(11)

9.9K 767 9
                                    

Claire~  

Morgan memarkirkan mobilnya di halaman rumah paman Greg yang luas, lalu kami keluar dari mobil. Semua hal di kota ini masih sama persis seperti saat terakhir aku melihatnya, begitu pula rumah ini. Rumah dua lantai yang megah berdiri di tengah halamannya yang luas, bahkan gerbang masuknya pun memiliki jalan yang panjang. Pohon-pohon dan taman yang dirawat dengan rapi menghias sekeliling rumah ini. Sebuah air mancur diletakkan di tengah halaman, patung malaikat kecil berwarna putih berdiri di tengahnya. Morgan menyentuh tangan lalu menggandengnya, matanya yang hijau memandangku dengan tatapan menenangkan. Aku tersenyum padanya, "Tidak ada yang berubah di sini." Gumamku padanya.  

"Yeah, aku merasa seakan-akan baru kemarin meninggalkan tempat ini." Katanya sambil menatap sekitarnya. Kami berjalan menuju pintu masih dengan bergandengan tangan. Sebelum kami sempat mengetuk, pintunya sudah terbuka lalu kepala Paman Greg menyembul dari balik pintu.  

"Kalian benar-benar lama!" Paman Greg menggerutu, aku menatap Paman Greg dengan tatapan menyesal. Lalu ia membuka pintunya dengan lebar, mempersilahkan kami masuk. Rumah Paman Greg didominasi oleh perabotan kayu dan wallpaper yang senada, kurasa ia menyukai kesan rumah pondok. Kami berjalan menuju ruang tengah, sebuah lampu gantung dari kristal tergantung dengan anggun di tengah ruangan tersebut. Sepasang sofa berwarna merah darah di atas karpet yang berwarna senada dengan motif berwarna emas diletakkan di depan perapian, sekeliling ruangan ini dipenuhi dengan rak buku, lukisan, dan beberapa pot tanaman. Persis seperti saat aku terakhir melihatnya. Aku mengharapkan banyak orang yang berkumpul di tempat ini, tapi ternyata tidak ada siapa pun, hanya kami bertiga. Paman Greg berdiri menghadap kami, sekilas ia melirik tanganku dan Morgan yang masih bergandengan. Lalu mengalihkan perhatiannya pada Morgan, "Morgan, aku harus berbicara pada Claire. Berdua." Katanya sambil mengisyaratkan Morgan untuk pergi dengan tatapan matanya. Morgan menatapku, 'Kau akan baik-baik saja, Claire?' tanyanya dalam kepalaku. Aku mengangguk padanya, berusaha memasang ekspresi datarku agar meyakinkan. Lalu Morgan melepas genggaman tangannya, "Hubungi aku kalau sudah selesai, ok." Katanya padaku, lalu ia keluar dari ruangan. Paman Greg masih memandang kami, wajahnya semakin cemberut, sekilas kulihat kilat kesedihan di matanya yang berwarna abu-abu gelap.  

"Jadi belum ada yang datang?" tanyaku padanya. Paman Greg menggerakan kepalanya, mengisyaratkanku untuk mengikutinya. Ia membuka sebuah pintu di dekat lemari buku lalu kami berjalan di lorong yang sepi tanpa hiasan apapun hanya diterangi lampu temaram, sampai tiba di sebuah pintu lain di ujung lorong. Paman Greg membukanya, ruangan persegi yang lumayan luas ini dicat putih, tidak seperti ruangan lainnya. Lantainya dilapisi karpet merah darah dengan motif berwarna emas, beberapa lukisan digantung di dindingnya, di tengah ruangan Emily, Nick, Jane, Robby, dan beberapa orang yang tidak kukenal duduk di sofa kulit berwarna hitam mengelilingi meja kecil. Semua mata tertuju padaku. Paman Greg mempersilahkanku duduk, aku mengambil tempat di sebelah Emily. Emily memandangku dengan senyum sedihnya, begitu juga ekspresi hampir semua orang di dalam ruangan ini, kecuali Nick dan Robby yang memasang wajah datar mereka. 

"Um, kukira semua Valerina akan datang." Gumamku pada Paman Greg. Paman Greg duduk di seberangku, ia terlihat menimbang-nimbang sesuatu sebelum akhirnya menjawab. 

"Tidak, Claire. Aku hanya mengumpulkan orang-orang yang dekat denganmu... dan yang bisa membantumu." Jawabnya hati-hati memperhatikan ekspresiku. 

"Apa maksudnya?" tanyaku dengan bingung. Aku memandang semua orang di ruangan ini, selain Emily, Nick, Jane, dan Robby, ada seorang cewek berambut merah yang lebih tua dariku, seorang cowok berambut hitam, dan seseorang yang sepertinya seumuran dengan paman Greg. 

"Kau- maksudku, kita punya masalah." Paman Greg menatapku yang memandangnya menunggu kata-kata selanjutnya. "Kami sudah tahu apa yang menyebabkan para Gultor menghilang, dan itu ada hubungannya dengan... mu." 

Claire de Lune (Valerina #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang