Mine

1K 40 2
                                    

Aku langsung berlari, mengambil jalan tersingkat menuju pantai. Menerobos semak-semak briar kemudian melompati barisan pertama pohon driftwood, terus berlari. Aku memotong di belakang toko suvenir, melesat menyebrang jalan dan mendapat hadiah klaksonan serta makian. Padahal sekarang sudah hampir tengah malam, tapi masih saja ada orang berkeliaran.

Kini aku sampai di depan sebuah gereja. Gereja tua tak terpakai dan beberapa bagiannya telah runtuh terkena abrasi pantai.

'Prok prok prok' seseorang bertepuk tangan saat aku baru saja melewati pintu masuk gereja.

Di dalam gereja yang gelap dan pengap ini, empat sosok manusia terlihat di depan mataku. Paling depan, Matt dengan matanya yang berapi-api berdiri tegak enam meter di depanku. Lalu di belakangnya, salah satu anggota gengnya yang sangat pendiam itu. Ia sedang menatap lantai dan menggenggam sesuatu di tangannya. Keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitnya. Sudah jelas ia sedang ketakutan, berbeda dengan Matt yang sedang menatapku dengan tatapan menantang, sama sekali tidak tampak seperti sedang ketakutan.Mataku terpaku pada sosok gadis cantik di pojok ruangan. Tangan serta kakinya diikat dan seseorang berdiri di sampingnya.

"Akhirnya kau datang juga, vampire" Matt menyeringai lebar. Mataku membulat. Darimana dia tahu?

"Apa yang kau bicarakan, Matt?" bentak Lesley. Dia lebih kuat dari yang kuduga.

"Diam bodoh!" Matt balas membentaknya.

"Kau yang bodoh. Dan.. pengecut" Lesley menekankan kata pengecut.

Matt berbalik menghampirinya. "Kau akan menyesal sudah berkata seperti itu"

Ia memberi isyarat pada anak buahnya yang ada di samping Lesley.

"ARGGHHHHH" pekik Lesley bersamaan dengan suara kain yang terkoyak. Seketika itu juga bau darah segar memenuhi ruangan ini. Membuat kerongkonganku panas bak terbakar.

"Bagus, Tom" gumam Matt.

"Hentikan, Matt!" geramku. Aku tak berani mendekati mereka. Takut tak bisa mengendalikan nafsuku dan malah membunuh Lesley. Matt tertawa mengejek.

"ARGHHH" Lesley kembali menjerit saat Matt meremas bahu Lesley yang berdarah itu.

"Hmm.. Darah yang segar bukan?" gumamnya sambil mengamati tangannya yang penuh dengan darah Lesley.

"Mengapa kau diam saja hah?" bentak Matt. Matt tersenyum kecil, lalu tak kusangka ia menggoreskan pisau pada lengan Lesley. Lagi. Lesley kembali menjerit. Jeritan yang syarat akan kesakitan. Tiba-tiba aku marah sekali. Lebih dari marah, aku murka.

Aku bisa merasakan amarah itu di lidahku. Aku merasakannya mengalir ke sekujur tubuhku bagaikan gelombang pasang kekuatan murni. Otot-ototku mengejang. Kilau kemerahan samar terpancar dari sosok-sosok gelap di depanku, dan yang kuinginkan saat ini hanya kesempatan untuk membenamkan gigi-gigiku ke sosok-sosok itu, mengoyak tangan dan kaki mereka, lalu menumpukannya untuk dibakar. Begitu marahnya aku hingga sanggup rasanya aku menari-nari mengitari api unggun sementara mereka terpanggang hidup-hidup, aku akan tertawa sementara abu mereka membara. Bibirku tertarik ke belakang, menampilkan sederetan gigi taringku yang tajam, dan geraman rendah yang buas terlontar dari kerongkonganku, keluar jauh dari dasar perut. Sadarlah aku sudut-sudut mulutku terangkat, membentuk seringaian.

"Jangan salahkan aku jika besok kalian tak lagi ada di dunia ini" Mataku kini berwarna kuning terang.

AUTHOR POV

Justin fokus pada Matt, setiap indranya, setiap ototnya, setiap partikel dari kekuatannya terarah kepada manusia di hadapannya. Namun, di pintu yang berada tepat di belakang Justin....

SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang