5. We've Meet

24 6 0
                                    

Upacara penerimaan murid berlangsung membosankan.

Seharusnya tadi aku berangkat terlambat saja. Aku tidak menyangka akan membosankan seperti ini.

Aku hanya menatap panggung dengan tatapan mengantuk. Sambutan murid memang paling membosankan. Paling-paling hanya anak yang memperoleh nilai tertinggi saat ujian masuk dan memiliki kesempatan berkoar-koar di panggung. Membuang-buang waktu saja.

"Baiklah! Sekarang untuk penyambutan murid baru akan diwakilkan oleh Anastasya Fellania," MC membacakan sambutannya.

Fella?! Diakah? Benar saja, seorang gadis manis yang memukau beberapa anak cowok maju ke atas panggung dan memberikan sambutan. Dia memang menawan dan cantik. Pantas sebagai pacar idaman.

Aku kembali teringat saat dimana aku menemukan Mika saat pendaftaran. Aku memang selalu menemukan Mika. Namun kini? Tiap kali aku menemukan Mika, dia juga ada disana. Menemaninya.



Aku capek! Upacara penerimaan murid berlangsung 2 jam! Dan sekarang aku harus kembali berdesal-desalan dengan murid lainnya untuk melihat daftar kelas. Aku harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan kelasku.

Setelah tahu di kelas mana aku ditempatkan, aku segera menuju kelasku, memilih tempat dudukku, dan menelungkupkan wajahku. Aku ingin istirahat sebentar.

"Ehm. Hei, tempat duduk belakangmu kosong?" Tiba-tiba ada suara mengusik istirahatku.

"Terserah," jawabku kesal. Aku sedang lelah dan butuh istirahat.

"Ah, iya. Aku dari SMP Swas-"

Argh! "Berisik!" seruku kesal. Aku segera memalingkan wajahku ke belakang untuk melihat wajah mengesalkan itu. Namun, wajahnya itulah yang membuatku terdiam. "Ah-"

"Tara?!" serunya mendahukuiku.
"Wah! Nggak nyangka kamu masuk ke sini juga. Ah, iya. Kelihatannya kamu lagi capek. Kamu istirahat sebentar saja dulu," ujarnya sambil tersenyum.
Masih dengan senyum yang sama dengan 3 tahun yang lalu.

"Ah! Nggak. Tadi aku cuma lagi sebal. Jadi... Gimana dengan hubunganmu?" tanyaku penasaran. Walau sebenarnya di dalam hatiku, aku merutuki diriku sendiri karena bertanya seperti itu.

Dia masih tersenyum. "Baik-baik aja. Jadi kangen ya rasanya!" ujarnya tiba-tiba.

Kangen? Aku juga kangen setengah mati denganmu. Tapi itu harus kutahan.

"Ya, begitulah." Aku berusaha menjawab dengan senyuman palsu terbaik. Aku memang penipu handal.

Tanpa kusadari, aku mengamati dirinya. Masih sama seperti dulu. Namun tingginya jauh melampauiku, suaranya semakin berat, semakin dewasa. Inilah sosok Mika yang belum kukenal. Mika yang sudah dewasa.

"Hei. Jadi ada yang sudah terjadi selama 3 tahun ini?" tanyanya dengan senyum meledeknya.

"Apa maksudmu?" balasku heran. Aku sama sekali tak mengerti maksudnya.

"Rambutmu. Sekarang panjang ya." ujarnya sambil menyentuh rambutku dan tertawa. "Kalau dulu sih seingatku, potongan rambutmu kaya laki-laki."

Sialan! Dia mengejekku. "Yah! Banyak yang terjadi sih selama 3 tahun ini," balasku sewot. Aku sudah terlanjur dongkol.

Mika masih tertawa. "Hei! Ini nggak lucu tahu! Sudah nggak bertemu 3 tahun dan kamu cuma mau mengejek rambutku?" seruku kesal.

"Hahaha.. Oke,oke." Mika masih berusaha menahan tawanya. "Jadi, gimana masa SMP-mu? Menyenangkan?" ujarnya setelah mengontrol dirinya.

Aku hanya memandangnya dan menghela nafas. "Menyenangkan dari mana. Bahkan sebelum aku bicara dengan anak cewek, aku sudah dijauhi. Masa SMP-ku menyeramkan." Balasku sambil kembali membayangkan 3 tahun ini. Memang menyeramkan.

PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang