Dua Puluh Tiga // Embun

25 3 0
                                    


Gak kebayang. Dua tahun itu pula, gue bener-bener melupakan cewek yang selingkuh di belakang gue, dan yah ... gue sangat beruntung karena waktu mereka ketauan selingkuh, dan hubungan gue sama Dira emang belum lama. Gimana, misalkan kalau Dira emang selingkuh tanpa sepengetahuan gue setelah kira-nya beberapa tahun? Oh, mati rasa gue.

Cukup, lambat laun. Akhirnya gue pindah ke Jakarta, menikmati masa SMA gue, di kota yang sangat keras—kata orang-orang—tapi, itu tidak membuat gue untuk menolak ajakan orang tua.

Gue emang anak tunggal. Sangat sedih, mengingat gue hanya ditemani oleh kucing kesayangan gue, yang memang gue bawa kemana pun dan kapan pun.

Sekarang, gue tinggal di sebuah kompleks bergaya sederhana dan nyaman untuk ditempati. Gak usah muluk-muluk, tapi asli. Tinggal di sini berasa tinggal di tempat asal gue, Bandung.

Gue membawa Komi, untuk masuk ke rumah baru. Meletakkannya di lantai yang baru aja selesai dibersihkan. Dan, gue menggotong beberapa komik kesukaan gue yang nyokap taro di dalam kardus bekas mie instan.

"Mi, gimana ya. Rasanya, tinggal di Jakarta yang 'katanya' sumpek dan banyak kemacetan? Gue sangat excited nih," kata gue, setelah gue sampai di kamar baru, dindingnya berwarna biru laut. Warna kesukaan gue.

Sambil merapihkan komik untuk segera gue jejerkan di rak buku, gue melihat Komi yang asik sendiri dengan bola plastik merah kesukaannya. Tapi, saat itu juga. Dia mengeong, oh coba saja gue bisa mengerti bahasa kucing.

Tapi, dengan begitu. Gue mencoba mengerti, arti kata yang Komi ucapkan kurang lebih, seperti ini;

iya, Komi juga excited, Komi gak sabar pengin ketemu kucing Jakarta, yang katanya banyak main ke club.

WHAT?

Gue menelan ludah gue dengan dramatis. Oke, kucing Jakarta bahkan lebih seram dari harimau Sumatra.

-----

"Dek, tolong kamu bukain pintu utama ya, bisa aja itu tamu datang, buat ngasih makanan atau apalah itu," nyokap gue emang gitu. Gak tau diri orangnya. Gue yang lagi main sama Komi di ruang tengah, sejenak berhenti untuk mengamati pintu utama.

"Kenapa diam? Cepat kamu bukain," nyokap emang bawel.

Gue berjalan gontai, untuk membukakan pintu utama. Sebelah gue, Komi. Masih aja, membututi gue, halayak gue bakalan pergi ke planet lain.

"Hai?" sapa perempuan cantik, berwajah asia. Rambutnya yang ia gerai sebahu dengan lesung pipi di sebelah kirinya serta kaca mata yang bertengger di hidungnya yang mancung.

Di tangannya, ia menjinjing sekotak—entahlah, gue gak tau isinya apaan. Tapi, gue mencoba untuk menjaga pencitraan gue sebagai anak Bandung yang baru aja pindah ke Jakarta.

"Hai ... juga?" anjrit. Gue kikuk.

Perempuan itu tersenyum manis, tapi ia mengusap tengkuknya malu. Terlihat wajahnya sedikit merah. Oh, apa gue terlihat sangat jelek dan apa gue bau? Sampai gadis cantik, imut, manis ini wajahnya memerah gitu?

"S-saya, bawain brownies coklat, untuk kalian. Mengingat kalian adalah keluarga yang baru tinggal di sebelah rumah saya," jawabannya sedikit baku, namun sopan. Oh, rakyat Jakarta sepertinya sopan.

Gue nyengir kuda. "Gak usah pake kalimat baku gitu kali, biasa aja. Dan, kita ini keliatan seumuran ya 'kan?"

Gadis itu tersenyum. "Ya, kalau itu mau lo."

Sekali lagi gue nyengir. Gadis ini, cantik. Membuat gue, jadi betah berlama-lama untuk melihat wajahnya yang segar. "Diaz."

"Embun," ucapnya dengan menjabat tangan ke arah gue. Ya, gue emang jarang sih, basa-basi kayak orang asing gini. Tapi, apa boleh buat. Untuk menjaga pencitraan gue, gue harus bersikap sopan untuk ke depannya.

Namanya unik. Embun.

Dan lagi, gue mempersilahkan Embun. Untuk bercakap-cakap lama, bersama gue dan sepertinya nyokap akan nimbrung. Oke, gue mulai menemukan penyembuh luka gue sekarang.

Dan sampai saat ini.

*****

a/n

YUHUUU! (nyengir selebar mungkin)

yeay! double update chapter baru, kuy!

ini scene dimana, Diaz baru pertama kalinya pindah dan pertama kalinya bertemu dan berkenalan dengan Embun.

alurnya maju-mundur, gitu sih. 

tapi, gak usah risau. tapi, ya ... ngertiin aja ya? okelah.

06/03/16

Everything is Okay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang