ARAH tanganku, ku fokuskan pada pena yang aku genggam saat ini, mengarahkan pada beberapa kalimat yang kutuangkan pada ideku, dengan buku yang ku pegang serta angin sore berhembus di hadapanku, sangat nyaman setelah aku berdiam diri pada kamar rumah sakit yang menurutku tak enak dan sumpek.
Untuk saat ini aku berada pada rooftop rumahku, dengan ditemani oleh secangkir coklat panas serta biskuit renyah memperlengkap saat soreku ini, aku tersenyum saat aku membaca kembali tulisan yang ku tulis barusan di dalam jurnalku, suara ricuh terdengar dari arah belakangku, ku tengok tiga anak yang sedang menaiki tangga rumahku untuk sampai ke lantai tiga.
"Lo itu gak seharusnya terima aja, Riri," kutahui itu adalah suara Ozan, teman Diaz yang juga teman sekelasku, aku sudah lama tak jumpa dengannya.
"Gue sayang sama dia! Apa perlu gue memperjelaskan lebih lanjut lagi?" tanyanya dengan sebal, ku kira setelah ini mereka bakalan baikkan, nyatanya tidak, mereka masih sama, tak akan pernah berubah.
Ku lihat tiga orang itu muncul dengan seringan wajah mereka yang masih tak bersahabat, aku lantas mempertanyakan apa yang terjadi kali ini, ku dengar dari jawaban Diaz hanya kekehan kecil, aku menautkan alisku dengan heran.
"Kenapa sih kalian?"
Mereka berhenti berargumen, ku lihat keduanya sama-sama memutarkan kedua bola mata mereka, dengan senyuman yang terbit dibibirku saat ini lantas aku mempertanyakan pasal ini untuk kedua kalinya.
"Ada apa?"
"Biasa, masalah kecil," jawab Diaz mewakili mereka.
"Beneran hanya masalah kecil? Tampaknya ini bukan masalah kecil," ujarku tak percaya.
Diaz menghela napas panjang lalu menjabarkan satu persatu. "Riri baru ditembak sama Bintang, trus Ojan kayak gak setuju gitu karena Riri langsung terima, entahlah mungkin Ojan suka ya sama Riri."
Aku terkekeh dengan senyumanku tiba-tiba saja datang dengan semilir angin sore menerpa helaian rambutku yang panjang ini, aku nampaknya sangat menikmati ini, dengan gaya ala mereka. "Apa? lo ditembak sama Bintang, Ri?"
Riri nampaknya tersenyum malu dengan semburan merah di kedua pipinya mengangguk menutupi sebagian wajahnya, aku hanya tersenyum melihatnya, aku bahagia karena sekarang impian Riri telah terkabul, yah setidaknya tak seperti diriku yang impianku selalu saja musnah.
"Selamat ya Ri, wah sahabat gue sekarang udah gak jomblo lagi dong," godaku melihat Matahari tersenyum dikala itu, aku hanya ingin menggodanya, melihat senyuman Riri yang nampaknya sangat manis.
Aku senang akan hal ini, Matahari dan Bintang sama-sama menyinari gelapnya bumi, walau mereka tak pernah bersatu bahkan bertemu, nyatanya di dunia mereka sekarang sudah bersatu.
"Yang menderita sepertinya adalah Ujan, eh maksud gue Ojan," cercah Diaz dengan selingan tawa yang menurutku juga sama manisnya, aku melihat Ozan dengan wajah menekuknya, aku bahkan mengira kalau Ozan tak suka dengan Riri, nyatanya Ozan menyukai Riri, apa daya kalau Riri sudah milik Bintang.
"Sabar ya, Zan, gue rasa Riri bukan pilihan tepat untuk lo," aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa lebih keras, dan lihat sekarang, Riri nampaknya diam saja akan insiden ini, malah aku dan Diaz yang banyak berbicara.
Sedangkan Ozan hanya menganggukan kepalanya tidak acuh, mungkin menurutku dia sedang patah hati sekarang, tapi aku rasa tidak ada rasa sedih di mata Ozan, karena Ozan kuat, tak seperti diriku yang lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything is Okay
Novela Juvenil(buku ini dalam masa hiatus) Seorang Embun Kelamarsya, yang pemalu, lemah lembut serta feminim ini, mengalami banyak cobaan dalam hidupnya. Ya, seperti pada umumnya orang kebanyakan. Ia menyukai temannya, namun pria yang ia sukai, malah mencintai te...