Extra Part: A Fake Ji Chang Wook

29.3K 1.5K 28
                                    

Rita POV

Udara dingin menusuk sampai ke tulang, aku mengeratkan kembali jaket yang ku pakai. Kedua lututku ku tekuk, dan tanganku memeluk lututku sendiri. Bahkan api unggun di depanku tidak terasa hangat.

Saat ini, atau tepatnya malam ini aku sedang mengikuti acara Makrab atau yang biasa disebut Malam Keakraban bagi Mahasiswa baru sepertiku. Tapi acara ini dikhususkan untuk Maba (read: mahasiswa baru) yang berasal dari Jakarta dan Tangerang saja. Maklum lah kami anak rantau, jadi harus sering mengadakan acara seperti ini agar komunikasi tetap berjalan lancar.

Yang mengikuti acara ini memang hanya angkatan aku saja, tapi lumayan banyak. Karena berasal dari semua fakultas dan prodi. Aku sendiri masih setengah tidak percaya akan keberadaanku disini. Akhirnya aku jadi Mahasiswi Universitas Brawijaya, sist.. Ya, sedikit lebay sih, tapi mengingat Papa yang waktu itu sempat tidak memberikan izin padaku jadi aku sedikit pesimis. Untunglah ada Tante—Mama Qila yang membantuku meloby Papa, sayangkan jurusan Kedokteran lewat jalur SNMPTN harus ditolak gitu aja.

"Eh Rit, malah bengong." Puspita, teman kenalanku selama masa Ospek menepuk bahu, aku yang sedang melamunpun terkejut, "itu pilih siapa yang jadi ketua angkatan kita."

Puspita memberikan aku sepotong kertas kecil, aku menatapnya bingung. "Ini buat apa Pit?"

"Astaga! Jadi dari tadi lo ngapain aja sih? Lo ngga merhatiin ya orasi kandidat ketua?"

Aku menggeleng. Puspita langsung menepuk jidatnya sendiri.

"Nih kandidatnya ada Fadil, Rizki sama Rivan. Lo pilih aja deh salah satu." Puspita memberikan aku pulpen. Aku langsung menulis sesuatu di sana.

Aku bingung sebenarnya harus memilih siapa, padahal ini hanya pemilihan ketua angkatan saja. Bukan milih calon imam. Hihi. Akhirnya aku pilih Rivan saja lah, namanya keren. Aku berharap sih orangnya juga sekeren namanya.

Sambil menunggu perhitungan suara, acara selanjutnya adalah games. Aku mencedih, saat tahu tentang games yang akan dimainkan. Terlalu mainstream. Dimana sebuah lagu di putar bersamaan dengan berputarnya botol dari satu orang ke orang lainnya. Jika lagu berhenti di orang tersebut, orang itulah yang mendapat hukuman. Tapi walaupun begitu, aku sih tetap berdoa agar tidak berhenti di aku, malas saja harus beranjak dari tempatku. Kalau kata anak sekarang sih PW (read: pe we) alias Posisi Wuenak.

Satu putaran, aman.. Lagu masih saja berputar. Dan Hap! Aku menangkap botol itu dan omo! Lagu berhenti. Mati. Mati. Mati.

"Nah.. Botol terakhir dimana? Silakan maju yang memegang botol." Kata MC.

"Waah.. Lo Rit yang kena." Kata Puspita. Wajahnya terlihat bahagia sekali melihat aku yang kesusahan. Dasar teman!

"Gue ngga mau pit. Lo aja ya." Aku memohon pada Pita.

"Ish ogah! Sana maju!"

"Maju! Maju! Maju!!" Kali ini suara anak-anak yang menggema. Mau tidak mau aku berdiri, dan langsung mendekat ke arah api unggun.

"Okay, kita cari satu lagi buat pasangannya."

Kini musik kembali berputar, aku tidak peduli botol akan berhenti di siapa, yang jelas aku ingin cepat kembali ke tempatku. Jujur saja saat ini aku malu bukan main.

"Yak, botol terakhir ada di Rivan. Ayo Rivan maju."

Aku masih menunduk saat seseorang berdiri disampingku. Aku hanya bisa melihat sepasang sepatu converse yang dipakainya.

"Apa nih hukuman buat mereka?"

"Gendong aja!"

"Tembak lah.."

"Suruh joget dangdut."

Ish apa-apaan coba! Baru kenal udah di suruh yang engga-engga aja. Biar begini juga standarisasi aku dalam memilih cowok kan tinggi. Minimal kayak oppa-oppa kesukaanku di Super Junior lah.

"Gimana kalau Rivan suruh nembak aja?"

"Setuju! Setuju!"

"Ih gue ngga mau," aku mengangkat kepalaku untuk melihat ke arah laki-laki di sampingku. "Ji.. Ch..Chang Wook?" Sumpah demi apa? Aku ngga mimpi kan? Ji Chang Wook ada dihadapanku sekarang, aku ngga perlu jauh-jauh ke Korea buat bertemu sama dia, dan sekarang dia sudah berada dihadapanku sendiri. Ya Allah.. Mimpi apa aku semalem? Meskipun aku ngga bisa sepenuhnya melihat wajah dia, tapi aku bisa melihat dari pendaran cahaya api unggun yang mantul ke wajahnya, garis wajahnya itu mirip sekali dengan si ganteng Ji Chang Wook Oppa.

"Nama lo siapa?" Kata Ji Chang Wook Oppa.

"Ri.. Rita.." Uh lidahku jadi susah di gerakin sekarang. Boleh pingsan ngga sih?

"Lo mau ngga jadi pacar gue?" Kata Ji Chang Wook lagi.

Aku mengangguk, entah kenapa ini kepala secara otomatis bergerak sendiri tanpa perintah dariku. Padahal jelas-jelas otakku memberi peringatan hal ini adalah mustahil, bukan Ji Chang Wook sungguhan lah yang sedang menembakku.

Tapi tetap saja rasanya pengen mati. Dia menembak tepat di dadaku. Aww.

Aku terbayang waktu Ji Chang Wook berperan di drama Healer, waktu ia memegang pistol. Tatapannya yang tajam, wajah gantengnya, hidungnya yang mancung, aww buat aku merinding dan juga membuat lututku lemas.

"Cieeee Rita!" Aku bisa mendengar suara Pita. Namun kepalaku terpaku pada laki-laki dihadapanku ini. "Namanya Rita dari Fakultas kedokteran!" Pita berteriak lagi.

"Cieeee cieeeee.." Kali ini anak-anak yang mengejekku.

"Lo kesambet ya?" Ji Chang Wook menatapku, sambil mengayunkan tangannya di depan wajahku.

"Eh eh engga! Enak aja, gue ngga kesambet!"

Akhirnya aku kembali bisa bernapas lega saat MC menyuruhku untuk kembali ke tempat.

"Cieee Rita jadian nih yeee?" Goda Pita.

"Apaan sih? Orang cuma games doang."

"Tapi lo beneran terpesona deh sama Rivan." Pita terkekeh melihatku yang misuh-misuh. Pingin toyor kepalanya aja rasanya. Sebel.

"Engga! Dia cuma mirip doang sama Ji Chang Wook. Udah itu aja."

"Pipinya ngga usah merah kali." Dasar ya emang bener-bener nih anak minta di toyor beneran, "awww.." Pekik Pita. Rasain, aku ngga peduli meskipun dia menganggapku tidak sopan atau apalah, karena baru kenal sudah berani main toyor kepala.

"Aduuuh pala gue... Gue udah di fitrahin tauk!"

"Bodo!"

"Selamat malam.. Gue Rivan dari Fakultas Teknik jurusan Arsitektur. Terima kasih karena kalian memberikan kesempatan ini pada gue. Insya Allah gue akan menjalankan amanat ini sebaik-baiknya."

What? Jadi dia yang kepilih? Ish...

****

Sejak acara Makrab itu, aku jadi di kira pacaran sama Rivan, kan sebel. Meskipun dia itu kloningannya Ji Chang Wook sih. Tapi harus ku akui juga dalam hati aku juga merasa senang. Ih sebenarnya ini hati kenapa sih?

Aku jadi sering mampir ke fakultas Teknik yang terkenal jurusan paling banyak anak laki-laki itu. Hanya sekedar lewat saja sih sebenarnya, ya hitung-hitung siapa tahu bertemu dengan Rivan.

Tapi ia seperti hilang di telan bumi. Semenjak makrab aku tidak pernah lagi bertemu dengannya atau sekedar melihatnya saja. Padahal aku ingin sekali melihat wajahnya ketika terkena matahari. Pasti bakalan bersinar terang. Uuuh my sunshine.

Oiya, aku juga sempat cerita ini ke Mama Qila, dan kalian tau bagaimana reaksinya? Mama Qila sangat penasaran sekali dengan Rivan. Bahkan sampai ingin bertemu langsung. Untung saja Mama Qila sudah melahirkan adik keduaku, kalau tidak, bisa-bisa adikku ileran karena keinginan Mama Qila yang tidak dituruti.

Aaah aku tidak tahu, bagaimana kelanjutan ceritaku bersama dengan dia selanjutnya. Tapi yang jelas, aku ingin mengenalnya lagi, bukan karena ia yang mirip Ji Chang Wook, tapi karena aku penasaran dengan kepribadiannya. Semoga suatu hari nanti, entah kapan. Kita bisa bertemu di tempat yang tepat dan waktu yang tepat juga.

****

StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang