(6)

11.4K 836 7
                                    

Claire~ 

Setelah menutup pintu di belakangku mataku menjelajahi ruang tengah dan dapur, tidak ada yang berubah. Kuperiksa kamarku yang berada di lantai dua, semuanya persis seperti yang kuingat. Hidupku tidak ada yang berubah kecuali sekarang aku memiliki pacar tampan yang bernama Nick, yang tidak kukenal sama sekali. Bukannya aku keberatan memiliki pacar seperti Nick, tapi ini semua terasa aneh, bangun dari kamar Emily lalu bertemu dengan orang asing yang menjelaskan bahwa aku lupa ingatan, yang ternyata adalah pacarku. Kulepas jaket Nick lalu merebahkan tubuhku di tempat tidur, 'Bagaimana dengan sekolah? Apa Tara tahu aku lupa ingatan?' Tanganku meraih Handphoneku yang berada di meja kecil di samping tempat tidur, mengetik nomor Tara dan menekan tombol panggil. Setelah beberapa menit tidak ada respon kumatikan sambungannya, kurasa lebih baik bertemu dengannya di sekolah. Aku menghembuskan nafasku keras-keras, 'Ada yang kurang' pikirku, seperti ada lubang dalam otakku yang membuatku setengah mati berusaha mengingat. Aku memejamkan mataku sejenak, 'Pasti ada sesuatu yang bisa membuatku ingat kembali'. Kubuka kedua mataku lalu duduk di tempat tidur, mataku mengamati tiap senti kamarku. Tidak ada foto Nick, tidak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa Nick adalah pacarku, seakan-akan dia muncul begitu saja. Kubuka seluruh laci-laci di kamar, seluruh kotak yang ada di kamarku tapi tidak ada apa-apa. Setelah kecewa dengan pencarian yang tidak membuahkan hasil lalu kuputuskan untuk mandi. Lantai kamar mandi yang dingin menyentuh telapak kakiku, kuputar kenop pancuran bathup lalu duduk di pinggir bathup menunggunya penuh. Kubuka tirai dan jendela di sebelah bathup membiarkan aliran angin yang lembut melambai di sekitarku. Setelah cukup penuh kubuka gaun tidur yang dipinjamkan Emily padaku lalu masuk ke bathup yang berisi air hangat, otot-otot di sekujur tubuhku yang sebelumnya kaku sekarang mengendur. Kupejamkan kedua mataku menikmatinya. 

Uap air hangat dari bathup mengembun di jendela kamar mandiku membuat pemandangan di luar jendela samar-samar terlihat dan langit diluar yang menjelang gelap memberikan kesan dingin. Sesuatu menggores kaca jendela kamar mandiku menimbulkan suara nyaring yang membuatku merinding, aku membuka mataku, kamar mandiku yang gelap membuat mataku mengerjap untuk membiasakan diri pada kegelapan. Beberapa meter dariku sesuatu bersinar karena pantulan sinar bulan, pedang. Aku tidak bisa melihat wajahnya, hanya badannya yang mengenakan kaos abu-abu dan celana jeans. Sebuah suara berat keluar darinya, "...Claire.".'

Mataku terbuka dalam sepersekian detik, memandang tembok putih yang berada beberapa meter di depanku. Nafasku yang terengah-engah diimbangi dengan jantungku yang berdebar keras. Air di sekitarku masih terasa hangat, tanganku memijat kepalaku yang berdenyut-denyut. Mimpi yang barusan... terlihat seperti nyata. Kututup jendela kamar mandiku sambil merinding, lalu berpakaian. Perutku yang kelaparan mengalihkan perhatianku dari mimpiku barusan. Sambil berjalan menuju dapur jari-jari tanganku menyisir rambut coklatku yang basah, kubuka kulkasku lalu tubuhku membeku. 'Ini bukan kulkasku.' Pikirku. Seluruh rak dalam kulkas terisi penuh bahan makanan, sayur, daging, telur, susu, keju, buah, bahkan saus-saus dalam toples yang terlihat seperti buatan sendiri. Sejauh yang kuingat sejak aku pindah ke rumah ini, satu-satunya makanan yang mengisi kulkasku adalah makanan beku. Aku bukan orang yang bisa memasak, dan sekarang pun masih tidak bisa. Perasaan bingung yang memenuhi pikiranku membuat kepalaku sakit. 'Tidak mungkin aku bisa memasak dalam dua minggu. Apa Nick yang mengisinya? Atau Emily?' Ketukan di pintu membuatku tersadar, aku berlari kecil lalu membukanya. Emily berdiri di depan pintuku membawa sebuah kotak, Ia mengenakan rok berwarna pink pastel selutut, rambut keemasannya yang mengikal di ujungnya dibiarkan tergerai sedikit tertiup angin. "Claire, aku membawakanmu makanan." Katanya sambil tersenyum, aku membuka pintu lebih lebar membiarkannya masuk. Emily berjalan ke dapur diikuti olehku dari belakang. "Thanks, Em." Kataku sambil mengambil piring, aku benar-benar kelaparan. Kami duduk di meja makan, Emily menaruh dua potong pie ayam di piringku lalu menaruh satu di piringnya. "Aku tidak mau kau makan makanan beku lagi, Claire." Emily berkata sambil tertawa. Tiba-tiba aku teringat sesuatu, "Em, kau mengisi kukasku akhir-akhir ini?" Tanyaku dengan mulut penuh, damn, pie buatan Emily sangat enak. Emily memandangku dengan bingung, "Huh? Aku tidak pernah menyentuh kulkasmu Claire? Bukankah M-" Emily tiba-tiba terdiam, ia menhindari tatapanku. "Bukankah Mmmm... Nick yang mengisinya?" Lanjut Emily. Aku menga ngakat bahuku, "Mungkin..."  

Claire de Lune (Valerina #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang