Chapter 5: Survive

39 2 0
                                    

Chapter 5: Survive

Semuanya gelap. Kini, aku siap menghadapi kematianku.

***

Aku membuka mataku pelan. Dan menatap langit yang nampak buruk. Aku—digendong? Adams?

{Adam's POV}

Aku memimpin mereka berlari karena sekelompok zombie yang berada di belakang kami. Saat aku menyuruh mereka untuk belok ke kanan, aku melihat ke belakang. Bloom yang pingsan dan satu zombie semakin mendekatinya. Aku berlari ke arah Bloom dan melindunginy. Satu zombie berhasil ku tembak di kepala. Aku segera mengangkat tubuh lemah Bloom dan menggendongnya. Kami kembali melanjutkan pelarian kami dan ada satu gedung yang pintunya terbuka lebar. Aku segera ke sana dan diikuti Mom, Dad, Percy, dan Om Wallen beserta Tante Amy. Om Wallen langsung mengunci pintu itu dengan menghalanginya dengan tongkat kayu. Gedung perbelanjaan ini terlihat sangat hampa. Hanya beberapa lampu yang menerangi gedung ini. Di depan kami terdapat dua eskalator yg masih berfungsi. Aku menurunkan Bloom di lantai dengan pelan.

Matanya terbuka pelan saat melihatku. Dia masih setengah sadar. Mom membongkar tas Bloom dan mengambil tabung oksigen milik Bloom. Aku memakaikan masker yang telah terhubung langsung dengan tabung oksigen.

{Bloom's POV}

Aku akhirnya bisa bernapas bebas saat Adams memakaikan masker pernapasan ku. Aku benar-benar kelelahan. Aku tidak bisa berlari jauh. Aku masih berbaring di ubin yang dingin. Aku melihat sekitarku. Gedung yang lumayan gelap, dengan dua eskalator di samping kiriku. Aku langsung duduk dan menjauhkan masker yang ku pakai.

"Aku—aku tidak apa-apa" ucapku tersengal-sengal.

"Bloom, seharusnya kau bilang kalau kau tidak kuat lagi untuk berlari" ucap Dad mengelus tanganku.

Aku hanya terdiam.

"Baiklah, sekarang zombie di luar masih menatap kita" ujar Percy menjauh dari pintu masuk gedung.

"Ayo, kita pergi dari sini. Pintunya tidak akan menahan dengan lama" Om Wallen pun berjalan menuju eskalator.

Mom dan Percy membantuku berdiri dan kami pergi ke lantai satu. Beberapa cafe yang terbengkalai. Itu yang kulihat. Di depan ku masih terdapat jalan, aku pun berjalan dan ingin mengetahui ada apa di dalam sana. Dan, yang kulihat adalah tempat perbelanjaan baju-baju.

"Percy! Ayo, kesini!" ajakku melambaikan tanganku.

Percy hanya mengikuti ku. Dia tersenyum senang saat melihat puluhan pakaian yang tergantung dan terlipat di tempat dan raknya. Aku dan Percy mulai melihat-lihat baju yang mahal. Aku mengambil pakaian kaos lengan panjang serta jaket kulit berlengan panjang. Sedangkan Percy mengambil celana jeans hitam dengang sweater berwarna abu-abu. Aku membawanya kembali ke kelompok. Aku melihat keluargaku yang duduk di sebuah kursi cafe. Kami berdua mendatangi mereka.

"Aku menemukan pakaian yang masih baru, mungkin cocok denganku" ucapku kemudian duduk di samping Mom.

"Baiklah, kita harus tetap menuju pusat evakuasi. Kita harus cepat, Mom bilang dia pernah ke sini dan menemukan pintu keluarnya selain pintu ini" Adams melipat tangannya ke depan dadanya. Aku hanya mengangguk saat kakak laki-laki ku berbicara dengan serius. Om Wallen beranjak dari posisi duduknya diikuti Adams.

"Tunggu, sekarang?" tanya Percy.

"Tentu saja, Percy. Kau tidak mau membusuk di sini kan?" kata Adams sedikit menyeringai. Aku pun menyimpan pakaian baru ku ke dalan ransel dan kembali memakaikan ranselku ke bahu ku. Kami kembali berjalan kaki. Untung saja Mom dan Dad tidak mempunyai riwayat penyakit yang buruk, jadi kami bisa berjalan dengan jauh kecuali aku.

The VirusWhere stories live. Discover now