Second : The Reason

28.8K 1.2K 10
                                    

Di sebuah kompleks pemakaman, terlihat sosok lelaki yang tengah berdiri di sebuah batu nisan sambil memegang bunga mawar putih disampingnya. Mata coklat terangnya menerawang jauh ketika melihat foto seorang wanita yang terpasang disana.

Rowena Uzbeck

(1965 - 1995)

"Mom.. Apa kabarmu?" Tanyanya pada gundukkan itu. Ia tersenyum tipis mengingat sosok yang tengah melahirkannya kini telah terbaring dalam peristirahatan untuk selamanya.

Adrian pun meletakkan buket bunga itu diatas makam dihadapanya.

"Maafkan aku.. Aku baru mengunjungimu sekarang." Tandasnya. Ia pun berjongkok disamping makam itu dan mengelus permukaan marmer bertuliskan si pemilik makam disana.

"Kau tahu Mom, aku sudah menikah sekarang. Namanya Indah. Dia adalah wanita yang cantik tapi sangat berisik." Ungkapnya tanpa henti mengusap nisan sang pemilik makam.

"Andai saja kau masih disini, mungkin kau akan mengenalnya. Dia memiliki mata yang indah sama sepertimu. Setiap kali melihatnya membuatku teringat kepadamu." Terangnya.

Adrian, lelaki itu terus bercerita mengenai kehidupannya. Sudah 10 tahun lebih ia tak pernah menginjakkan kakinya di pusara sang Ibu yang sudah terbaring kaku disana. Pria itu bangkit dan memandang kembali dengan lembut nisan itu.

"Aku pergi dulu. Suatu saat aku akan membawa istriku kehadapanmu. Aku mencintaimu, Mom." Ucapnya sebelum akhirnya pergi meninggalkan tempat itu.

Jauh di ujung sana, ada sosok wanita kasat mata yang tak terlihat sedang memperhatikannya dari jauh. Wajah wanita itu nampak pucat namun senyuman di wajahnya tak membuatnya kehilangan kecantikannya. Dia terus memandangi punggung Adrian yang sudah menjauh.

"Aku mencintaimu juga, Anakku."

.

.

.

Seorang pria dengan jas putihnya tampak menghentakkan sepatunya pada lantai rumah sakit. Beberapa perawat berlalu lalang memberikan hormat padanya, bahkan ada yang memberikan senyum terbaiknya. Namun pria itu hanya membalasnya dengan senyuman seadanya. Tak ada sikap keramahan disana.

"Adrian!"

Pria berjas putih itu membalikkan tubuhnya ke arah suara. Dilihatnya sosok laki-laki lainnya berpakaian yang sama dengannya sedang melambaikan tangan ke arahnya.

"Yah, Adrian... Harusnya kau tidak perlu masuk kerja. Kau ini kan pengantin baru. Nikmati saja masa romantismu." Ucapnya menggoda.

Mata coklat terang milik Adrian menyipit tak suka. "Kau mau mati ya?"

"Woho.. tenang saja, Bung! Aku masih ingin menikmati gadis-gadisku terlebih dahulu." Balasnya dengan senyum meringis.

"Gadis-Gadis?" Tanya Adrian dengan alisnya yang terangkat sebelah.

Lelaki itu merangkul Adrian sambil berjalan. "Kau tahu, kan seorang Marcus takkan bisa hidup hanya dengan satu orang gadis saja."

Adrian hanya bisa menggeleng melihat tingkah sahabatnya itu. sudah menjadi rahasia umum jika marcus dikenal sebagai seorang Dokter Playboy. Tak heran banyak perawat wanita yang sudah menjadi 'bekas' pasangannya.

"Ada apa dengan wajahmu? Kau terlihat tidak sehat pagi ini. Apakah istrimu itu menyebalkan?"

Adrian menghela napas panjangnya. Mungkin sudah terlihat jelas diwajahnya jika moodnya sedang dalam keadaan level terendah. Mengingat tentang wanita itu membuat rasa kesalnya kembali. Baru terpikir sekarang olehnya kalau pernikahan ini tidaklah semudah pikirannya. Tidak seharusnya ia menggantikan kakaknya dialtar.

A Thousand Vows For You ( COMPLETED in CABACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang