him

71 10 2
                                    

him

••

from the first hello, yeah that's all it took and suddenly we had each other

over and over again, nathan sykes

••

Tubuhku rasanya membeku, ingin rasanya aku mendorong tubuh Ray agar segera menjauh saja dari-ku. Namun apa daya, sepertinya aku pun berbohong kepada diriku sendiri bila aku berkata kalau aku menginginkan Ray untuk menjauh. Karena faktanya, jantungku berdegup lebih cepat bila berdekatan dengannya. Walaupun sekeras mungkin aku memaksa diriku untuk menjauhi-nya saja, aku tidak akan pernah bisa.

Sepersekian detik kemudian, Ray melepaskan bibirnya dari bibirku. Mungkin sekarang wajahku terlihat sangat jelek. Mata-ku pasti sekarang melebar, kaget karena tingkah Ray yang tiba-tiba. Pipi-ku pun pasti semerah tomat dan nafasku pun tidak teratur.

Masih terdengar desas-desus para siswa yang berkumpul di lobby sekolah. Bahkan Aysa pun tidak bergerak sama sekali, wajahnya diam tanpa ekspresi. Ray pun hanya tetap diam. Kenapa dia hanya diam saja, 'sih? Kenapa dia selalu mempermainkan perasaanku?

"Kalo lo mau gangguin Val, langkahin dulu mayat gue!" Teriak Ray ke seantero lobby sekolah. Matanya berkilat tajam, suaranya pun sangat tajam dan tegas. Bahkan aku pun ikut bergidik ngeri. Setelah itu, dia menarik lengan kananku, membawaku menjauh dari kerumunan menuju lapangan parkir.

Dia membukakan pintu mobil-nya untukku. "Naik, Val." Ucapnya pelan.

Aku pun segera menuruti perintahnya dan menaiki mobilnya, duduk dengan tenang menunggunya untuk memasuki mobil.

Dia tidak berkata apa-apa setelah dia duduk di depan stir mobil-nya. Aku juga tidak tau harus berbicara apa-apa. Aku ingin bertanya, namun rasanya tidak pantas. Aku bahkan masih merasakan jejak-jejak bibirnya yang sempat menempel di bibirku. Entah, apakah aku merasa jijik.... atau senang, atau bahkan tidak merasa apa-apa. Aku tidak tau. Yang jelas, aku tidak pernah mau bila Ray jauh-jauh dari-ku. Aku ingin dia tetap dekat, namun bagian sedihnya adalah aku tidak tau apakah dia menginginkan hal yang sama.

"I'm sorry." Ucapnya pelan, tanpa menoleh ke arahku sedikit pun. Pandangannya tetap lurus, menatap stir mobilnya atau entah menatap apa. Mungkin ia ingin menjauhi tatapan mataku.

Aku menoleh ke arahnya, "Kenapa kamu ngelakuin itu?"

Dia tetap tidak mau menolehkan kepalanya ke arahku, "Just..... because, okay? Just because."

Jawaban yang sangat ambigu. Apakah suatu saat nanti aku bisa menebak isi pikiran-nya yang seperti teka-teki itu?

"You know what? Stop messing with my feelings." Aku sebenarnya tidak marah, aku hanya ingin tau apa yang selama ini dia pikirkan. Mengapa susah sekali?

"Maaf, Val. Aku sayang kamu, that's why. Tapi aku ngga bisa terlalu dekat sama kamu, maaf. Aku.... ngga bisa buat kamu bahagia. Tapi, Val, please i'm sorry. Aku cuma gabisa. Aku gabisa. Maaf." Kali ini, Ray menatap kedua bola mataku. Tatapannya sangat lembut dan penuh rasa bersalah. Tangannya mulai bergerak untuk mengenggam tanganku.

"I'm sorry. You can hate me all you want. I'm sorry." Ucapnya lagi, tangannya menggenggam tanganku. Sangat hangat, sangat nyaman. Aku berharap aku bisa menggenggam tangannya seumur hidupku.

"Aku nggak butuh minta maaf kamu, Ray. Aku butuh penjelasan."

"Untuk itu, aku ngga bisa ngasih itu sekarang." Ucap Ray lalu menghembuskan nafas panjang seolah ia sangat letih, "but i promise you i will. Soon."

Favourite AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang