Kita cuma manusia-manusia kelaparan. Yang terlihat kuat dari luar. Terlihat kenyang sehabis makan. Bahkan jatuh tertidur. Kekenyangan.
Kita, cuma manusia-manusia kelaparan. Yang berjalan terseok. Sebab perutnya bunyi. Nyaring. Layaknya kendi pecah. Atau... sesungguhnya kita terseok sebab menampung terlalu banyak makanan. Membuat lambung jijik. Dan kamar mandi menjadi tempat pesakitan.
Kita, kita, kita manusia manusia-manusia kelaparan. Jiwa kita lapar. Selalu. Oh tidak, sering. Kita butuh kasih sayang. Keluarga, teman. Dan menjadi lapar ketika kasih sayang itu berkurang atau hilang.
Tapi pastikan, kita bukan manusia-manusia kelaparan yang mengemis di pinggir jalan. Manusia-manusia yang miskin kasih sayang, mengelu-elukan tunaasmara. Bangga dirinya lapar. Tidak. Kita tidak seperti itu. Biarkan mereka menggila dengan lapar yang dipertontonkan. Biarkan. Kita jangan.
Kita... cuma manusia-manusia kelaparan. Yang bersembunyi dalam selimut kekenyangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu-abu
PoesieKumpulan puisi tidak jadi, cerita kependekan, anggaplah tong sampah. Hanya bersenang-senang. Racau kacau-balau ini kecipratan kopi, ketumpahan susu, diaduk jadi abu-abu. Dimulai 27 Desember 2015 dan diakhiri 16 Maret 2016 P = poem/puisi C = cerita...