Aku melihat gadis-gadis mulai memasuki gedung sekolah, tetapi deru mesin yang halus, yang berasal dari mobilku menghentikan langkah mereka.
"Oke, sekarang apa lagi?" kata salah seorang dari mereka, mengamati. "Hanya sebuah mobil"
"Hanya sebuah Porsche tepatnya" ralat salah seorang temannya datar.
Cukup mudah bagiku untuk mendengarkan percakapan mereka dengan pendengaranku yang tajam.
Turbo 911 hitam mulusku meluncur di tempat parkir, bergerak perlahan mencari tempat. Saat mobilku berhenti dan pintunya terbuka, mereka mengerling ke arahku.
"Astaga" bisik salah satu dari mereka.
"Kau bisa mengatakannya lagi?" bisik yang lainnya.
"Siapa lelaki dengan penutup wajah itu?" suara gadis yang satu ini begitu merdu.
Kacamata hitam menutupi seluruh mataku, menutupi wajahku seperti topeng.
"Orang asing bertopeng" kata seseorang dan suara-suara lain menyahut.
"Kau lihat jaketnya? Itu buatan Italia, mungkin Roma"
"Bagaimana kau bisa tahu? Kau bahkan belum pernah pergi ke tempat sejauh Roma, bahkan New York, seumur hidupmu"
"Tinggi, berkulit putih, lebih baik hati"
"Dia sempurna!"
Semua ocehan itu terdengar di telingaku.
Kukunci mobilku dan berjalan ke gedung sekolah. Gadis-gadis itu mengikutiku dari belakang.
Untuk sesaat perasaan terganggu meletup-letup dalam diriku. Tidak bisakah kemanapun tanpa diikuti seperti ini? 'Noblesse Oblige' batinku. (peribahasa Perancis yang berarti jika seseorang ingin dipandang bermartabat, ia harus berperilaku mulia)
Aku mengernyit saat memasuki gedung. Sebuah koridor panjang membentang di depanku. Aku berjalan melewati koridor ini, saat ku lihat pesan pada papan bulletin di pintu, aku berhenti sejenak dan berpikir. Tidak salah lagi, ini pasti kantor. Aku membuka pintu itu dan masuk. Beberapa gadis mengintipku dari jendela besar di samping pintu. Beberapa gadis lain hanya memandang, melewati jendela dan terkikik.
"Pemandangan yang bagus"
"Ternyata itu jaket Armani sungguhan"
"Menurutmu ia berasal dari luar negeri?"
Aku tak mendengarkan ocehan mereka lagi. Aku berjalan menghampiri seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di balik meja kerjanya.
"Apakah Anda Mrs. Clarke, sekretaris yang mengurus penerimaan siswa baru?" tanyaku.
"Ya. Dan sekolah ini sudah tak menerima siswa baru lagi" jawabnya.
"Mengapa?"
"Ini sudah bulan Oktober bukan Juli. Lagi pula jumlah murid di sini sudah terlalu banyak"
"Oh, ayolah Mrs. Clarke. Aku ingin sekali masuk sekolah ini"
Ia tampak mengamati sebuah daftar dan menggeleng.
"Kumohon"
Mrs. Clarke mengangkat tangan dengan gaya seperti berkata "Apa yang bisa ku lakukan? Memang begitulah". Ia menggerakan jarinya menelusuri daftar itu dan menggeleng lagi, pasti.
Bagaimanapun caranya aku harus bisa masuk sekolah ini. Marie yang menyarankanku untuk bersekolah di sini. Dia pernah bersekolah di sini dulu, saat ia masih menjadi manusia. Aku tak mau menyia-nyiakan pengorbanan Marie. Ia rela mengeluarkan banyak uang untuk membayar seseorang agar membuatkanku ijazah palsu, akte palsu, dll agar aku bisa masuk sekolah ini. Ia juga yang membantuku kabur dari kerajaan dan menghilangkan jejakku.
Aku membalikkan badan sejenak, kemudian berbalik kembali. Dan saat Mrs. Clarke melihatku, ekspresinya berubah. Kacamataku sekarang berada di tanganku. Mrs. Clarke terlihat terkejut karena sesuatu. Yeah, aku berhasil mempengaruhi pikirannya. Mrs. Clarke meraba-raba tumpukan kertas sekarang, terlihat bingung. Akhirnya ia menemukan sebuah formulir dan menulis sesuatu di sana, kemudian membalikannya dan menyorongkannya kepadaku. Aku menulis singkat di formulir tersebut dan mengembalikannya.
Mrs. Clarke memandang kertas itu sejenak, kemudian kembali mencari-cari di antara tumpukan kertas dan menyerahkan selembar jadwal kelas kepadaku. Matanya tidak pernah lepas dariku saat mengambilnya, memiringkan kepala, berterima kasih, dan berbalik ke pintu.
Gadis-gadis yang mengintipku tadi tampak terkejut saat melihatku keluar. Aku hanya tersenyum dan berjalan melewati mereka.
Pelajaran pertamaku hari ini adalah Fisika. Ku cari kelas Fisika setelah menaruh jaket dan tasku di dalam loker serta mengambil sebuah buku catatan dan alat tulis yang ku bawa.
'Tok tok' ku ketuk pintu kelas Fisika yang setengah terbuka.
"Silahkan masuk" ucap seorang lelaki muda yang tak lain adalah guru Fisika di kelas ini.
"Kau Mr. Bieber, murid baru itu?"
"Ya Sir"
Aku menyerahkan kertas jadwalku, ia menandatanganinya kemudian menyerahkan kembali kertas itu dan memberiku sebuah buku tebal.
"Terimakasih"
"Silahkan duduk di samping Ms. Whitlow" ia menunjuk sebuah bangku kosong di samping seorang gadis cantik.
Aku duduk di samping gadis tersebut. Ia harum bagai aroma musim semi. Tubuhnya ramping, berambut gelombang dengan warna coklat mengkilat, dan anggun. Rambut selembut suteranya diikat dengan pita mawar besar.
Kulitnya mulus sempurna, seperti porselin, hampir seputih dan sebening kulit Marie. Ia mengenakan atasan berwarna pink pucat dipadu dengan celana pendek linen putih yang membuatnya seperti Raspberry Sundae.
"Kau gadis yang tadi kan?" tanyaku. Aku masih ingat, ia salah satu gadis yang tadi mengikutiku.
"I-Iya" jawabnya ragu dan gugup. Wajahnya sedikit memerah. Ternyata ia pemilik suara merdu yang tadi ku dengar di tempat parkir.
"Justin Drew Bieber" ku ulurkan tanganku.
"Lesley Carl Whitlow" ia menjabat tanganku, senyum misterius mengembang di bibir mungilnya.
Saat ku tatap mata birunya yang indah bagai permata, aku merasa seperti pernah bertemu dengannya, tapi dimana? Kapan? Ah, mungkin itu hanya perasaanku saja.
NB: karena alasan yang sama, di part ini juga banyak kalimat2 yg aku ambil dari novel vampire diaries.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHADOW
FanfictionInilah aku, Justin Drew Bieber, manusia setengah vampire. Ini adalah cerita bagaimana duniaku berubah total dengan sangat cepat. Dan selamat datang di duniaku. Dunia bayang-bayang yang penuh dengan kegelapan. Dunia vampire.