"Ah ... gue capek aduh. Sampe kapan gue mesti berurusan sama makhluk gak jelas, gak berguna, gak layak idup macem Gio? Gue capek banget sumpah."
"Yaudah kalo gitu, kan, lo tinggal minta putus aja, Di."
"Gak bisa gitu dong. Nanti dia gede kepala. Disangkanya gue yang duluan nyerah lagi." Diana bertopang dagu. Lima belas menit lagi jam istirahat berakhir, tapi dia masih enggan pergi ke kantin. Kalau ke kantin, nanti dia ketemu Gio lagi. Ketemu juga sama beberapa cewek kecentilan yang tidak terima karena si murid baru yang mirip Almarhum pacarnya itu, kini berstatus sebagai pacarnya.
"Lah ... elonya juga gengsian. Biarin aja lah ngalah sama dia." Nabila yang duduk di bangku sebelahnya komentar sambil makan kwaci. "Gio itu beda banget sama Giraka, ya? Padahal katanya selisih umur mereka Dua tahun. Giraka harusnya sekarang udah jadi anak kuliahan."
Mengingat Giraka, memang selalu menjadi rasa sakit tersendiri untuknya. Tapi Diana tidak pernah menyesalinya. Raka orang yang benar-benar baik. Dia murah senyum dan pengertian. Dia juga pintar dan ramah pada semua orang. Raka itu tipe cowok idaman semua cewek, yang kurang darinya hanya Satu hal ; sejak kecil Raka sakit-sakitan.
Giraka Reiner mengidap paru-paru basah sejak kecil. Dia sempurna di seluruh mata pelajaran kecuali olahraga. Pakaiannya rapi, tidak acak-acakan tidak jelas seperti Gio. Baju separuh dikancing separuhnya dibiarkan terbuka. Dasi orang lain pakai di kerah, Gio malah dililitkan di lehernya. Itu pun dia pakai kalau waktunya upacara.
Orang lain belajar di kelas, Gio asyik main seruling bambu berkeliling sekolah membuat bising. Sumpah deh. Bikin geleng-geleng kepala.
Anehnya, para cewek justru senang melihatnya. Semakin banyak yang mengaguminya.
"Raka, kamu baik-baik kah di sana?" Diana menggumam sendu, tercekik rasa rindu.
***
"Diana, tolong kamu bilangin sama Gio. Biar dia ngerti gak seenaknya ngerusak inventaris sekolah terus. Orangtuanya memang bersedia ganti rugi, tapi tetep aja kebiasaan jeleknya itu gak bisa dibiarin. Dia harus dididik, udah kelas Tiga. Gak boleh bersikap seenaknya lagi kayak gitu."
"Kenapa Ibu gak ngomong sama orangnya langsung, sih, Bu?" Diana protes. Sejak kabar dirinya dan Gio berpacaran dengan cara ngawur menyebar ke seantero sekolah, setiap kali cowok itu berbuat masalah pasti Diana yang dipanggil ke ruang guru. Memangnya apa hubungannya coba antara dia dan tingkah laku Gio yang semakin susah diatur saja?
Baru juga pacaran Dua bulan. Itu juga Diana harus terus-terusan makan ati karena cowok itu perlakukan kurang ajar. Ditoyor, disenggol, didorong, dan di-di-di lainnya. mentang-mentang namanya diawali dengan kata 'Di' juga.
"Karena kamu pacarnya. Dia dipanggil ke ruang guru gak pernah nurut. Kalo dikeluarin dari sekolah, justru dia kesenengan. Makanya, tolong bantuin Ibu nasihatin dia, ya." Bu Siska tersenyum manis. Diana semakin cemberut. Tapi toh, akhirnya dia mengangguk.
Mempersingkat waktu gitu.
"Saya coba, Bu." Setelah yakin Bu Siska tidak akan bicara lagi, Diana mohon pamit kembali ke kelasnya. Di depan pintu ruang guru, dia menghela napas lelah.
***
"Muter Lima kali terus gonggong!"
Keluar ruang guru, refleks Diana muter Lima kali dan bersuara, "Guk-guk!"
Kebiasaan.
"Ahahaha! Bagus!" Gio menghampirinya. Dia menepuk-nepuk puncak kepala Diana yang tingginya tidak mencapai pundaknya. Bahkan, Gio termasuk salah Satu cowok paling tinggi di sekolah. Si berandalan yang terlihat sekali habis berkelahi karena pakaiannya berantakkan mengangguk-angguk puas. "senengnya punya hewan peliharaan di sekolah ampe kelulusan nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
My PET Girlfriend! (Tamat)
Ficção AdolescenteS1 = My Pet Girlfriend S2 = Candy SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN Ganteng, jenius, berandalan, guru pun dilawan. Gio Reiner jadi murid pindahan paling badass di sekolahnya. Gio tidak sungkan memukul siapa pun yang berani men...