"Al, dimana kau?" Teriakan Nathan menyambutnya begitu Ali mengangkat telpon. Adiknya itu sedang berada di tempat konstruksi. Jadi wajar dia berteriak, disana benar - benar bising.
"Masih di apartemenku. Aku akan segera kesana. Oke?"
"Baiklah, tapi karena kau terlambat kau harus membawakan kami makanan."
"Hei, Aku ini bos kalian. Bisa - bisanya kalian menyuruhku."
"Ayolah Kak," kalau ada maunya saja Nathan memanggilnya kakak. "Sudah lama kudengar dekat apartemenmu ada café yang punya kue dan kopi yang enak. Mampirlah sebentar hanya di ujung jalan, dank au tidak perlu memutar. Bee's Café kalau tidak salah."
"Ya ya baiklah."
"Thank you! Cepatlah."
Ali segera bersiap dan memakai mantelnya. Dia juga kelaparan saat ini. Pagi ini mereka mendapat telpon kalau terjadi sesuatu di tempat konstruksi. Nathan pergi lebih dulu ke tempat konstruksi, sedangkan Ali masih memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan. Untungnya dia membawa pulang pekerjaannya semalam. Jadi dia bisa langsung pergi ke tempat konstruksi dari apartemennya, lagipula dengan begitu dia bisa sampai lebih cepat.
Memarkir mobilnya tepat di depan Bee's Café, Ali menyempatkan diri mengamati café itu. Mungkin café inilah yang dulu sering diceritakan Melissa. Eksteriornya sangat mengesankan, beberapa pengunjung menempati meja - meja yang disediakan di luar. Interiornya pun tak kalah bagus, terlihat jelas dari jendela - jendela besar di setiap dindingnya. Orang datang silih berganti, sepertinya ramai sekali. Hampir semua meja ditempati pengunjung. Ini bahkan belum masuk jam makan siang.
Ali segera menuju counter café untuk memesan saat matanya menangkap sosok yang selalu mengganggunya. Dia tak akan pernah lupa rambut indah pangjang wanita itu, kakinya yang jenjang dan tubuhnya yang indah. Ali akan selalu mengenali wanita itu. Melissa sedang membelakanginya sekarang. Tapi Ali tahu pasti bahwa itu dia. Apa yang dilakukan wanita itu disini. Dia berada sedekat ini dan tidak sekalipun menghubunginya.
Hanya satu cara untuk menjawab semua pertanyaannya. Dengan langkah panjang, Ali mendatangi wanita itu dan menarik lengannya. "Melissa?"
"Ya?" Melissa menatapnya dengan bingung.
"Anda siapa? Apa kita saling mengenal?"
Ali menatap Melissa tak percaya. Apa wanita ini sedang bercanda. Lalu matanya menangkap perutnya yang sudah membesar."Kau hamil?"
"Seperti yang anda lihat. Anda siapa?"
"Berapa lama?" Ali tak memperdulikan pertanyaan Melissa.
"6 bulan. Siapa anda tuan?"
Ali masih menatapnya tak percaya. Melissa hamil dan sudah 6 bulan. Bagaimana mungkin. Bukankah itu berarti dia sudah hamil saat masih bersamanya. Dan apa maksudnya dengan terus bertanya siapa dirinya.
"Bagaimana mungkin kau hamil?"
"Well, dengar Tuan. Itu bukan urusan anda, saya bahkan tak tahu siapa anda. Masih banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan. Selamat siang." Jawab Melissa dengan kesal dan segera masuk ke ruang belakang.
Ali tercengang mendengar jawaban Melissa. Bagaimana mungkin wanita itu tidak mengenalinya? Dan bayi yang dikandungnya. Apakah itu anaknya atau anak orang lain. Ali tak mengerti sebenarnya apa yang sedang terjadi.
"Nat, aku tak jadi pergi ke sana. Kau bisa menanganinya sendiri kan?" Katanya begitu Nathan mengangkat ponselnya.
"Apa? Memangnya ada apa? Bagaimana dengan kue dan kopiku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Billionaire's Pregnant Mistress
RomanceMelissa tak mengerti apa yang merasuki Ali. Bisa - bisanya pria itu menuduhnya berkhianat. Apakah kebersamaan mereka selama ini tak berarti apapun. Dia merelakan segalanya demi pria itu. apartemen, pekerjaan, bahkan kebebasannya. Memang benar Ali bi...