Thirty One : Saingan sudah menyerah?

15.7K 859 17
                                    

Kedua orang wanita itu memilih salah satu restoran cepat saji yang buka dua puluh empat jam. Tak banyak pembeli disana, lantara waktu yang hampir menunjukkan tengah malam. Hanya ada beberapa anak muda, dan tentu saja mereka berdua yang duduk disana. Setelah beberapa menit lamanya, tak terdengar ucapan apapun dari kedua mulut wanita itu. Mereka berdua masih bertahan bersama keheningan yang menyelimuti keduanya.

Sang wanita yang tengah hamil tua begitu menikmati waktunya menyerumpun air mineral dari sedotannya. Ia tak berniat untuk mengambil tindakan memulai percakapan terlebikh dahulu. Memang, sudah seharusnya ia berucap terima kasih karena wanita bernama Anna itu telah menutupi rasa laparnya dengan ayam goreng tepung ini, tapi mengingat apa yang sudah dilakukan kepadanya, Indah menjadi urung diri.

"I-Indah."

Wanita yang terpanggil itu mendongakkan wajahnya. Ia cukup terkejut mendengar suara wanita itu tak optimis seperti biasanya. Anna bukanlah sosok yang ragu dalam berbicara. Hanya dua kali bertemu dengannya, Indah tahu bahwa mantan tunangan Adrian ini memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi. Tak heran jika sang mantan suami masih memiliki rasa pada wanita ini.

"Aku terkejut mendengarmu begitu ragu menyebutkan namaku." Sahut Indah dengan seringaian kecil.

"Nada bicaramu menjadi sangat dingin, Indah. Kau berubah." Anna terkejut mendengar suara Indah yang begitu dingin itu. Tak tampak ekspresi bersambut untuknya. Indah seperti wanita yang telah hilang hatinya. Wanita itu terluka, tapi kemarahan lebih mengerikan terasa.

Indah menerawang. Bila ia sudah berubah dalam waktu sekejab saja, Adrian adalah salah satu yang pantas dicarinya untuk bertanggung jawab. Ia sudah lelah memainkan peran sebagai wanita baik. Tak ada untungnya jika dirinya tetap memainkan peran itu. Menjadi jahat membuat dirinya sedikit lega. Ia harus kuat. Indah tak perlu memperdulikan siapapun kecuali anaknya.

"Kesakitan mengajarkanku untuk lebih kuat." Batinnya.

"Kau pasti mengajakku berbicara bukan untuk mengetahui perubahanku bukan?"

Anna mengaduk kopi panas di gelasnya. Kepahitan terasa naik ke mulutnya saat menyadari betapa salah anggapannya selama ini. Kalau bukan karena mulutnya, mungkin Indah tidak berakhir dalam kondisi seperti ini.

Hamil tanpa suami.

Ia sendiri tak tahu apa yang dipikirkan oleh Adrian saat menceraikan wanita yang telah mengandung anaknya. Anna sendiri terkejut menemukan bahwa kedua pasangan itu sudah berpisah dalam kurun waktu yang sangat lama. Melihat apa yang terjadi pada Indah, ia teringat pada masa dimana dirinya hampir mengalami hal yang sama. Sayang, Tuhan lebih berbaik hati kepada Indah. Membiarkan wanita itu merasakan kehadiran anaknya.

"Aku minta maaf." Ucapnya parau.

Indah hanya bergeming ditempatnya, tanpa ada niatan untuk membalasnya. Meski dalam keadaan menunduk, ia tahu Anna menggunakan perasaannya untuk mengatakan hal itu. Ia pun bisa merasakan sedikit kesedihan yang mencubit hatinya dari wanita itu. Seketika rasa bersalah pun menggerogoti hatinya. Indah sedikit menyesali tindakannya yang begitu dingin pada Anna.

"Aku tahu pasti ucapanku waktu itu semakin memperparah hubunganmu dengan Adrian." Lanjutnya. Anna meremas kedua tangannya yang saling memilin. "Aku tahu, tidak seharusnya aku berbicara seperti itu. Aku tidak tahu jika pada akhirnya kau akan ..."

"Hamil?" Indah membuka suaranya. Ia memotong terlebih dahulu apa yang akan diucapkan Anna.

Wanita itu mengangguk pelan. Wajahnya terlihat lebih tegang saat bertemu pandang dengan Indah.

"Aku tidak tahu bahwa saat itu kau benar-benar hamil."

"Apa yang sebenarnya akan kau bicarakan?"

A Thousand Vows For You ( COMPLETED in CABACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang