Moment 7

155 14 6
                                    



Chinen Kei menghela napasnya sangat panjang. ia menatap rumah lamanya dengan segala perasaan yang campur aduk. semua flashback malam itu berulangkali muncul di benaknya setiap kali ia menengadahkan kepala menatap rumahnya yang kini telah hancur. hanya terdapat beberapa pilar yang masih berdiri, sebagian temboknya juga sudah hancur, sementara atapnya sudah tak nampak mampu melindungi apa yang ada di dalamnya akibat rubuh tepat mengenai tubuh ibunya di malam itu. dilihatnya dari kejauhan punggung sang adik yang melihat-lihat keadaan rumahnya. ia jadi merasa bahwa adiknyalah yang paling tegar menghadapi ini semua. kemudian, kejadian setelah malam itu tertayangkan lagi di kepalanya.

=Flashback=

"hmm.. aku dengar kau sangat pintar, "laki-laki bertubuh sangar itu menyeringai penuh arti. Kei mengerutkan kening, sementar hatinya berfirasat tak enak soal ini.

"a..apa maksudmu?", tanya anak itu menaikkan nada suaranya.

pelan-pelan, pria itu mendekat dan meraih dagu anak malang itu.

"jika aku tak berhasil mendapatkan Yuri, maka kau bisa kumanfaatkan."

Chinen Kei membelalakkan kedua matanya menatap pria di depannya yang saat ini sedang tertawa seperti orang gila. hal ini membuatnya muak. wajahnya memerah seperti kepiting rebus dan keningnya mengerut. ia memajukan wajahnya ke depan dan membuang ludah tepat mengenai wajah pria itu. pria bernama Takaki Ryunosuke itu menghentikan tawanya dan menampar keras pipi Kei sehingga membuat anak itu terpental ke kasurnya. dilihatnya ada darah yang berlinang di sudut bibir Kei.

"aku bersumpah atas nama Ibu dan Yuri, aku persembahkan kepalamu di depan makam mereka."

pria itu memandang seluruh wajah anak itu. tak tampak sedikit rasa takutpun di wajahnya. yang ada hanyalah sebuah meriam besar yang bisa meledak kapan saja dan itu tergambar jelas di kedua mata anak itu. Ryunosuke tak menggubris kata-kata Kei. ia hanya tersenyum penuh arti dan meninggalkan anak itu lalu mengunci kamar itu dari luar.

Kei merebahkan tubuhnya di kasur menatap langit-langit kamar yang bukan miliknya. matanya kembali berair dan berlinang sambil mengucap nama Yuri dan ibunya berulang kali hingga ia tertidur.

*.*.*.*.*

Kei merasa tubuhnya sedang ditarik paksa oleh seseorang. begitu ia membuka mata, ia terkejut mendapati dirinya sudah telanjang. ia merogoh selimut di dekatnya untuk menutupi tubuhnya. ketika ia menjalarkan pandangan ke ruangan itu, seorang anak laki-laki yang tampak sebaya umur dengannya menyodorkan sebuah kemeja putih serta sebuah celana kepadanya. Kei mengerjapkan kedua bulu matanya.

"bos memintaku menyerahkan pakaian ini padamu. sebelum kau tak punya pilihan untuk tak memakainya karena bajumu sudah kucuci dan kau tak punya baju lain selain pakaian ini", katanya.

Kei mengangguk sembari mengambil pakaian dari tangan anak itu.

"untuk apa? apa dia mau mencari muka padaku? apa dia sedang merencanakan sesuatu?", tanya Kei. perasaan emosi terselip jelas di setiap kata-katanya. ia mulai memakai kemeja itu di tubuhnya.

anak laki-laki itu menggeleng, "aku tidak tahu. aku hanya menjalankan perintah bos. oh ya, setelah selesai berganti baju, kau harus turun untuk sarapan dan pergi ke suatu tempat."

"ke mana?"

"entahlah. kudengar kau akan dimasukkan ke sebuah sekolah semacam tempat pengembangan otak dan kualitas hidup manusia"

"sudah kuduga. dia ingin memanfaatkan diriku untuk rencana busuknya yang tak ku ketahui."

ada keheningan sesaat di antara mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang