Akhirnya aku benar-benar menjadi anggota OHS. Sebagai anggota baru, aku harus banyak-banyak belajar dari orang-orang disini. Yang pertama harus kulakukan adalah berkenalan dengan mereka semua yang ada disini agar aku bisa akrab dengan mereka.
"Euh... permisi aku anggota baru disini. Namaku Emily Julis. Panggil saja aku Emily," ucapku sambil memberikan tanganku tanda perkenalan pada orang disampingku yang bekerja sama sepertiku.
Dia lalu membalas uluran tanganku dibarengi dengan senyuman, "Ohh... hai Emily, kau anggota baru ya? Namaku Ana Ryde. Panggil saja aku Ana. Senang bertemu denganmu. Semoga kita bisa menjadi partner yang baik."
"Ya... aku juga sama, Ana."
Aku tidak bisa banyak berkomunikasi dengan orang-orang disini. Selain mereka semua sibuk, aku juga tidak pandai bergaul karena terlalu sering berdiam di rumah. Temanku pun selain yang disekolah, hanya Arnold, Joe, dan Ana yang baru kukenal ini.
"Jadi kau disini bagian persenjataan, ya?"
"Lebih tepatnya aku adalah yang memodifikasi robot-robot yang kau pakai itu untuk bertempur. Aku sebagai pemimpin sekaligus pengaju dari proyek 'Alien in Game' ini."
"Ohh... begitu, jadi sebenarnya aku adalah bawahanmu, ya, hahahaha."
Kami terus mengobrol seakan kami adalah teman dekat. Seseorang dengan tergesa-gesa tiba-tiba menyuruhku dan Ana untuk melihat berita.
"Nona Ana, sebaiknya anda lihat TV, ada penyerangan alien di kota A!"
Ana langsung mengubah gambar di layar raksasa di sebelah kanan ruangan ini ke saluran berita yang dimaksud.
"...penyerangan semenjak tadi pagi terus dilakukan. Para warga diharap agar tidak keluar rumah, terutama yang tinggal di kota A. Kemungkinan ini adalah alien tingkat 3..."
"Nyonya Julis, sepertinya ini adalah giliran anda," ucapnya sambil melirik kearahku dengan sedikit senyum, "cepat ini adalah kesempatanmu untuk menunjukkan kemampuanmu!"
"B–baik, bu komandan!"
Aku lalu langsung berlari ke kursi empukku. Kutarik tuas yang ada di pegangan kursi ini dan keluarlah pengendali robot jarak jauh. Juga tak ketinggalan layar monitor kecil keluar dari bawah kursiku yang menunjukkan bagaimana penglihatan dari si robot VL-43.
Robot kuluncurkan dengan menekan tombol 'start' di tengah controller–pengendali jarak jauh robot–. Robot hitam metalik itu pun meluncur dengan gagahnya keluar dari persembunyian.
------------------
Satu persatu para alien itu tumbang. Disini sepertinya hanya ada aku. Arnold dan Joe pun tidak kulihat disekitarku–dari sudut pandang robot–. Mungkin mereka sedang melakukan pembasmian di tempat lain.
Begitu mahir aku memainkan benda ini. Padahal baru beberapa hari aku belajar menggerak-gerakkan robot ini. Asalkan tau cara menggunakannya, aku pasti bisa menyerang para alien seperti dalam game.
*sfx: lasershot
"Ugh... apa itu tadi? Tembakan itu menyebabkan kerusakan pada tangan kirinya. Tapi aku masih bisa bergerak. Aku gunakan saja tangan kanan yang ada," ucapku dalam hati.
Aku keluarkan lasersword yang disimpan disamping kiri VL-43. Dengan kemampuan yang hanya dengan tangan kanan saja, kutumbangkan para alien itu. Hingga total akhirnya sekitar 23 alien kukalahkan. Baterai kekuatan VL-43 hanya tinggal kurang dari 10%.
"Gawat! Baterai kekuatannya tinggal sedikit! Aku harus memulangkannya kembali, jika tidak maka dia akan dihancurkan!"
Tak sempat aku luncurkan untuk pulang, tiba-tiba alien dengan kemampuan yang dapat menghilang menebas kepala VL-43 dan mengambil inti baterai dari dalam tubuh VL-43. Mungkin ini adalah spesies alien yang pintar.
"Ohh... tidak!" Teriakku yang hanya dapat melihat kepala VL-43 terjatuh. Aku tahu itu dari layar yang menunjukkan gambar miring. "Sial!! Padahal itu adalah robot kesayanganku!"
Aku hanya bisa berteriak dan menyesali kepergiannya walaupun itu hanya robot. Robot itu sudah seperti bagian dari diriku yang sebenarnya. Aku merasa sangat kehilangan. Tapi sudahlah tidak usah dipikirkan, yang penting aku harus menyelematkan warga-warga tak bersalah.
"Ana, beri aku robot lagi! Aku akan menyelamatkan dunia!"
"Tidak usah, anggota OHS kita ada yang sudah sampai disana."
"Tapi!–" Ana langsung memotongku dengan emosi.
"Sudah Emily! Jika kita mengirim lagi kesana, hanya akan menghabiskan robot saja. Pembuatan robot itu tidaklah mudah dan bahannya pun memiliki harga tinggi. Kau sudah melakukan yang terbaik."
Aku pun hanya terdiam. Aku tidak berkutik sama sekali setelah dia membentak seperti itu. Tak kusangka perempuan cantik dengan rambut hitam bergelombang itu bisa juga marah dengan sangat ganasnya.
"Ughh... maaf, aku jadi terbawa suasana. Tapi sudahlah lepaskan saja, kau sudah hebat menjadi seorang savior."
Aku hanya mengangguk dan sedikit tersenyum. "Mm... baiklah. Aku harus pergi dulu dari sini." Aku pun lalu meninggalkan Ana sendirian. Mungkin dia butuh waktu menenangkan diri. Aku tau pekerjaan ini bukanlah hal yang mudah baginya. Beban pikirannya mungkin sudah tak terkendali dalam otaknya.
Aku lalu melihat ke keadaan markas. Tempatku berdiri ini berada di lantai dua. Tapi aku bisa melihat dari pinggiran lantai dua ini yang terjaga oleh pagar besi bagaimana besarnya markas OHS ini. Markas sebesar ini sekarang kuhitung hanya ada orang kurang dari 10 orang disini, termasuk aku dan Ana.
Aku lalu mencoba menghubungi Joe. Aku ingin tau, dimana dia sekarang.
"Halo, Joe! Kau sekarang sedang dimana? Disini sangat sepi sekali orang-orang, apa semuanya sedang keluar?"
"Halo, Emily? Cepat bantu kami! Kau sedang ada dimana? Kirimkan robotmu cepat!"
"Aku tadi sudah mengirimkan robot di kota A, tapi dia lalu dikalahkan. Dan saat aku akan mengirimkan kembali, tiba-tiba Ana melarangku untuk mengirimkan robot. Jadi aku hanya bisa diam disini saja."
"Ana? Siapa Ana? Aku tidak ingat ada anggota kita yang bernama Ana."
Tiba-tiba jantungku seakan berhenti berdetak. Joe yang jelas sudah sejak awal bergabung dengan OHS, tidak tau siapa itu Ana. "Kau jangan bercanda Joe, dia kepala proyek 'Alien in Game' kan?"
"Apa?!! Tidak, tidak... proyek itu jelas-jelas aku yang membuatnya dan mengusulkannya. Sepertinya ini tidak bagus, kau harus pergi dari OHS atau bersembunyi, aku dan Arnold akan kembali."
"Jadi, tadi itu bukan anggota OHS? Lalu, kenapa orang tadi memanggil Ana seakan dia mengenalinya? Mungkin dia juga bukan..." batinku bercampur aduk. Pikiranku menjadi kacau. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.
Tiba-tiba pintu ruang pengendali robot terbuka. Dan seorang wanita berjas lab putih keluar.
"Ohh, Emily... jadi kau masih disini ya? Sekarang bisa tidak kau berikan aku akses untuk bisa ke kristal Ercas? Aku sangat membutuhkannya."
Dia berjalan mendekatiku. Dengan wajah penuh seringai dan menakut-nakutiku. Kurasa dia sudah tau, kalau aku mengetahui kedoknya. Aku hanya bisa pasrah. Karena aku tidak tau caranya bertarung secara langsung.
------------------------------------------------------------
Susah juga nyari readers. Sebenernya g nyari sih, tapi cuma asal upload yg penting asik juga
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliens in Game
Science FictionKoloni alien melakukan invasi untuk mengumpulkan kristal mereka yang pernah meledak dan terlempar tersebar ke seluruh planet. Kristal itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Kristal itu juga meledak karena diakibatkan tak terkendalinya kekuatan y...