entahlah. tiba-tiba saja kurasakan air mata mengalir perlahan di pipiku. tak tahu apa sebabnya. hal ini bukan terjadi sekali, setiap melewati jalan ini aku selalu menangis tanpa sebab.
jalanan yang selalu sepi dan tak banyak dilewati orang. tepat berada di bawah jembatan ada sungai yang membentang luas. di tepinya ada padang rumput yang cukup luas dan beberapa pohon tampak rindang menutupi rerumputan itu sebagai kanopi. di seberangnya ada jalan setapak cukup lebar yang seolah tak berujung. tepat di depan tubuhku berdiri ini ada sebuah rumah yang usang dan lebih tampak seperti gubuk yang sudah tak ditinggali pemiliknya sejak puluhan tahun yg lalu.
entahlah tapi kurasa ada satu hal yang hilang dari ingatanku. sesuatu yang sangat membuatku merindukan rumah ini, rumah yang seolah sangat familiar bagiku.
kurasakan mataku tiba-tiba gelap sebelum sebuah hentakkan di bahu berhasil membuatku jatuh terbaring di tanah.
*.*.*.*.*
"kakak... tunggu dong!!", seorang anak kecil berlarian mengejar seseorang yang lebih besar darinya di sebuah padang rumput yang ditumbuhi banyak ilalang yang indah.
anak itu tiba-tiba menghentikan larinya untuk mengatur napas dan mendongakkan wajahnya menatap seseorang yang menepuk bahunya yang saat itu tersenyum lebar padanya.
"ayo pulang, Yuri. ibu menunggu di rumah", kata lelaki besar itu.
yang dipanggil Yuri tersenyum dengan lebar dan mengangguk.
mereka telah sampai di sebuah rumah kecil depan sungai. keduanya membuka pintu dan mengucapkan salam. seorang wanita paruh baya keluar dari arah dapur dan menyambut mereka dengan senyuman hangat.
"Yuri, Kei, ayo makan selagi hangat".
mereka bertiga makan penuh lahap di meja makan. tak ada menu istimewa. hanya ada nasi, semangkuk soba, dan telur. melihat itu, anak laki-laki yang paling kecil memanyunkan bibirnya. sang ibu menyadari hal itu.
"ada apa sayang? ayo makan lagi"
Yuri tak menjawab. sisa nasi di mangkuknya diberikan pada ibunya kemudian ia mengelap tangannya yang kotor di bajunya yang rombeng.
sang ibu menatap anaknya dengan pandangan bingung.
"kok tidak di makan?", tanyanya.
"Yuri sudah kenyang. ibu makan saja punya Yuri", jawabnya.
ibunya terkejut, "tapi kau baru makan beberapa sendok, nak. ayo makanlah!", perintah sang ibu sambil menyodorkan kembali mangkuk nasinya.
anak lelaki itu menggeleng.
"tidak bisa. ibu sudah ratusan kali memberi Yuri dan kak Kei semangkuk penuh nasi tapi ibu hanya makan seperempatnya saja. bukankah itu tidak adil?", jelas Yuri.
Kei menghentikan makannya. anak itu tersenyum dan memberikan mangkuk nasinya pada Yuri.
Yuri menatap kakaknya dengan bingung.
"kalau begitu Yuri harus makan punyaku juga", ucapnya.
mulut Yuri menganga.
"tap.. tapi.. tapi.. nanti kakak..."
"aku sudah kenyang!", jelas Kei tersenyum lebar sembari menepuk-nepuk perutnya yang seolah buncit.
mata Yuri berkaca-kaca. ia hanya bisa mengangguk dan mulai memakan nasi pemberian kakaknya.
mereka bertiga tertawa memecah kesunyian malam yang sebentar lagi akan segera menjadi malam yang mencekam.
*TBC*
KAMU SEDANG MEMBACA
Moment
Fanfictionsebuah keluarga kecil hidup bahagia dalam rumah kesayangan mereka, namun pada suatu malam datang sekelompok orang tak dikenal menghancurkan seisi rumah. adu cekcok terdengar antara Chinen Misaki sang ibu dengan seorang pria bersuara berat dan garang...