Part 11

26.4K 2.1K 34
                                    

"Iya sayang ini lagi di jalan, mau pulang."

"Bang konsen dong nyetirnya, jangan telponan terus!" Raihan menyela pembicaraan Rama—Kakak kandung Raihan dengan seseorang di seberang telpon.

"Biasa lah Yang, namanya juga jomblo sirik aja."

Raihan hanya memutar matanya jengah.

Tin tin tin

"Bang awas di depan truk!!!"

Rama langsung mengendalikan stir ke arah kiri, kemudian ke kanan. Rama menghindari mobil yang lewat lalu DUARRRR!!!

Mobil itu menabrak pohon dengan kencang.

****

Raihan terbangun dari tidurnya. Napasnya tersengal-sengal, seperti habis lari kiloan meter. Keringatnya mengucur deras. Aqila yang tengah pulaspun ikut terbangun.

"Mas kenapa?" Tanya Aqila tampak khawatir. Raihan diam, tak menjawab apapun.

Aqila langsung bangun dari ranjang kemudian keluar kamar menuju dapur. Tidak lama Aqila datang membawa segelas air putih, kemudian langsung diberikannya kepada Raihan. Raihan meneguknya, napasnya sudah lebih teratur.

"Mimpi buruk Mas?"

Raihan mengangguk. Ia sendiri juga heran mengapa mimpi itu datang lagi.

"Qila.." Raihan menghadapkan wajahnya ke Aqila.

"Ya?"

"Aku ingin membicarakan sesuatu. Tapi kamu harus janji. Ngga ada yang berubah setelah ini."

Aqila mengangguk, tanda menyetujui ucapan Raihan.

"Beberapa tahun lalu, aku mengalami kecelakaan mobil—" Raihan memejamkan matanya mencoba mengingat-ingat kembali. Baginya kejadian itu serupa mengorek kembali luka lama, dan sakitnya masih terasa.

"Aku dan Bang Rama sempat kritis di rumah sakit. Engga lama setelah itu dia.. Dia meninggal..

Istrinya Bang Rama, Mbak Lidya yang tengah hamil 8 bulan shock. Bahkan dia tidak punya semangat hidup lagi. Baginya hidupnya sudah berakhir semenjak suaminya pergi. Aku yang merasa bertanggung jawab atas kepergian Bang Rama merasa bersalah. Aku menikah dengan Mbak Lidya karena tidak ingin melihat bayi yang dikandungnya lahir tanpa seorang Ayah. Aku pikir semuanya akan baik-baik saja setelah aku menikahinya, tapi kondisi psikologisnya semakin parah. Dan bayinya harus segera di keluarkan. Operasi pun terjadi, tapi ternyata Allah berkehendak lain. Mbak Lidya meninggal di meja operasi setelah bayinya di angkat. Kamu tahu La? Sejak aku menikahinya sampai beliau tiada, aku sama sekali tak pernah menyentuhnya. Aku takut, aku memghargainya sebagai kakak iparku sendiri. Dan aku takut kalau Bang Raihan marah di atas sana."

Satu butiran mengalir di pipi Raihan yang lama kelamaan semakin banyak. Aqila membawa Raihan ke dalam pelukannya.

"Apa bayi itu adalah Rita?" Dengan ragu Aqila bertanya. Lalu dibalas anggukan oleh Raihan.

"Ja..jadi Rita bukan anak kandung kamu?"

Lagi, Raihan mengangguk dalam pelukan Aqila.

"Jadi ini maksud Mama?"

Raihan mengangkat kepalanya, dahinya mengkerut tanda bingung.

"Mama bilang apa?"

"Mama bilang, katanya nikmatin aja masa-masa ini. Soalnya masa ini pertama bagi kita. Lah kan aku bingung dong Mas, kalau aku sih emang yang pertama, tapi kalau kamu kan sebelumnya emang pernah nikah." Muka Aqila sampai merah bicara seperti itu.

Raihan tersenyum melihat perubahan tingkah Aqila yang terkesan malu-malu. "Tapikan emang kamu yang pertama buat aku, dan InsyaAllah akan jadi yang terakhir."

"Duh baaaanggg lagi gombal ye?"

"Masa kamu ngga bisa bedain mana gombal mana yang bener sih La."

"Iya-iya bisa. Yaudah yuk tidur lagi."

"La." Raihan menahan lengan Aqila, kemudian mengerlingkan matanya. Aqila paham kode yang diberikan oleh Raihan.

"Aku lagi haid Mas."

---
"Aku takut La." Raihan tengah duduk di atas ranjang dengan perasaan kalut. Aqila yang sedang berhias pun menghentikan aktivitasnya untuk duduk disamping Raihan.

Aqila meletakkan tangan kanannya di atas tangan Raihan, seakan memberikan kekuatan lewat tautan tangan mereka. Aqila mengusap lembut kepala Raihan, baru kali ini dia melihat Raihan yang benar-benar terpuruk seperti ini.

"Bang Rama dan Mbak Lidya pasti senang, karena kamu sudah berusaha menganggap Rita dan membesarkannya seperti anak kandung kamu sendiri. Bahkan kamu sudah lebih mementingkan dirinya daripada diri kamu sendiri, Mas. Aku janji, akan bantu kamu untuk mendidik Rita. Dan perlu kamu tahu, aku bangga bisa mendampingi kamu."

***
"Papa ini kita mau kemana sih? Kok jalannya kayak pengen ke kuburan gitu?"

Raihan tidak langsung menjawab pertanyaan dari Rita. Ia malah melihat Aqila yang tengah duduk di jok samping kemudinya.

"Nanti juga kamu tahu kok." Kali ini Aqila yang berbicara.

Mereka bertiga telah sampai di tempat yang di maksud. Ketiganya berjongkok di dua buah gundukan tanah. Tanggal wafat keduanya bertulis 15 tahun yang lalu.

"Papa ini makam siapa?"

Rita bukan menunjuk makam Lidya, karena dirinya sudah tahu kalau itu adalah tempat istirahat terakhir Mamanya. Tapi kali ini Rita menunjuk makam yang ada di samping Mamanya, yaitu makam Rama. Ayah kandungnya yang sebenarnya.

"Ini makam kakaknya Papa."

Raihan terpaksa menyembunyikan kebenaran itu. Karena Raihan masih takut kalau Rita tahu yang sebenarnya dia akan menbenci Raihan. Raihan tidak mau itu terjadi. Raihan sudah bertekad untuk membesarkan Rita sepenuh jiwa raganya.

***
Maleeeeemmm..
Cieee si Papa lagi curhat nih yeee

Tetep ya jangan lupa voment-nya
Happy reading :)

Regards,
Desi

StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang