Ali bangun dengan kepala yang berdentum keras dan otot - ototnya yang kaku. Bagaimana tidak, dia tertidur di sofa ruang kerjanya dengan posisi yang sangat janggal. Dia tak akan bisa bekerja dengan kondisi seperti ini. Kepalanya sakit sekali. Mabuk memang tak pernah jadi pilihan terbaik mengatasi masalah. Mengirimkan pesan singkat ke sekretarisnya untuk membatalkan semua rapat hari itu.
Ali pergi ke dapur untuk segelas air saat ponselnya berdering.
"Hei, hei. Kantor kita banyak masalah. Apa wanita itu menahanmu di tempat tidur?" suara Nathan menggodanya.
"Apa yang kau mau?" sungut Ali, dia sedang tidak mood hari ini.
"Wow, apaan nih, kukira semalam kau dapat jatah," Adiknya itu, sudah memehami suasana hatinya, tapi masih juga menggodanya.
"Sudahlah, apa maumu menelpon pagi-pagi begini," Tanyanya lagi tak sabar.
"Kau pikir ini sudah jam berapa?" mendengar pertanyaan Nathan, Ali langsung memandang jam dinding. Sudah pukul 10, dia tak pernah bangun sesiang ini dan masih butuh tidur lagi. "Tapi memang tak ada yang serius, bagaimana Melissa?" Nathan tiba-tiba mengalihkan topic pembicaraan mereka.
"Nat, apa yang kau bicarakan?" tanyanya lagi, lebih sabar.
"Entah, hanya saja Laura bicara tak karuan tentang Melissa."
"Apa?! Jangan sampai dia menyebarkan rumor Nat!"
"Memang apa yang terjadi Al?"
"Sudahlah. Pastikan saja Laura tak menyebarkan rumor apapun."
"Kau hutang penjelasan padaku Al." kata Nathan tajam.
"Nanti Nat." Jawab Ali menutup pembicaraan.
Ali beranjak ke kamar tidurnya, mencoba tidur lagi setelah meminum penghilang rasa sakit. Tapi bagaimana dia bisa tidur jika wangi Melissa tercium di setiap sudut ruangan itu. Terlepas dari perbuatan wanita itu dia merindukannya. Astaga, apa yang dia pikirkan. Wanita itu sudah menipunya. Bagaimana mungkin dia masih bisa berpikir seperti itu. Mungkin benar kata Nathan. Mereka bersama terlalu lama.
Sejak dulu dia tak pernah punya hubungan serius sampai seperti ini dengan seorang wanita. Tipikal bujangan sejati, pergi ke klub dan pergi dengan wanita yang selalu berbeda,. Dia bahkan tak pernah membawa wanita ke tempat tinggalnya. Selalu antara tempat wanita itu atau hotel. Tapi dengan Melissa semua berjalan berbeda. Sejak awal dia tahu wanita itu berbeda. Dengan Melissa, dia selalu ingin bersamanya terus menerus.
Ali benar - benar butuh tidur. Jadi dia beranjak ke kamar tamu, setidaknya ada ruangan yang netral. Tak ada hiasan apapun di ruangan itu. Hanya ruangan dengan tempat tidur dan almari standart. Dia juga belum pernah memutuskan untuk apa ruangan itu nantinya. Saat Melissa pindah ke apartemen itu secara otomatis dia langsung menempati kamar utama dengannya. Sekarang dia bersyukur punya kamar itu. Kantuk langsung menyergapanya begitu Ali merebahkan diri di tempat tidur.
Entah berapa lama Ali tertidur, tapi yang jelas ada suara mendengung yang cukup keras membangunkannya. Seperti suara vacum cleaner, tapi bukannya biasanya Melissa sendiri yang membereskan apartemen mereka? Apakah mungkin Melissa kembali. Hanya ada satu cara mengetahuinya.
Ali segera bangun dan beranjak ke ruang tamu. Benar sekali seseorang sedang membersihkan apartemennya, tapi bukan Melissa. Melainkan Firda, seorang wanita paruh baya yang dulu sebelum Melissa pindah ke tempat itu bertugas mengurus rumahnya. Sejak Melissa tinggal bersama Ali sepertinya Melissa mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri. Karena dia tak bisa diam saja di rumah katanya. Tapi Ali sendiri tidak memecat Firda, dia menyerahkan urusan itu pada Melissa.
"Apa yang kau lakukan disini Firda?" Tanya Ali, jelas sekali mengagetkan wanita itu.
"Tuan Carnigae... Saya sedang membereskan rumah," jawab wanita itu setelah mengambil napas, menenangkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Billionaire's Pregnant Mistress
RomansaMelissa tak mengerti apa yang merasuki Ali. Bisa - bisanya pria itu menuduhnya berkhianat. Apakah kebersamaan mereka selama ini tak berarti apapun. Dia merelakan segalanya demi pria itu. apartemen, pekerjaan, bahkan kebebasannya. Memang benar Ali bi...