Empat Belas // She

37 3 0
                                    


DIAZ

GUE berlarian di selasar koridor bersama Ojan karena ada satu alasan kenapa kami lari-lari seperti dikejar anjing. Yah salah satu alasannya adalah karena gue kabur dari jeratan Bu Rika karena pelajaran yang membosankan dan itu-itu aja yang dipelajarin, karena itu gue melarikan diri bersama Ojan. Dan sekarang gue gak melihat Bu Rika ngejar kami, akhirnya gue bernapas lega akan hal ini.

Gue berjalan gembira, sorak-sorai menggema di sepanjang koridor, gue yakini teman-teman di kelas sedang ngantuk-ngantuknya karena di kasih pelajaran membosankan seperti itu. Sampai akhirnya karena gue bahagia, gue ketabrak seorang perempuan dan perempuan itu merintih kesakitan termasuk gue juga yang gue kaget ala-ala menye gitu.

"Kalo jalan liat-liat dong," desis gue kesal, kesal banget sumpah. Ojan menyenggol lengan gue dengan lirikan matanya kalau bilang itu-cewek. Yah gue bodo amat karena dia sudah nabrak gue.

Perempuan itu mendongakkan kepalanya seraya menyalipkan rambutnya pada telinganya, gue akui perempuan ini cantik dan manis. Pada saat gue menatap mata biru gelapnya seketika gue mematung dan gak bisa berkata apa-apa.

"Maaf ya?" tanyanya takut-takut, saat itu juga lidah gue kelu, gue gak bisa berkata apapun selain berekspresi sekaget mungkin dan setelah itu gue mengangguk tanda mengiyakan. Gue beranjak, dan entah kenapa rasanya gue tidak ingin ketemu perempuan itu.

"Yaz!" panggil Ojan melihat gue seaneh itu. "Lo kenapa sih tiba-tiba aja kabur dan lo liat Yaz! Cewek itu cantik banget."

Gue hanya berdeham kecil lalu meninggalkan Ojan tanpa sepatah kata pun.

-----

Embun.

"Dua anak itu bandel sekali! Lihat saja nanti biar saya panggil orang tuanya," desisan Bu Rika membuatku melebarkan mata sejenak lalu melihat Bu Rika yang sepertinya marah besar pasal kaburnya Diaz bersama Ozan yang secara terang-terangan seperti itu, aku hanya mengangkat bahuku cuek, lalu ku gerakkan lagi tanganku seraya tersenyum kembali membaca tulisan yang sengaja ku tulis dalam jurnalku. Yah waktu suntuk ini kugunakan untuk menulis cerita fiksiku. Aku berkeinginan untuk menerbitkan tulisanku ini.

Aku melihat Riri yang nampaknya cuek saja dengan pelajaran biologi, biasanya Riri paling semangat akan pelajaran biologi yang notebenenya Riri bercita-cita menjadi dokter dan harus mempelajari pelajaran Biologi lebih mendalam, ku rasa Riri sedang banyak masalah, ah entahlah.

-----

"Ri, lo kenapa?" tanyaku sudah kesekian kalinya aku mempertanyakan hal yang sama, ku lihat dari pagi Riri tak semangat, seperti tak ada harapan hidup.

Untuk sekian kalinya ia menggeleng, lalu bergeming seketika.

"Pasti ada apa-apa ya 'kan?" tanyaku sekali lagi.

Riri mengacak rambutnya frustasi. "Bintang beneran pindah hari ini, dan dia bilang kalau gue maunya LDR-an sama dia atau langsung minta putus."

"Bintang beneran pindah?" tanyaku lagi mengulang perkataan Riri barusan, dengan wajah bergeming Riri mengangguk.

"Dan gue rasa gue harus putus sama dia, yah lo tau sendiri kalau hubungan jarak jauh dan hanya sesekali ketemu gak bakalan asik," jawabnya dengan nada tidak semangat.

"Lo sayang dia?"

Riri mengangguk mantap mendengar pertanyaanku. "Banget, Bun."

Everything is Okay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang