4. Cheater Girlfriend

395K 29.2K 1.1K
                                    

"Lo kasian ma Gio?"

"Iya."

"Demam pasti lo, Di." Nabila geleng-geleng. Benar-benar deh, kadang dia tidak bisa mengerti jalan pikir seorang Diana Kiezi. Kenapa juga cewek ini mesti kasihan pada Gio? Padahal kan dia jauh lebih layak buat dikasihani.

Diana menghela napas berat. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku, mendongak menatap langit-langit kelasnya yang putih pucat. Dia menjawab, "Giraka sering cerita soal Gio sama gue. Dia gak pernah berenti buat bujuk adiknya biar mau tinggal di Indonesia lagi. Dulu, awalnya gue ngerasa Gio bener-bener keterlaluan. Bikin Kakaknya sendiri bersikap sampe ngemis-ngemis kayak gitu. Raka emang baik, dia terlalu baik."

Nabila mendengarkan. Dia sesekali menyedot teh manisnya. Sengaja memilih sarapan di kelas karena tadi merasa akan datang terlambat. Ternyata jam di rumahnya yang rusak. Alhasil dia jadi sarapan di sekolah seperti sekarang.

"Tapi pas pertama kali gue ngeliat Gio, sekali pun dia kurang ajar main tampar, bikin eneg sama luar biasa jengkel. Gue sadar, ada hal lain yang berusaha dia tutupin. Dia sakit, dia rapuh. Gak semua orang bisa nyadarin ini, tapi gue bisa ngeliat semuanya dari cara dia natap orang lain. Terlalu dingin, dan gue langsung gumam dalem hati, 'Raka ... adik kamu lebih sakit daripada apa yang aku bayangin. Luka itu bisa jadi gak bakalan pernah sembuh. Mungkin, dia gak bakalan bisa terima orangtua kalian lagi.'. Tapi saat gue tela'ah lagi. Sekali pun kayak gitu Gio tetep mau tinggal sama orangtuanya kayak gini. Masih ada harapan walo sedikit."

"Di, sumpah kebiasaan lo ikut campur urusan orang bisa jadi bumerang buat diri lo sendiri." Nabila berkata khawatir. Diana punya kebiasaan jelek yang selalu mencampuri urusan orang-orang di sekitarnya. Sesekali hal itu membuatnya repot sendiri. Tapi memang dasar Diana saja yang tidak kapokan. Sekali pun beresiko, dia terus berusaha melakukan hal yang terbaik untuk orang-orang di sekitarnya.

"Raka bilang pas sebelum meninggal, Gio pasti pulang." Diana mengingat-ingat. Tersenyum pedih mengingat pertemuan terakhir mereka di rumah sakit. Cowok itu tidak kehilangan senyumnya, sekali pun tubuhnya semakin kurus nyaris tidak berdaging. Diana setia menemaninya, setiap hari akan menyempatkan diri untuk menjenguknya selama Dua bulan terakhir almarhum pacarnya itu dirawat di rumah sakit.

Raka bilang, dia sengaja tidak mengabari Gio soal kondisinya yang kian memburuk. Sebagai seorang Kakak, tentu dia harus menunjukkan kekuatan yang dia miliki di depan adik yang selalu dia banggakan. Tapi Raka tidak berhenti mengirimi Gio email. Saat dia sudah tidak sanggup lagi mengetik karena kondisinya kian parah dan lemah. Diana yang akan mengetikkan semua hal yang ingin Raka sampaikan.

Orangtua Raka bahkan sampai mengakui Diana. Kesabaran dan cintanya yang besar bahkan disaat masih remaja, membuat cewek itu dipaksa memanggil keluarga Reiner dengan panggilan 'Mama' dan 'Papa'.

Melihat Gio, menjadi luka tersendiri untuknya. Tubuh Gio jauh lebih sehat dan bugar, auranya pun lebih tegas. Diana menyesali hobi Gio yang senang berkelahi, tapi dia mengagumi hal itu di waktu yang sama. Raka, terlalu capek sedikit saja, bisa membuat penyakitnya kambuh. Gio berbeda, dia sehat dan kuat. Adiknya Raka itu, jelas terlahir dengan kondisi fisik yang prima.

Keduanya sangat mirip, hanya bertolak belakang di sifat saja. Giraka punya senyuman yang benar-benar hangat beraura bunga. Gio terlalu suram, tidak pernah sekali pun mengukir senyum selain senyuman menghina dan tawa merendahkan.

"Di, lo gak ngerasa tingkah masokis lo itu makin bikin ngeri?" Nabila menggeleng. Kalau dia jadi Diana, pasti sudah menyerah sejak awal. Lagipula, soal Gio bukan urusan Diana sama sekali. Sedalam apa luka yang orangtua cowok itu ukirkan di hati si bungsu, bukan Diana yang berkewajiban mengobatinya. "Diana, Gio itu monster. Raja setan. Punya rasa takut dikit kenapa, sih?"

My PET Girlfriend! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang