Eight : A Moment With Him

20K 940 9
                                    

Indah menatap kaki kirinya yang tergips dengan tatapan ngeri. Kakinya yang semula ia lihat mulus kini terbungkus oleh perban kaku itu. Katanya, benda itu bisa dengan cepat menyembuhkan patah dikakinya, tapi yang ia rasakan justru sebaliknya. Ia merasakan kram dihampir sekujur kakinya. 

"Tenang saja, ini takkan lama lagi akan di buka, Indah." 

Wanita itu mendongak. Ia melihat sahabatnya yang berbalutkan seragam suster tengah merapihkan obat-obatnya yang tak sengaja ia tumpahkan ke lantai. Bibir penuhnya mengerucut. Ia lebih suka melihat apa yang ada didalam sana. Rasanya sangat ngilu ketika ia mencoba untuk menggerakkan kakinya. 

"Sampai kapan? Aku benar-benar tak tahan dengan ini." gerutunya sedikit kesal. 

Selly menarik napasnya dalam-dalam. Sebenarnya ia ingin sekali meneriaki wajah temannya itu. Namun sayang, adanya etika dunia medis yang melarang perbuatan tidak sopan terhadap pasien. Mungkin jika bisa dilihat dalam gambar di komik, asap sudah mengepul diatas kepalanya. 

"Kau terlalu berlebihan. Setidaknya tahan itu sampai acara bulan madu kalian tiba." ketusnya.

Mata Indah pun sontak membesar. Ia tersentak ternyata Selly mengetahui rencananya dengan Adrian beberapa minggu kedepan. "Kau tahu?"

Selly tersenyum kecil. Tentu bukan hanya dirinya saja yang tahu, melainkan hampir seisi rumah sakit di gegerkan dengan ledakan suara yang dibuat oleh Nyonya Hani. Wanita paruh baya itu terlihat sangat bersemangat sampai mengikuti Adrian masuk ke dalam ruangannya. wanita itu membujuk agar sang anak mau mengikuti semua rencana yang telah ia susun. 

"Siapa yang takkan tahu kalau Ibu mertuamu merengek sepanjang jalan pada Adrian?" Selly memiringkan kepalanya. Kalau saja Adrian tidak memelototinya mungkin tawanya saat itu juga akan meledak, sama seperti orang lain yang melihatnya. 

Indah mau tak mau merona mendengarnya. Hubungannya dengan Adrian terbilang masih sangat muda. Hitungan bulan pun belum, tapi ia merasa sangat senang. Kedua mertuanya yang sangat baik dan juga.. Adrian yang mulai terbuka padanya. Apalagi yang ia inginkan sekarang? Rasanya peristiwa memalukan saat di atas Altar telah terbayarkan. 

Wanita itu memainkan jari-jarinya sambil duduk diatas ranjang. Ia merunduk menatap jari-jarinya itu. Entah hanya iseng atau apa, terkadang perasaan bahagianya bisa membuatnya terlihat begitu bodoh. Sama seperti saat Rama melamarnya, ia pun merasakan hal demikian. Namun kini, perasaan itu semakin besar ketika ia bersama Adrian. Perutnya seakan tergelitik mengingat kalau beberapa malam yang lalu hingga kini, Adrian masih setia untuk menemaninya di rumah sakit. Adrian selalu mengisi kekosongan ranjangnya setiap malam, dengan alasan bahwa pria itu tak mau tidur diatas sofa. 

"Kau tahu, rasanya aku seperti kembali menjadi orang bodoh untuk kesekian kalinya. Rasa ini sama seperti saat Rama melamarku, tapi ini terasa sangat dalam. Seperti ada sebuah paku yang telah mematrinya di sini." Indah menunjuk dadanya sendiri. Benar saja, didalam sana salah satu organ tubuhnya berdenyut sangat cepat. Tubuhnya memanas mengingat Adrian, bahkan hanya melafalkan namanya saja dalam hati. 

Wanita berseragam suster itu pun duduk di sisi ranjang Indah. Dirinya tak bisa menahan diri untuk tersenyum. Ia bahagia jika Indah bahagia, sesederhana itulah persahabatan mereka. Dan kini, ia pun merasakan kebahagian yang ditularkan Indah. Ia senang akhirnya Indah bisa melewati itu semua dengan baik. Tak banyak diluar sana yang mampu melakukannya seperti Indah. 

Menikah dengan Adik iparmu? bukanlah hal yang mudah. Adrian terbilang orang asing bagi Indah. Wanita itu sama sekali tak pernah bertemu dengan pria itu. Bagi wanita diluar sana menikah dengan sosok seperti Adrian merupakan mimpi yang jadi kenyataan. Namun Indah yang dikenalnya tak memiliki sikap seperti itu. Sejak kecil Indah tak pernah mengharapkan hal-hal yang berlebihan. Disaat semua orang yang ada di panti meminta barang-barang bagus disaat malam natal, Indah hanya duduk diatas kasurnya sambil memainkan boneka. Ia hanya mengharapkan matanya masih bsia terbuka saat malam natal usai, hanya itu. 

A Thousand Vows For You ( COMPLETED in CABACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang