Part 6

531 19 0
                                    

Harry's POV

Aku memarkirkan mobilku. Keluar dari mobil lalu mengunci nya. Aku berjalan ke arah basecamp lalu membuka pintu.

"Jadi dimana rumahnya?" Tanya Liam secara tiba tiba.

"Tidak jauh dari sini." Aku menutup pintu lalu berjalan kearah Liam yang sedang terduduk di sofa. Niall sedang bermain gitar, Louis dan Zayn sedang sibuk dengan ponsel mereka.

Aku ikut duduk disamping Liam yang menganggukkan kepalanya. Mengerti dengan ucapanku. Ketika aku duduk aku merasakan aku menduduki sesuatu. Ternyata itu sebuah handphone. 

"Ini ponselmu, Liam?" Aku bertanya pada Liam. Ia menggelengkan kepalanya. Jelas ponsel ini bukan milik Louis atau Zayn.

"Ini punyamu, Niall?" Aku menunjukkan ponsel ini pada Niall yang langsung menggelengkan kepalanya.

"Berarti?" Liam, Louis, dan Niall langsung menatap kearahku. Aku hanya diam karena bingung. Zayn menatap kami -Aku, Liam, Louis dan Niall- dengan aneh.

"Pasti ini punya Olive. Aku harus mengembalikannya. Aku pergi dulu." Aku berdiri dari kursi dan berjalan keluar. Aku harus ke rumahnya lagi untuk mengembalikan ponselnya.

Olivia's POV

Aku sudah tidak kuat lagi. Hatiku sudah terlalu sakit. Aku sudah muak disakiti oleh laki laki untuk yang ke 5 kalinya dengan kejadian yang hampir sama. Hidupku sangat hancur. 

Aku kehilangan orang tuaku dan satu adik perempuanku yang berumur 10 tahun karena sebuah kecelakaan. Aku kehilangan Brennan. Aku sudah kehilangan semua orang yang aku sayang. Aku sudah bosan dengan kehidupan ku yang memuakkan ini. Aku lelah untuk hidup dengan keadaan seperti ini. 

Aku berlari kecil menghampiri sebuah laci yang ada di dekat ruang tv. Melihat sebuah silet, aku membayangkan silet itu menusuk kulitku. Aku mengambil silet itu. Aku berniat untuk membunuh diriku. Semuanya membuatku muak dan bosan untuk hidup. Aku terduduk dilantai. Dan mendekatkan silet yang tajam itu menggores kulitku. Aku berteriak karena rasanya sangat sakit hingga aku mengeluarkan airmata. Darahku mengalir deras sama dengan airmata ku.

Harry's POV

Aku sudah sampai dirumah Olive. Aku berjalan ke arah rumahnya itu. Ketika aku ingin mengetuk pintu, aku mendengar seseorang berteriak dengan keras. Aku langsung membuka pintu. Mataku melebar ketika melihat Olive sedang terduduk dilantai dengan airmata yang mengalir di matanya dan darah yang mengalir ditangan kirinya.

"Olive?!" Aku berlari menghampirinya. "Apa yang kau lakukan, Liv?!" Aku berlutut disamping Olive. Membuang jauh jauh silet yang ia pegang.

"Apa yang kau lakukan disini?!" Olive terkejut melihatku.

"Seharusnya kau yang menjawabku terlebih da- Olive!!" Olive pingsan. Aku langsung menggendongnya. Berlari keluar dengan cepat. Aku menutup pintu rumah Olive dengan kaki ku. Darah Olive terus mengalir membasahi bajuku. Aku tidak peduli. Aku menidurkannya di kursi mobilku. Dan cepat cepat membawanya ke rumah sakit.

***

"Apa kau keluarga dari Olivia Cassidy Lewis?" Seorang laki laki yang berumur sekitar 40 tahun, bertanya padaku. Aku langsung bangkit dari tempat dudukku. Mataku sembab karena menangis.

"Sa- saya... Temannya. Bagaimana keadaan Olive dok?" Aku bertanya dengan ramah.

"Ia baik baik saja. Untung darah yang keluar dari tangannya tidak terlalu banyak dan cepat dibawa kesini. Saya hanya memperban tangannya. Ia tidak boleh terlalu banyak bergerak. Saya takut hal lain yang tidak diinginkan terjadi padanya." Ucap dokter itu. 

"Kau bisa menjenguknya." Lanjut dokter. Aku tersenyum dan langsung masuk ke dalam ruangan Olive dirawat. 

Aku melihat Olive. Ia terbaring lemah, bibirnya pucat. Aku menghampirinya, terduduk disampingnya. Aku mengelus rambutnya yang berwarna coklat itu. Tiba tiba mata Olive bergerak dan perlahan lahan terbuka. 

"Ugh, dimana ak- awww." Olive terbangun dan melihat tangannya yang diperban.

"Kata dokter, kau tidak boleh terlalu banyak bergerak." Aku menatapnya lembut.

"Kau yang membawa ku kesini?" Aku hanya mengangguk mendengar pertanyaan Olive.

"Kenapa kau menolongku?" 

"Kenapa kau bertanya begitu?" Aku menatapnya aneh.

"Kau menghancurkan rencanaku, tau?" Ucapnya kesal.

"Rencana apa?" Aku mengerutkan keningku.

"Aku ingin bunuh diri. Memang kedengarannya itu hal yang bodoh." Ia memutar matanya.

"Kalau kau tahu itu hal yang bodoh, kenapa kau lakukan?" Aku menaikkan alisku. Olive memang cantik, tapi aku tidak menyangka bahwa ia akan melakukan hal gila yang bodoh itu.

"Aku muak dengan hidupku, Harry." Air mata tiba tiba saja mengalir dimata Olive. Aku pikir, ia seorang wanita yang kuat. Terlihat dari wajahnya yang ceria. Tapi dia juga pemalu menurutku. Sungguh aku tidak tega melihatnya menangis seperti itu.

"Mengapa begitu? Ceritakan saja padaku. Aku akan mendengarkan mu." Aku mengelus rambutnya dan tersenyum lembut.

"Aku baru saja melihat mantan pacarku berciuman bersama orang lain. Mantan ku itu bernama Brennan. Sedangkan perempuan murahan yang berciuman bersama Brennan itu bernama Ammy. Aku tidak menyangka Brennan akan melakukan hal itu. Aku sudah sering mengalami hal seperti itu. Orang tuaku juga sudah tidak ada. Begitu juga dengan adikku yang- cukup. Aku tidak mau mengingatnya lagi." Olive mengalihkan pandangannya. Ia menghapus airmatanya dengan tangan kanannya.

"Sudah. Jangan menangis lagi, okay?" Aku mendekat ke arah Olive, menarik wajahnya agar menatap mataku. Tatapan mata nya membuatku meleleh. Olive menganggukan kepalanya. Aku menghapus airmatanya. Ia tersenyum.

"Well, terima kasih banyak Harry. Maaf jika aku selalu merepotkan mu. Hey, bajumu penuh dengan darah. A- apakah itu darahku?" Olive menatap ke arah bajuku.

"Tidak apa apa. Kau tidak merepotkan ku. Tadinya aku ingin mengembalikan handphone mu yang ketinggalan di basecamp. Ya ini darahmu." Aku tersenyum.

"Sebaiknya kau istirahat saja. Aku akan menemani mu disini." Aku mencium kening Olive. Ia tersenyum lagi lalu memejamkan matanya. Aku suka melihatnya tersenyum seperti itu.

Tiba tiba saja ponselku tergetar. Ternyata ada satu pesan yang masuk dari Louis.

From: Louis

Kau dimana Harry? Apa yang kau lakukan dengan Olive? Jangan macam macam. Kau lama sekali. Ini sudah hampir malam.

To: Louis

Aku sudah mengembalikan handphone nya. Olive dirumah sakit.

Aku mengirim pesan itu. Tidak lama, Louis membalasnya.

From: Louis

Rumah sakit? Bagaimana bisa?

To: Louis

Ceritanya panjang. Lebih baik kau kesini bersama yang lain untuk menjenguk Olive.

From: Louis

Okay. Beritahu aku dimana rumah sakit dan kamarnya.

Aku langsung mengirimkan pesan yang berisi nama rumah sakit dan kamar Olive dirawat. Mungkin besok Olive sudah bisa pulang. Ia hanya harus banyak istirahat.

Heart AttackWhere stories live. Discover now