*Arnold POV
Aku menghampiri ibunya Emily. Dia masih berdiri di depan pintu gerbang
"Permisi, tante, apa tante masih ingat aku? Ini aku, Arnold, teman lama Emily." Ucapku sambil tersenyum.
"Arnold?" Ibunya lalu menunduk dan mutup matanya. Sepertinya dia sudah lupa. "Ohh... itu kamu! Arnold yang dulu tetangga temannya Emily? Kamu itu orang yang udah ngajarin Emily main game 'kan? Dia jadi malah ketagihan main game tuh. Kamu harus tanggung jawab!"
Waduh, kok ibunya jadi nyerocos sih? Ingatnya yang bagian itu aja? Malah yang ngajarin main game. Lagian aku harus tanggung jawab apa coba maksudnya?
"Umm... hehehehe iya, tante." Ucapku tersenyum sambil memegangi belakang kepalaku. "Tante, kayaknya kalo Emily sampai gitu, emang masalah ini serius. Kita harus kasih tau warga."
"Iya, kok dia jadi cuek sama ibunya ya? Terus tadi kenapa dia meluk kamu? Kamu sama Emily ketemu dimana? Kapan?"
"Justru itu, tante, Emily tadi seperti ketakutan. Kalo ketemunya sih, tadi sore di taman. Terus aku ajakin... euhh... jalan-jalan keliling-keliling bareng si Joe." Aku terpaksa berbohong, soalnya kalo jujur pasti dimarahi.
"Ohh... ya udah. Mau mampir dulu sekalian?"
"Ah... enggak usah, tante. Udah malem, nanti aja kapan-kapan. Saya pulang ya, tante." Lalu aku pergi ke motorku dan menaikinya lalu memakai helm.
"Iya, hati-hati ya, Arnold."
"Ya!"Aku lalu pergi dan meninggalkan orang-orang itu. Kelihatannya mereka benar-benar penasaran. Apa hidup mereka tidak tenang jika tidak melihat itu? Mereka seharusnya pergi meninggalkan tempat itu. Biarkan pihak yang berwajib menanganinya.
*Emily POV
Aku lalu langsung pergi ke kamarku yang banyak berisi hiasan tentang game-game kesukaanku. Tidak seperti gadis lainnya yang menyukai boy/girlband atau kartun-kartun anime atau k-pop, aku lebih menyukai poster-poster dan action figure dari karakter game. Seperti, poster dota. Aku kemudian mengambil bongkahan kristal tadi dari tas dan duduk di kursi meja belajarku.
Aku memperhatikan kristal itu secara seksama. Aku putar-putar, aku gulingkan, bahkan aku lemparkan ke atas dan menangkapnya kembali. Sepertinya tidak ada yang spesial dengan benda itu. Aku mengeluarkan ponsel smartphone-ku, untuk mencoba memberitahu Arnold. Sebelumnya saat di motor, dia sudah memberitahukan nomornya.
"Ah sial! Baterainya benar-benar habis," kataku lalu mencoba menyalakan smartphone-ku. Tapi tetap saja tidak bisa menyala. Lalu aku mencoba memukul-mukulkan smartphone-ku ke telapak tanganku. Tak lama kemudian smartphone-ku bergetar dan secara ajaib menyala kembali.
"Waw... kekuatan hebat apa ini?"
Aku tak peduli kenapa itu bisa menyala lagi. Aku lalu mencari kontak milik Arnold. Sekilas lalu aku melirik kembali kristal yang tergeletak di atas mejaku. Aku sebaiknya simpan saja batu kristal itu.
Lalu kristal itu kumasukkan ke dalam suatu peti kayu milikku yang berada di sudut kiri ruangan dekat jendela kamarku. Peti itu berisi macam-macam bekas game console-ku dulu yang sudah tak terpakai.
Tiba-tiba suara pintu ada yang membuka dari luar terdengar. Aku lalu langsung menggantungkan tasku di tempat biasa dan melompat ke kasur, menyelimuti tubuhku dengan selimut, dan menutup mata berpura-pura tidur. Aku sangat lelah, sehingga bahkan untuk mengobrol pun sangat malas.
"Hey, Emily. Apa kamu sudah tidur?" Ibu mendekatiku. "Ternyata sudah, kamu pasti lelah, ya? Ya sudah tak apa." Ibu lalu pergi dan menutup pintu kembali. Aku berhasil meyakinkan ibu.
Aku ingin melihat kembali kristal itu, namun perlahan-lahan kelopak mata ini menjadi berat. Aku merasa mengantuk dan kemudian benar-benar menuju alam mimpi.
-------------
Sejak kejadian itu, aku tidak mengamati kembali kristal itu. Sudah satu minggu aku tidak melihat kristal itu. Dua orang sahabat waktu kecilku dulu juga tidak kulihat batang hidungnya.
Di suatu pagi , aku terbangun dan melihat ke arah jam di tanganku, karena semalam belum aku lepas. Ya ampun! Ternyata aku terlambat! Aku harus cepat-cepat! Aku melompat dari kasur dan berganti baju. Aku tidak memikirkan kalau aku belum mandi. Mandi? Itu adalah kegiatan penghamburan air! Aku lalu lari ke ruang makan yang disana sudah ada ibuku. Sepertinya ayah dan kakakku sudah berangkat lebih dulu. Aku hanya mengambil sedikit sarapan dan melihat sekilas berita di TV.
"Ibu! Kenapa tidak membangunkanku?" Tanyaku sedikit kesal.
"Yahh ibu mana tau. Kan ibu sudah bilang agar kamu mengurus dirimu sendiri!" Ucap ibuku dengan wajah tenang dan datar.
"Semalam telah dilaporkan oleh warga, ada benda asing melayang-layang di langit perumahan. Saya sedang bersama bapak Donny. Pak donny, bagaimana pendapat anda tentang kejadian semalam itu?
"Yahh... itu saya rasa adalah ufo. Ini terdengar aneh memang, tapi benda itu seperti piring terbang."
Aku tidak begitu jelas mendengar semua berita tentang benda asing itu.
"Menurut saya, itu sepertinya alien akan meng-invasi bumi. Kita harus siap-siap kalau terjadi peperangan."
"Ah... ini berita makin ngelantur aja. Alien... alien... apalah itu?" kataku lalu mengambil tas, helm, dan kunci motorku dan langsung berangkat setelah memakai sepatu. "Aku berangkat dulu, mah!"
"Ini belum selesai sarapannya..!" Teriak ibuku dengan kencangnya padahal tidak memakai mikrofon.
"Udah telat, mah. Dahh..." ucapku lalu sambil melambai-lambai.
"Eh... ya udah, hati-hati, ya nak...!"
Aku tidak akan mempercayai adanya alien sampai aku membuktikannya sendiri dengan melihat melalui kedua bola mataku ini. Aku berangkat menggunakan motorku sekarang, motor matic berwarna merah pemberian ayah waktu aku lulus SMA. Motorku sudah selesai di ganti ban, karena kemarin bannya bocor.
Sesampainya disana, aku melihat masih banyak orang berlalu lalang di sekitar universitas. Dan gerbangnya pun masih menganga lebar. Aku menghela nafas panjang. Untung saja aku masih sempat. Aku lalu langsung memakirkan motorku di parkiran basement. Setelah selesai kukunci leher dan kugembok motorku, aku langsung berlari ke ruangan kelasku. Aku duduk di kursi dan langsung memainkan gadget-ku. Tak lama kemudian pelajaran penghantar tidur pun dimulai. Yahh, karena kami selalu merasa mengantuk ketika pelajaran ini.
---------------------------------------
*ok, sampai sini dan seterusnya mulai muncul pertarungannya. Akankah Emily ikut 'bermain'?
*silakan beri vote dan komen. Kritik dan saran selalu terbuka.
Continue?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliens in Game
Science FictionKoloni alien melakukan invasi untuk mengumpulkan kristal mereka yang pernah meledak dan terlempar tersebar ke seluruh planet. Kristal itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Kristal itu juga meledak karena diakibatkan tak terkendalinya kekuatan y...