Chapter 3: Run
Anak kecil yang memeluk boneka teddy bear itu.
Dia mendekati mobil kami berdua. Untung saja mobil Tante Amy masih berada di halamannya, jadi dia tidak terlalu panik. Mata merahnya menatap ku. Kini aku membalas tatapannya dengan tajam. Dia berlari ke arah mobil ku dan menggendah-gendah pintu mobil di sebelah ku. Astaga, ribut sekali. Apa yang harus ku lakukan? Napasku memburu, tak ku ragukan lagi, dia telah terinfeksi. Aku perlahan-lahan mengambil pisau lipat yang tadi kuletakkan di saku jaketku. Adams melihatku, dan dia menatapku jangan-panik.
Aku membuka jendela mobil. Anak kecil itu masih menggendah sisi kanan mobilku. Aku mengeluarkan tanganku dari jendela mobil dengan pelan, dan dia mulai meraih tanganku. Dengan cepat, aku menancapkan ujung pisauku di tempurung kepala anak kecil itu seperti suara lap yang basah. Darah mulai bercipratan di atas kepalanya. Aku mencabut pisauku yang menancap di otak nya. Darah nya menempel pada lengan jaketku. Huh, kini aku bisa dikatakan seorang 'psycho' dan di lihat oleh kedua orang tua ku. Aku terdiam sejenak. Mengatur napasku sesaat. Aku tersadar, apa yang barusan ku lakukan? Membunuh seorang gadis kecil yang tidak bersalah. Aku memegang kedua kepalaku dengan tanganku. Aku segera keluar dari mobil dan melangkahi mayat anak kecil itu. Aku langsung terjongkok di depan halaman rumah Tante Amy. Tangan ku gemetar. Aku tak percaya aku baru saja membunuh seorang anak kecil.
'Aku membunuh seorang anak kecil'
'Aku membunuh seorang anak kecil'
'Aku membunuh seorang anak kecil'
Kini kalimat itu terus mengiang di kepalaku. Aku mengusap wajahku dengan kedua telapak tanganku. Aku melemparkan pisau ke halaman Tante Amy di rerumputan.
"Bloom" Adams berada di belakangku.
"Bloom" panggilnya lagi.
"Hey, Bloom. Tidak apa. Kau melakukan yang benar"
"Yang benar?! Kau pikir itu benar?! Ya, karena kau seorang marinir semua cara kau benarkan! Karena kau seorang marinir kau berhak mengatur segalanya! Aku hanya Bloom! Gadis berumur tujuh belas tahun yang baru saja membunuh seorang anak kecil!" kini amarahku tak tertahan, air mata di mata ku terus mengalir di pipi ku.
Percy yang baru turun dari mobil menatapku aneh. Adams hanya menatapku. Tatapan yang jarang kulihat.
"Ya, memang benar. Kami membenarkan segala cara agar kami bisa bertahan hidup. Keahlian mu adalah melempar pisau dengan sasaran yang tepat, itu hal yang bisa membuat mu bertahan hidup. Dan itu hal benar. Jika hal itu tidak benar dilakukan, pasti kau tidak bisa melempar pisau dengan tepat sasaran Bloom!" wajahnya memerah sesaat.
Dia memelukku.
"Jika kau tidak membunuh anak kecil itu, mungkin kita mustahil berada di sini" bisik Adams.
"Tapi anak itu-"
"Hey, dia berubah. Itu bukan anak kecil lagi. Itu adalah virus. Dia mengambil alih otak anak kecil itu. Ingat, dia bukan anak kecil. Dia monster, Bloom. Dia monster. Ambil kembali pisau mu dan bersihkan lalu kita masuk ke mobil dan pergi dari sini" Adams menungguku yang sedang membersihkan pisauku dengan air keran di depan halaman Tante Amy. Aku mengelus-elus pisau ku agar darahnya cepat hilang. Bau anyir darah tak dapat dielakkan. Mungkin aku akan terbiasa dengan bau ini. Pisauku telah bersih dari darah, aku pun melipat pisauku dan memasukkannya ke dalam saku jaketku. Aku berjalan pelan menuju mobil karena mayat anak kecil itu berada di sisi mobilku. Tepatnya di depan halaman rumah Tante Amy. Semoga saja dia tidak marah karena di depan halamannya ada mayat seorang anak kecil. Aku melihat mata anak kecil itu. Matanya merah dengan pupil berwarna cokelat pucat. Bibirnya kering. Kulit pucat. Aku mencoba mengingat ciri-ciri zombie ini. Aku dan Adams pun memasuki mobil.
YOU ARE READING
The Virus
Science Fiction-Prolog- Run. Hide. Don't stop. Don't make a noise. Because the world has change. That 'things' always hunt you. They always see and watching you. We don't know what happen. Don't let them hunt you.This is mad world. Stay in the save place. Some peo...