[C] Kelas 4 #end

1.5K 143 24
                                    

Biru

Aku sudah kelas 4. Ome bilang aku harus lebih berkonsentrasi pada belajar. Memang selama ini aku tidak berkonsentrasi ? Ome juga bilang agar aku tidak membuat masalah seperti yang sudah-sudah. Apa selama ini kerjaku hanya membuat masalah? Aku tidak mengerti mengapa keluar kelas untuk menyejukkan diri dianggap perbuatan yang salah. Aku benci disuruh duduk manis tanpa bergerak, rasanya aku ingin marah kalau disuruh diam saja. Dan apa yang salah dengan menolong kucing yang tidak memiliki Ibu?

"Biru Bumi!" suara melengking menyentakku. Di depanku berdiri seorang perempuan muda dengan rambut keriting seperti medusa. Bibirnya merah merona seperti serigala yang baru saja memangsa bayi anjing. Matanya menyala seperti mata Igo di malam hari. Oh, ya aku belum membeli makanan untuk Igo dan Reyrey. Aku harus bilang pada Ome bahwa makanan mereka hampir habis sepulang sekolah nanti. Hari ini Mbak Marni masak apa ya? Aku bosan kalau hari ini dia masak sayur bayam lagi. Memangnya aku Popeye?

"Biru!" suara Bu Luk yang melengking menusuk telinga kembali terdengar bersama suara meja yang dipukul. Bu Luk memandangku tajam.

"Saya sedang menjelaskan dan kamu melamun. Saya bertanya dan kamu masih melamun. Saya memanggil kamu dan kamu masih melamun. Kamu sudah kelas empat, seharusnya lebih dewasa bersikap, kalau ada guru yang menjelaskan...," sahutnya berapi-api. Mungkin Bu Luk sebaiknya turun ke jalan dan ikut kampanye partai-partai yang warna-warni itu. Sebab suaranya melengking dan tampak semangat. Aku suka melihat bendera-bendera partai. Ada yang merah,kuning, hijau, biru, bahkan ada yang ungu. Warna oranye ada enggak ya? Kayaknya enggak ada deh. Yang oranye kan Persija. Kalau Persija buat partai orang yang tinggal di luar Jakarta milih enggak ya? Aku sih...

"Keluar dan hormat bendera BIRU!" Bu Luk kembali berteriak tepat di dekat telingaku. Aku terdiam dan memandang Langit.

"Kamu disuruh keluar Bi, disuruh hormat bendera karena kamu enggak dengerin dia," bisik Langit. Aku mengalihkan pandangan pada Bu Luk. Baiklah, aku keluar. Aku berjalan keluar kelas diikuti tatapan dari teman-temanku. Entah apa yang mereka pikirkan. Jangan-jangan mereka ingin keluar kelas juga.

Aku berlari sampai di depan tiang bendera dan lupa kesini untuk apa. Apa sebaiknya aku berjalan kembali ke kelas dan bertanya? Aku memandang langit yang biru dan matahari yang bersinar terik. Sepertinya enak kalau di cuaca yang cerah begini minum es tehnya Bude Jumin. Maka aku berjalan ke kantin sambil mencoba mengingat apa yang harus kulakukan di depan tiang bendera.

"Bude Jumin aku mau es teh. Di plastik aja ya," sahutku. Aku merogoh saku kemeja putihku, ada selembar uang bergambar lelaki memegang pedang disana. Kalau tidak salah namanya Patimura, pahlawan dari daerah bukan Jawa atau Sumatera.

"...., sih Bi?"

"Apa? Bude Jumin bilang apa?"

"Biru kok jam belajar gini malah beli es teh. Enggak dimarahi Bu Lukita?" tanya Bude Jumin. Ia menyodorkan seplastik es teh, aku mengambilnya sambil menyerahkan selembar uang bergambar Patimura tadi.

"Tadi Bu Luk nyuruh aku keluar dan ke lapangan bendera. Tapi aku lupa ngapain ya dia nyuruh aku ke lapangan. Astaga, aku disuruh hormat bendera Bude. Aku kesana dulu ya!" jawabku lalu berlari ke lapangan bendera.

Aku memandang bendera yang berkibar sambil sesekali menyedot es tehku. Kenapa sih aku harus hormat sama bendera? Dia kan benda mati. Kenapa sih bendera harus ada di puncak? Kayaknya perlu sedikit variasi deh. Diturunin dikit enggak apa-apa kali ya? Jadi ¾. Kata Ome hidup kan enggak selalu ada di puncak, kadang kita di bawah atau di tengah.

Aku berdiri di depan tiang bendera dan mulai membuka simpulnya. Kutarik salah satu tali untuk menurunkan bendera. Nah, ini pas. ¾, tidak terlalu di puncak tapi tidak merana di bawah. Lagipula kemarin saat aku nonton tv bersama Ode, penyiarnya bilang kalau ekonomi Indonesia sedang melemah. Bukankah itu berarti negara kita sedang berjalan ke bawah? Dan berarti Indonesia sedang tidak ada di puncak tertinggi, maka bendera yang dijadikan lambang negara harus diturunkan sedikit sebagai tanda ekonomi yang lemah.

Abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang