Kepingan: Secangkir Kopi Rasa Embun (1/1)

111 21 17
                                    

Namanya Devi-untuk seorang gadis yang ceria-pandangannya kali ini begitu menyedihkan. Jika kau salah satu teman dekatnya, kau pasti tau ada masalah yang sedang dihadapinya sendirian-yang ia pendam-meskipun berulang kali ditanya, jawabnya sama "aku ngga papa kok".

Senja dan secangkir 'good-day', seminggu ini telah menjadi teman akrabnya. Kegiatan favoritnya sekarang adalah melamun di teras. Terkadang pandangannya benar-benar kosong, seakan ia tidak disana. 'Good-day'-nya pun dibiarkannya dingin, lalu masuk tanpa diminum seteguk pun.

Dimalam hari, mungkin di sekitar jam dua belas, akan terdengar suara tangis, awalnya hanya sesenggukan lalu perlahan menjadi isakkan. Teman manapun di dunia ini pasti tau kalau dia benar-benar butuh seseorang untuk dipeluk, bukan sekedar secangkir 'good-day' yang dingin.

Matahari dengan enggan membangunkan gadis ini, dia terbangun, matanya sembab. Dia tidak peduli dengan waktu. Dengan lemas, dia ke kamar mandi, merapikan bukunya, lalu berangkat sekolah. "pagi, pi!" sapa teman kos-nya, yang kemudian hanya di jawab dengan senyum penuh kesedihan. "kamu beneran ngga papa ta?"

"Heem, gapapa."

Senja berulang kembali, Devi membawa secangkir good-day, duduk perlahan di bangku teras. Matanya yang kosong tiba-tiba tertarik dengan gerakan disebelahnya.
"pi, masalah cowok ta?".

Devi terdiam, seakan ragu apakah harus bercerita atau tetap bisu seperti ini, "ia,".

Lia mulai mendekatkan tubuhnya ke Devi seakan hendak memeluk, "kenapa dia?"

"......." devi diam.

"dia selingkuh?" Devi menggeleng, "dia PHP in kamu?" kembali menggeleng, " dia sakit?"

"seandainya, kalau bisa yang parah sekalian," jawabnya, matanya kembali menerawang entah kemana, sepertinya ke masa lalu.

"terus cowok itu ngapain kamu, pi? Ini bukan Devi yang aku kenal,"

"dia uda bohongin aku, dia ngingkarin janjinya,"

"janji apa?"

3 bulan yang lalu

Matahari-dengan jari-jari cahayanya-mengelus wajah Devi lembut, seakan membisikkan kata-kata agar dia terbangun dari mimpi-mimpinya. Dunia seakan menanti senyum cerianya, dan ucapan "pagi, dunia!!" darinya. Tidak mau mengecewakkan matahari dan dunia, Devi terbangun dan tersenyum.

Dengan mata yang masih mengantuk, dia turun dari kamarnya, "ibu, anak ibu laper nih," perkataannya disambut tawa oleh keluarganya.

" yee, kakak dulu lah! Enak aja bangun-bangun minta makan," ejek kakak Devi.

"sudah-sudah, ayo duduk dulu. Devi nasi goreng ya? tapi ayah dulu, uda mau kerja ini," pinta ayah. Sontak kedua putrinya itu mencubit ayah, gemas.

"ayah, bukannya kemarin sakit ya? Kok kerja sekarang?" tanya Devi polos.

Ayah tersenyum sejenak, "selama yang ayah lakuin ini buat dua putri ayah yang cantik ini, ayah ngga kenal sakit".

Liburan panjang ini banyak membuat Devi bosan, terkadang kecemasan menghantuinya. Karena saat liburan ini berakhir, Devi harus berpisah dengan orang tuanya, dengan Rama-pacarnya. Ia akan merantau ke Malang, menempuh pendidikan. Ia harus mandiri.

Tapi untuk Devi, saat-saat ini adalah saat terbaiknya: keluarga yang harmonis, masuk smk Favorit, sahabat-sahabat yang peduli, dan seorang pacar yang menyayanginya. Devi ingin menikmati masa-masa ini tanpa harus ada kecemasan dihatinya, well, jika kau jadi dia, pasti berfikiran sama.

Tapi mau tidak mau, kecemasan itu semakin hari semakin besar, terutama pada Rama: apa dia bisa LDR? Apa dia bakal setia?
Sering pertanyaan itu ingin dia ajukan pada Rama, entah saat sms-an, atau tengah malam saat Rama menelfon, bahkan saat ini, diatas motor saat pergi berdua. Tapi selalu tertahan dibibir, Devi takut Rama marah dengan pertanyaan itu-dia takut Rama akan mengira dia meragukan kesetiaannya.

[Revised] Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang