Ali mengusap wajahnya dengan kasar. Prilly menangis. Ini kali pertamanya,Prilly menangis karenanya. Sebenarnya dua kali tanpa Ali sadari. Ali memutuskan bangun dan mengumpulkan nyawanya. Ibarat kucing memiliki 9 nyawa,Ali baru 2. Ali mengucek matanya,mengacak rambutnya,dan menguap. Ini benar² melelahkan bagi Ali. Ia berjalan ke arah pintu dengan gontai,tepatnya ke gazebo di belakang.
Ali melihat Prilly sedang menangis di pelukan pembantunya. Ali memberi isyarat agar pembantunya itu meninggalkan tempatnya. Pembantunya itu pun menurut.
"Kalau begitu,bibik mau kembali bekerja dulu ya,Nyohmud..." Ali melihat,Prilly mengangguk dan dengan suara serak menjawab ya,barangkali?
Pembantunya pun kembali masuk. Ali berjalan mendekat pada Prilly. Tanpa berkata apa²,Ali langsung mengambil posisi duduk di samping Prilly. Tapi,Prilly tak menggubris kehadiran Ali. Ia tetap menatap lurus ke depan.
"Prill..." panggil Ali sambil menatap Prilly dengan tatapan penuh harap. Berharap bidadari kecilnya mau menoleh atau setidaknya melirik.
"Prill...." panggil Ali sekali lagi. Tapi,Prilly tak mau menoleh bahkan melirik. "Prill....sayang... Tolong dong,jangan cuekin aku. Please... Aku gak bermaksud bentak kamu. Aku benar² capek... A-aku gak bisa kontrol ucapanku,karena memang aku sangat lelah. Tolong Prill,mengertilah..." jelas Ali dengan lembut.
Sebulir cairan bening kembali jatuh dari bola mata coklat hazel milik Prilly.
"Prill,kamu kok nangis. Jangan dong... Maafin aku... Aku benar² menyesal... Tolong ngertiin situasi tadi Prill... Kamu boleh marah sama aku,boleh berteriak sekuat apapun yang kamu mau,kamu boleh mukul aku,tapi tolong jangan cuekin aku... Jangan diemin aku gini dong..." ucap Ali sambil menunduk.
Prilly tetap diam dan tak berniat sama sekali. Ingin rasanya menghilang seharian,guna membalas dendam. Biar Ali tau bagaimana rasanya sendirian di rumah besar. Untung Gritte datang menemani.
"Prill... Kamu ngertiin dong... Aku bener² gak bermaksud buat kamu kayak gini."
Prilly menghela nafas dan menoleh. Prilly menatap tajam ke arah suami sekaligus gurunya itu. "Apa kamu bilang?! Aku... Harusnya ngertiin kamu?" tanya Prilly dengan marah. Sifatnya yang dulu,kembali menguasai dirinya. Sifat jelek yang diubah Ali menjadi baik yang membutuhkan waktu lama itu,sinar begitu saja karena sehari. Prilly terkekeh dan menggelengkan kepalanya. "Gila ya kamu... Harusnya kamu tuh gak ngomong gitu,tau gak?!" Prilly kembali terkekeh,menahan air matanya yang siap meluncur kembali. "Kamu pergi tanpa pamit,tanpa mengabariku,ninggalin aku sendirian di rumah,buat aku nunggu dan khawatir! Bahkan kamu gak pulang semalaman. Dan kamu masih suruh aku buat ngertiin kamu? Hah?! Iya? Jawab dong!" Ali tak membalas,karena ia tau ia yang salah yang pergi tanpa pamit. Prilly memutar bola matanya dengan malas. "Kamu...Bahkan aku tak tau apa yang kamu lakukan di luar sana! " geram Prilly sambil mengepalkan kedua tangannya dan membiarkan kuku²nya menancap pada telapak tangannya. Tapi,Prilly berusaha mengendalikan amarah-nya. Ia menghela nafas dengan kasar. Ia bangkit. "Kamu..." Benar² ini sulit sekali ditahan. Air matanya yang sedari tadi mengenang, kembali meluncur melewati pipinya. "Kamu... Jahat!"
Prilly berbalik seraya ingin segera pergi dari hadapan laki² yang ia beri harapan dan ruang untuk dicintai.
Namun,Ali buru² naik dan melangkah mendekat dan memeluknya dari belakang. Ali membenamkan wajahnya di bahu Prilly. Ia menghirup dalam aroma tubuh gadisnya itu."Apa sama sekali gak ada celah buat aku untuk dimaafkan?" tanya Ali dengan suara serak.
Diam...
Prilly tak menjawab. Ia sedang kalut dalam emosi dan tangisan hatinya.
"Apa aku terlalu jahat untuk mendapatkan maaf darimu?" tanya Ali
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher Is My Husband
أدب الهواةKisah cinta antara sepasang suami istri yang berstatus murid dengan guru. Dinikahkan,karena perjodohan. *** (Sudah Diterbitkan)