Heran dengan ucapan Shallom barusan namun ia menghela napas "Lo orang Indonesia?" Ucap di pelayan kemudian.Shallom tersentak kaget ternyata si pelayan bisa bahasa Indonesia atau memang orang Indonesia. Tapi masa orang Indonesia tampak lebih ke barat mukanya,Pikir Shallom.
"Ya, lo juga?" Tanya Shallom dengan hati-hati.
**
"Yap! Bilang kek kalo lu juga orang Indonesia. Muka lo ga ada tampang Indo, lebih kayak oriental gitu" kata si pelayan sambil tertawa kecil, "Patrick, lo?" Lanjutnya sambil memberi tangan kanannya.
"Hmmm.. Shallom." Balas Shallom singkat.
"Tadi lo cari apa? Agenda? Kemaren gue nemuin agenda, tunggu sebentar." Patrick keruangan staff lalu kembali membawa agenda berwarna maroon.
"Itu punya gue!" Teriakan Shallom membuat pengunjung cafe hening dan menatap ke arahnya. Canggung karena perbuatannya, ia menunduk sambil sedikit meringis.
"Segitu berharganya buku ini? Gue sih udah liat isinya, cuma bertuliskan "Tembok Berlin"di lembar pertama. Maaf sedikit lancang" jelas Patrick. "Jadi, tempat apa lagi yang bakal lo kunjungi setelah tembok bersejarah itu?" Lanjut Patrick dengan tatapan serius.
"Entahlah, gue juga bingung next destination gue kemana" Balas Shallom singkat.
"Gimana kalo kita jalan-jalan ke BrandenBurg Tor?" Usul Patrick. "Jangan bilang lo gatau atau tempat macam apa itu"
Lanjutnya sambil menyipitkan mata ke arah Shallom."Astaga! Gue tau! Itu kan icon Jerman banget" ucap Shallom semangat. "Jadi kapan lo mau nemenin gue kesana?"
"Nanti sore jam 3 gue udah kelar kerja. Kita bisa langsung kesana, perjalanan ga terlalu jauh" jelas Patrick.
Shallom menatap jamnya, sekarang masih jam 11, dan masih ada 4jam. Ia memutuskan untuk menunggu Patrick selesai bekerja dan langsung pergi ke BrandenBurg. Akhirnya, mengelilingi kota tanpa harus kesasar, gumamnya sambil sedikit tertawa.
Tak terasa sudah jam 3 sore, tampak Shallom menenggelamkan muka ke atas meja yang menandakan ia sedang tidur. Patrick menghampirinya dan mencoba membangunkannya dari tidurnya.
"Shall.." Ucap Patrick sambil menepuk punggung Shallom lembut. "Shall.." ulangnya tetap dengan nada lembut.
"Hm?" Shallom bangun dengan mata iritnya tersebut. "Eh?" Shallom tersadar dan benar-benar tersadar. "Maaf, tadi gue bosen dan sedikit lelah" ucap Shallom dengan muka sedikit menahan malu.
"Santai, wajar kok. 4jam nunggu itu emang ga enak. Yuk kita berangkat" jawab Patrick dengan nada masih benar-benar lembut.
**
Sesampainya di BrandenBurg Tor, Shallom langsung memotret banyak foto. Disetiap sudut, ia memotret objek yang sangat menakjubkan. Patrick hanya tersenyum melihat tingkah Shallom. Sampai akhirnya, matahari sudah berganti menjadi bulan, mereka masih menikmati Gerbang BrandenBurg itu yang terlihat gagah dengan patung diatasnya."Shall, ga capek?" Tanya Patrick yang sedari tadi hanya tersenyum melihat Shallom sibuk memotret.
"Kesempatan langka harus dipergunakan dengan baik. Gue ganyangka, Pat. Waktu gue SMA, gue nempelin poster besar gambar BrandenBurg Tor ini. Lo gatau kan, ini impian gue dari kecil" jelas Shallom dengan mata berbinar. "Lihat,Pat!" sambung Shallom melihat lampu-lampu yang menghiasi BrandenBurg mulai menyala.
Patrick menghela nafas dan membalikkan tubuhnya. Benar, lampu hias itu terlihat indah dan membuat BrandenBurg semakin tampak hidup. Sebelumnya, Patrick tidak pernah melihat lampu hias nya menyala, karena ia tidak pernah berkunjung sampai malam.
"Ambilkan foto gue di tengah sana ya, Pat" ujar Shallom sambil menunjuk arah tengah Gerbang tersebut.
Dengan hati-hati Patrick mengarahkan kamera milik Shallom, dengan sekali bidikan dan cekrek. Terciptalah foto Shallom di BrandenBurg Tor.
Setelah Shallom puas berfoto sendiri, ia menarik bahu Patrick dan mengajaknya berfoto dengan kamera handphone miliknya, cekrek. Keduanya tersenyum melihat ke arah kamera. Terciptalah foto Shallom dan Patrick.
Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 8 malam. Sampai akhirnya Shallom mengajak Patrick untuk pulang. Patrick menyetujuinya dan ia bersedia mengantar Shallom untuk pulang ke Home Staynya.
"Jadi, tujuan lo ke Berlin untuk apa?" Tanya Patrick memecahkan keheningan ketika menyusuri jalan yang masih ramai.
"Gue mau melanjutkan studi disini. Minggu depan studienkolleg dimulai" balas Shallom
Patrick hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Shallom. Ia paham, bahwa banyak orang asing rela ke Jerman untuk belajar demi meraih cita-cita.
"Lo sendiri disini ngapain,Pat?" Lanjut Shallom sambil menatap Patrick serius.
"Mencari sesuatu" gumam Patrick yang tidak sengaja terdengar oleh Shallom.
"Apa?" Balas Shallom dengan tatapan bingung.
"Ah enggak, tadi gue kurang fokus. Lo tanya apa? Gue kenapa ada di Berlin? Ya karena mau coba tinggal di tempat yang berbeda. Gue bosen dan jenuh di Jakarta, terlalu sumpek dan padat" Jelas Patrick.
"Oh begitu, iya sih benar juga" Shallom mengangguk dan terlihat senyuman dari sudut bibirnya.
Mencari sesuatu yang hilang, di negara tetangga, bahkan kota yang asing. Tak membuat Patrick lelah dan lupa akan tujuan awalnya menapakkan kakinya di Berlin, Jerman.
A/N Hai readers! Semoga ceritanya ga bosenin ya. Maaf banyak typo dan ga pake EYD dengan baik. Keep voting and comment. Vielen dank.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Time In Berlin
Teen FictionLangit Berlin menjadi saksi cerita Shallom, seorang siswi dari Indonesia yang sedang berjuang hidup dinegeri orang. Sedangkan Patrick, mencari sesuatu yang hilang. Banyak cerita tak terduga, karena ini pertama kali menginjakan kaki di Berlin.