Mata Raihan tak berpindah sama sekali dari objek yang dilihatnya. Baginya, pemandangan yang ada dihadapannya ini adalah sesuatu yang amat indah. Bahkan melebihi dari matahari yang terbit di pagi ini. Alasannya sederhana, Raihan melihat Aqila yang sedang menyiapkan sarapan ke meja makan dengan serius. Ekspresi yang ditampilkan Aqila menurut Raihan sangat lucu. Ditambah lagi dengan piyama yang dipakainya yang sedikit kebesaran, Raihan bisa melihat siluet tubuh Aqila dari luar. Rambut berwarna coklat kopi sepunggung Aqila yang dikuncir ponytail memperlihatkan leher jenjangnya yang juga tak luput dari sorotan mata Raihan. Bagi Raihan, inilah saat-saat yang sangat ditunggunya. Lama, dia menginginkan saat-saat seperti ini. Saat dimana ada sosok istri yang melayaninya. Setelah selesai, Aqila duduk di sebelah kanan Raihan.
Mereka sarapan dalam diam. Tak ada yang memulai pembicaraan terlebih dahulu dan yang terdengar hanya ada bunyi sendok dan piring yang beradu. Sesekali Aqila melirik Raihan yang tengah melahap sarapannya dan Aqila menunduk saat tatapannya bertemu dengan Raihan. Pipinya sempat memerah karena malu diketahui Raihan tengah mencuri-curi pandang kepadanya. Padahal Aqila tak tahu saja, bahwa sedari tadi Raihan lah yang terus-terusan melihatnya.
"Pa aku izin ya mau kerja kelompok disini sama teman-teman aku." Rita yang pertama kali membuka suara. Membuyarkan Raihan dan Aqila dari lirik-nunduk-lirik-nunduk.
"Ehm" Raihan berdehem dan membenarkan posisinya yang sudah benar. "Oke Papa izin kan."
"Makasih Pa." Selesai mengucapkan itu, selesai pula Rita menghabiskan sarapannya. Karena tak mau berlama-lama bersama Aqila, Rita langsung pamit untuk pergi ke mobil terlebih dahulu.
Aqila berniat mengantarkan Raihan sampai ke depan pintu rumahnya. Dan selama perjalanan dari ruang makan sampai pintu tangan Raihan tak pindah dari pinggang Aqila. Setelah sampai, Aqila mencium punggung tangan Raihan. Dan sepertinya itu akan menjadi kebiasaannya setiap pagi dan sore kala Raihan berangkat dan pulang dari kantor.
"Rasanya aku ngga mau ke kantor dulu deh hari ini." Ucap Raihan dengan lesu.
"Lho kenapa Mas? Kamu sakit? Ngga enak badan? Atau kecapaian?" Tangan Aqila terulur menyentuh kening Raihan yang di rasa tidak demam. Aqila mengerutkan dahi.
"Mau sama kamu seharian ini." Ucap Raihan dengan entengnya.
"Ish.. Sana kerja. Kalo ngga kerja ntar anak istri kamu makan apa Mas? Aku ngga mau ya dikasih cinta doang."
"Matre juga ya kamu." Raihan mencubit hidung Aqila dengan gemas.
"Bukan matre Mas, tapi realistis." Aqila terkekeh dan diikuti oleh Raihan.
"Papaaaaaa cepet nanti aku telat!" Teriak Rita dari dalam mobil.
"Noh anaknya udah manggil, sana berangkat."
"Baik-baik ya kamu di rumah." Raihan mencium kening Aqila dan berlalu pergi.
***
Seperti perkataan Rita tadi pagi kalau teman-temannya akan datang untuk kerja kelompok. Saat membuka pintu Aqila melihat 3 orang anak perempuan yang tengah berdiri dihadapannya.
"Siang Kak..." Ucap salah satu diantara mereka. Aqila terkekeh saat dirinya dipanggil Kakak oleh anak yang memakai kerudung berwarna putih. 2 diantaranya tidak berjilbab.
"Siang.." Aqila membalas dengan senyum manis. "Ritanya kemana?" Tanya Aqila yang tidak melihat Rita diantara mereka.
"Rita lagi fotokopi dulu Kak."
Aqila mengangguk dan menyuruh mereka untuk masuk.
Mereka duduk di ruang tamu dan Aqila langsung menyiapkan dua kotak donat dan air minum. Aqila langsung pamit untuk menuju ke kamarnya.
Tak lama Rita masuk dengan membawa beberapa kertas ditangannya. Rita langung bergabung ke teman-temannya.
"Rit, Kakak lo baik banget sih." Satu diantara mereka yang memakai bandana pink berkata. Dan mendapat anggukan dari 2 temannya yang lain.
"Kakak? Gue ngga punya Kakak." Rita terlihat bingung.
"Itu yang perempuan. Tadi dia yang nyiapin ini semua."
"Oh Tante Qila, dia Mama tiri gue."
"APA???!" Mereka bertiga tampak terkejut dengan perkataan Rita. Rita hanya mengendikkan bahu dan tak ambil pusing.
"Yaudah yuk langsung ngerjain aja."
****
Aqila berjalan melewati Rita dan teman-temannya yang sedang belajar diruang tamu. Berkali-kali pintu rumahnya diketuk, dan Aqila tak tahu siapa. Dia terkejut saat mendapati Raihan lah yang tengah berdiri. Raihan menampilkan senyumnya hingga gigi gerahamnya terlihat."Lho kok udah pulang sih Mas?" Tanya Aqila yang sedang mengambil alih tas yang dibawa Raihan.
"Oh jadi aku ngga boleh pulang cepet?"
"Bu..bukan begitu, biasanya kamu kan selalu lembur." Jawab Aqila tak enak, Aqila menyuruh Raihan untuk masuk lalu menutup pintu.
"Kangen istri." Raihan menyeringai dan dibalas cubitan diperutnya oleh Aqila. Direngkuhnya pinggang sang istri tapi Aqila malah melepaskannya. "Ada anak-anak, Mas." Bisik Aqila tepat ditelinga Raihan. Raihan mengangguk paham.
"Sore Om.." Sapa teman-teman Rita saat Aqila dan Raihan melewati tuang tengah. Raihan membalasnya dengan senyum ramah. Dan keduanya langsung berlalu ke kamar.
Teman-teman Rita tak henti-hentinya memandang Aqila. Dari semenjak Aqila ingin membuka pintu tadi, oh bahkan sejak pertama kali bertemu Aqila sanggup membuat semua teman Rita terperangah. Aqila kini tengah mengenakan dress rumahan selutut, tak ada yang istimewa di dress itu tapi yang membuat teman Rita terkagum adalah wajah Aqila yang seperti gadis Jepang. Kulit Aqila berwarna putih pucat dan rambutnya lurus tergerai berwarna coklat kopi.
"Gila ya, Mama tiri lo itu cantik banget tau ngga." Gadis dengan bandana pink memberi penilaian, dan kedua temannya yang lain mengiyakan.
"Iya, bener banget tuh Rit. Mama lo kenapa ngga jadi artis aja ya? Oh atau jadi personilnya JKT 48, ah AKB aja kalo engga." Kini gadis yang sangat kentara J-pop itu yang menyahut. Sedangkan teman Rita yang satu lagi hanya mengangguk-ngangguk bak boneka dalam mobil.
"Duuuuh Rit, gue jadi ngefans deh sama Mama lo. Entar gue cari instagramnya lah." Kini yang berbanda pink yang menyahut.
Rita tak ambil pusing dengan omongan teman-temannya dan hanya dia balas dengan endikan dibahunya.
****
Raihan menghampiri Aqila yang tengah duduk dipinggir ranjang. Ditangannya ada sebuah kotak berwarna biru dengan pita senada. Lalu diberikannya kotak itu kepada Aqila. Aqila menerimanya dengan sesikit ragu, namun Raihan tetap menyuruhnya untuk membukanya."Jilbab? Kamu ingin aku berjilbab Mas?" Tanya Aqila saat mengetahui apa yang ada didalam kotak itu. Selain jilbab, terdapat juga gamis cantik yang berwarna senada dengan jilbab yang dipegangnya.
Raihan mengangguk dan memegang tangan Aqila dengan lembut, "sekarang kamu itu tanggung jawab aku, Qila. Dosamu itulah lalaiku. Lagi pula berjilbab itu wajib bagi setiap wanita muslim yang sudah baligh. Oh ya dan satu lagi, aku sangat pencemburu kalau keindahan istriku dinikmati oleh laki-laki lain."
"Ta..tapi perilaku aku belum sempurna Mas."
"Sayang, wanita berjilbab diluar sana juga bukan manusia sempurna tanpa dosa. Tapi mereka sedang berusaha untuk memperbaiki diri mereka agar Tuhan mereka ridho dengan apa yang mereka kenakan." Raihan meraih jilbab yang Aqila pegang lalu memasangkannya ke kepala Aqila. Kedua tangannya menangkup di wajah Aqila, "tuhkan kamu tambah cantik dengan jilbab Qila." Raihan langsung mencium kening Aqila.
"Iya Mas insya Allah."
"Luruskan niat kamu, bukan karena aku tapi karena Allah. Aku juga engga minta secepatnya kamu pakai ini, aku ngerti itu." Raihan mengeluarkan dua lembar kertas yang ada disaku jasnya lalu memberikannya kepada Aqila.
"Tiket? Bali? Maksudnya honeymoon Mas." Aqila tersenyum malu-malu.
Raihan mengangguk, "besok jam 10 pesawat take off. Ah kenapa panas banget ya? Aku mau mandi dulu deh." Raihan nampak salah tingkah, kentara dari sikapnya yang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Raihan meraih handuk dan segera masuk ke kamar mandi. Sedangkan Aqila masih termangu memandangi kedua tiket yang masih ada di genggamannya. Rasa bahagia sangat membuncah dihatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stepmother
Spiritual12januari2017: 1st in spiritual 5januari2017: 3 in spiritual Jika di film atau di cerita-cerita, sosok ibu tiri merupakan momok paling menakutkan bagi anak. Ia diibaratkan sebagai sosok nenek lampir yang sangat menyeramkan dan juga menyebalkan. Namu...