#2 Kristal

153 11 1
                                    

*Author's POV

Akhirnya Emily berhasil memenangkan pada balapan pertama mengalahkan teman-temannya. Mereka bermain game terus-menerus dan mengganti-ganti game. Walaupun mereka sudah beranjak dewasa, ternyata mereka menyukai game bak anak kecil. Tak terasa hari sudah semakin larut. Tiba-tiba ponsel berdering dari saku celana Emily. Emily mengangkat telepon. Sudah jelas itu dari ibunya. Terdengar suara jelas dari ponselnya.

"Emily! Sekarang sudah hampir malam, kenapa kamu masih belum pulang? Nanti malam kita akan menjemput adikmu dari Kanada di stasiun. Kamu sekarang cepat pulang!"

"Mm... oke mah, oke. Aku pulang sekarang." Emily lalu menutup ponselnya dan menyimpannya kembali di sakunya. "Aku harus pulang sekarang. Nanti kapan-kapan kita lanjutkan, ok?"

Arnold lalu berdiri. "Pulang bareng aku aja Emily, juga biar sekalian tau rumah kamu. Kan kasian, masa perempuan jalan sendirian malam-malam?"

"Mm... ok deh. Ayo. Kami pulang dulu ya, Joe."

"Ok. Hati-hati! Arnold, jaga Emily ya! Jangan diapa-apain." Balas Joe dengan sedikit senyuman licik.

"Ya iyalah." Balas Arnold.

"Apaan sih kalian?" Tanya Emily sedikit senyum.

*Emily's POV

Kami pulang menaiki motor milik Arnold. Untungnya dia membawa 2 helm, sehingga aku bisa memakai helm juga. Dia selalu membawa 2 helm.

Keadaan hari sudah semakin gelap. Kami berdua melewati jalan yang terbilang sepi. Jarang ada motor dan mobil melewat. Aku sedikit ketakutan, sehingga aku memeluk Arnold. Sepertinya Arnold menyadarinya kalau aku ketakutan, sehingga dia membuat posisinya enak dipeluk, atau entah hanya ingin mengambil kesempatan saja.

Aku berbisik kecil pada Arnold. "Arnold, bisakah lebih cepat? Tempat ini terlihat menyeramkan. Ditambah ini di dekat hutan."

Arnold mengangguk. "Ya, baiklah. Pegangnya yang erat ya." Arnold sepertinya mengambil kesempatan. Tapi aku tidak peduli akan bagaimana, karena aku ketakutan. Dan jika aku tidak diantar olehnya, aku akan pulang naik apa? Taksi pun sulit di dapat di dekat rumah Joe.

Tak lama kami pun akhirnya sudah sampai di perumahan rumahku. Aku menunjukkan jalan hingga harus kemana dia belok. Akhirnya kami sampai di depan rumahku. Aku melihat jam di tanganku menunjukkan pukul 8.

"Ternyata rumahmu itu searah, ya." Ucapnya sambil membuka helm.

Aku kemudian turun dan membuka helm. Lalu memberikan helmnya."Searah? Apa benar?"

"Ya, aku hanya tinggal lurus dari sini. Di perempatan sana belok kanan, kemudian ke kiri. Di sebelah kiri, rumahku berpagar berwarna hitam."

"Oh... ok, baiklah. Apa kamu enggak mau masuk dulu? Sekalian kalau mau bertemu dengan ibuku, udah lama enggak ketemu." Ucapku sambil membuka gerbang pagar.

"Ah... enggak. Aku pulang langsung aja, udah gelap ini." Ucapnya lalu memakai helm.

"Ok... daah..." ucapku sambil melambai.

"Daah..." balasnya dengan melambai. Lalu pergi.

Aku tiba-tiba melihat cahaya besar dari langit. Apa itu? Bintang jatuh? Berarti aku harus meminta permohonan. Ahh... benar-benar aneh pikiranku. Aku melihat sepertinya benda itu akan menabrak rumahku. Tapi ternyata benda itu seperti berbelok dan jatuh di halaman kosong di depan rumahku.

*daarr*
Aku menutup telinga dan memalingkan wajahku kebelakang. Suaranya begitu besar layaknya bom. Apa itu benar bintang jatuh? Aku melihat benda tersebut. Benda tersebut kira-kira sebesar rumah. Aku coba mendekati benda tersebut. Aku mengambil pecahannya yang terjatuh di bawah. Aku penasaran, tapi itu seperti kristal. Aku menyimpannya di tasku.

Orang-orang ramai keluar rumah mereka dan melihat apa yang terjadi. Mereka semua ada yang sedang makan sehingga keluar membawa piring dan makanannya. Ada juga yang sedang mandi sehingga hanya mengenakan handuk. Ada juga yang sedang menggosok gigi. Pada awalnya mereka mengira ada gempa.

"Apa disini gempa?" Kata salah seorang warga.

"Mungkin iya gempa. Tapi itu apa?" Ucap seorang lagi.

Aku mendekat dan menyentuh benda itu. Saat kusentuh, aku merasakan sesuatu menarikku dari benda tersebut. Tanganku terasa begitu dingin, namun badanku panas. Rasanya seperti kali ini aku bisa terbang dan menghilang. Aku melihat sebuah bola bercahaya di depanku. Bola itu semakin besar dan membesar. Aku tidak dapat bergerak! Sepertinya bola itu akan memakanku dan meledak. Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku dan memanggilku.

"Emily!" Ucapnya. Tiba-tiba aku tersadar dan lalu menarik tanganku kembali. Aku mengelus-elus tanganku. Aku sangat kaget seperti seseorang melihat hantu. Aku berbalik badan dan sempat terkejut. "Haahh...!"

"Emily! Kamu kenapa? Ini aku, Arnold." Sambil melepaskan helmnya. Ternyata Itu adalah Arnold, dia memakai helm. Aku kaget karena tadi ketakutan saat berada di dalam suatu 'imajinasi'.

"Arnold!" Kataku lalu memeluk Arnold. Aku seperti orang yang parno-an.

"Loh... loh... kenapa kamu?"

"Aku tadi seperti melihat sesuatu yang aneh. Sesuatu yang sepertinya bisa membunuhku kalau kamu enggak datang. Tadi juga tubuhku seperti mati rasa, tanganku seperti membeku dan tubuhku terbakar."

"Sudahlah.. itu bukan apa-apa. Tadi aku kesini karena lihat ada sesuatu yang mengejutkan. Sekarang kamu pulang aja."

Aku lalu melepaskan pelukkanku aku lalu menghadap ke semua orang di depanku dan mengumumkan sesuatu layaknya pedagang.

"Kalian semua! Kuperingatkan untuk jangan sampai menyentuh benda ini! Atau kalian akan celaka!" Kataku lalu berlari masuk ke rumah. Ibuku sedang menunggu di depan gerbang itu, tapi aku menghiraukannya dan langsung masuk ke rumah.

*Arnold's POV

Aku sontak kaget karena Emily tiba-tiba memelukku. Dia orangnya kan benar-benar penutup dan pemalas. Jika dia sampai seperti itu, berarti memang ada hal yang benar-benar serius. Aku akan menuruti dulu dia untuk sementara ini. Kulihat di gerbangnya ada ibunya sedang berdiri. Emily juga menghiraukan ibunya. Aku harus berbicara pada ibunya.

---------------------------------------

*mohon vomennya ya.... oh ya berhubung Author cowok, jadi mungkin agak sulit menggambarkan karakter cewek.

*ditunggu Vote dan Komentarnya.

Continue?

Aliens in GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang