, itu menurut Enelis.
"Yuk ikut gue," Exel mencubit pipi Enelis kemudian menggandengnya keluar ruangan.
Semua mata tertuju pada Exel dan Enelis yang berjalan bergandengan keluar sambil tersenyum senang.
"Mereka pacaran?"
"Mungkin iya,"
"Bukan mungkin lagi, tapi memang iya!"
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Ruang melukis,
Exel mengajak Enelis ke ruang melukis. Disana dia sudah menyiapkan alat-alat melukis yang akan dipakai Exel dan Enelis.
Enelis memasang ekspresi bingung.
"Kita mau ngelukis?" Tanya Enelis sambil melihat-lihat peralatan melukis yang lengkap dan siap untuk dipakai.
"Iya. Lo ngelukis gue pake pensil. Dan gue ngelukis lo pake cat warna. Nanti hasilnya kita tukar, gue dapet gambar lo, dan lo dapet gambar gue," Exel tersenyum kekanakan.
Enelis mengangguk mengerti. Ia kemudian duduk di tempat yang sudah disediakan, di hadapan nya sudah terdapat kertas yang lebar dan siap dituangkan arsiran pensil tangan Enelis.
Exel pun mulai menuangkan cat airnya diatas plate.
"Xel? Ko lo tau kalo gue ada diruang editor?" Tanya Enelis sebelum memulai melukis.
"Gue tadi liat lo pas naik lift, trus gue ikutin lo deh,"
"Ohhh," Enelis mengangguk-anggukan kepalanya.
"En? Gue seneng bisa ngelukis bareng lo. Dulu gue yang ngelukis, dan lo main baseball," Exel tersenyum kepada Enelis yang sudah memulai untuk melukis wajah Exel.
"En? Kenapa lo ngga nyoba ngelukis pake cat warna? Kan bisa kita kasih nama warna di plate setiap warna. Jadi lo ngga perlu bingung untuk bedain warna," Exel menatap Enelis yang sibuk dengan pensilnya.
"Gue aja ngga tau warna merah kaya apa, warna hijau kaya gimana, gimana gue mau ngelukis pake warna? Gue kan juga ngga tau warna baju lo, warna batu, kayu, de el el. Udah deh, ngga usah dipikir. Lo bersyukur aja gue punya bakat ngelukis dan jadi penulis komik," ucap Enelis dengan panjang lebar dan dengan wajah kesalnya.
"Iya deh,"
Sudah empat puluh tujuh menit mereka melukis dalam diam. Serius dengan imajinasinya masing-masing.
Tok tok tok
"Masuk!" Exel menyuruh seseorang yang mengetuk pintu ruang melukis untuk masuk.
Bella.
Bella yang datang. Enelis memberhentikan aktivitasnya.
"Xel, kakak mau jemput Kakak kamu di bandara. Tolong jaga papa dirumah sakit ya," perempuan tersebut tersenyum manis kepada Exel, membuat dirinya semakin cantik.
Enelis melihat Bella dengan ekspresi datarnya.
"Oke kak, bentar lagi ya," jawab Exel.
"Hmm, ini Enelis ya?" Bella mendekati Enelia, matanya berbinar seperti melihat hal yang luar biasa.
Enelis hanya tersenyum.
"Aku suka banget sama karya komik kamu. Lengkap deh pokoknya koleksi komik yang kamu buat. Beruntung banget nantinya bisa jadi saudara kamu," Bella melirik Exel dengan tatapan mata meledek.
"Kakak, tenang aja nanti kita semua bakal jadi saudara,"
Exel, Enelia dan Bella tertawa.
Tbc
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰See you guys..
Vo-ment seikhlasnya yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Bad Girl Hates Color
HumorIa membenci satu hal. Tetapi cowok yang ia sukai malah menyukai apa yang dibencinya.