=Go to Present=
di sebuah ruangan bercat putih yang luas, pemuda bertubuh mungil itu mendapati dirinya telah bangun dari tidurnya yang tampak lama dan seolah bermimpi buruk. ketika ia menoleh lurus ke arah cermin besar di depannya, ia segera sadar bahwa itu bukanlah sebuah mimpi melainkan sebuah kenangan pahit yang membuatnya teringat lagi yang bahkan sebenarnya sudah ia rencanakan lama untuk mengubur kenangan itu jauh di dalam lubuk hati dan pikirannya. sebuah kenangan pahit yang memang sengaja ia kubur supaya tak lagi merasakan kesedihan dan sakit dalam kehidupan barunya. pemuda itu terpaksa merasakan sakit kembali. ia berusaha untuk menolaknya kembali dan berharap agar perasaan dan kenangan lama itu segera pergi terkubur lagi. ia mencoba untuk membaringkannya lagi tubuhnya yang kecil di kasur berukuran besar itu dan mulai menutup mata.
satu menit...
sepuluh menit...
dua puluh menit...dan air mata mulai berlinang dari kedua matanya. ia tahu itu takkan bisa. ia tahu kenangan pahit itu takkan pernah bisa ia kubur lagi jauh ke dalam ruang tersempit dalam hatinya. ia tahu bahwa kenangan pahit itu pasti akan kembali mempertemukannya pada sesuatu yang takkan ia harapkan kedatangannya. sesuatu yang seharusnya ditakdirkan di dalam kehidupannya.
ia memposisikan punggungnya menyandar pada punggung kasur dan kembali menatap cermin dengan pandangan kosong. ada sesuatu dalam kenangan itu yang hilang dari ingatannya. ketika ia mencoba mencari-cari sampai ke sudut ingatannya, kepalanya sakit luar biasa. ia menjerit keras hingga seseorang mendobrak pintu kamar itu dan kini menghampiri tubuh sang pemuda mungil itu. seorang pemuda berwajah tampan, berkulit putih, dan rambut hitamnya berkilau indah itu sedang menatapnya cemas.
"kau tak apa-apa?", tanya pemuda itu cemas. ia memegang kedua lengan pemuda mungil itu.
"Yuri.. jawablah! kau tak apa-apa?", tanyanya lagi.
pemuda mungil yang dipanggil Yuri itu pun menatap pemuda itu dengan tajam.
"kau siapa? jangan sentuh aku!", jawab Yuri sambil mendorong kasar tubuh pemuda itu.
sang pemuda tetap tak mau dengar. ia kembali menghampiri Yuri masih dengan tatapan cemasnya yang berkaca-kaca. melihat betapa ngototnya pemuda itu, Yuri menggapai beberapa benda yang terpajang di meja kecil di sebelahnya lalu melemparkan benda-benda itu ke arah sang pemuda.
"pergi..! jangan kemari atau kau kubunuh?!!", ancamnya sambil menodongkan sebuah pigura kecil ke arah pemuda itu sementara sang pemuda mengerutkan keningnya panuh tanda tanya.
pemuda itu menghela napasnya panjang.
"kau tak mengingatku?...Yuri, kau tak mengenalku?"
Yuri hanya terdiam. ia hanya menatap dalam mata sang pemuda sambil menelusuri setiap sudut wajah sang pemuda itu. pigura di tangannya terjatuh karena tangannya melemas. air matanya kembali mengalir dari sudut pelupuk matanya.
"ka......kak. kak.. Kei? kakak....", gumam Yuri dan menekan kata terakhirnya semakin dalam sambil terus menatap sayu pemuda itu.
sang pemuda kini menghampiri tubuh Yuri dan memeluknya erat. air matanya berlinang.
"akhirnya kau mengingatku. ini aku, Kei, kakakmu", katanya sambil mengelus punggung Yuri.
mata Yuri terbelalak dan mulai menutup matanya dan membalas pelukan pemuda bernama Kei itu.
"kakak..."
"iya, ini aku"
"aku...", suara Yuri terdengar bergetar, "takut..."
"tenang. aku sudah kembali di sini. jangan cemas"
"dua belas tahun yang lalu...", Yuri tak melanjutkan kembali kata-katanya ketika sakit di kepalanya kembali menyerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moment
Fanfictionsebuah keluarga kecil hidup bahagia dalam rumah kesayangan mereka, namun pada suatu malam datang sekelompok orang tak dikenal menghancurkan seisi rumah. adu cekcok terdengar antara Chinen Misaki sang ibu dengan seorang pria bersuara berat dan garang...