Rahasia

9.5K 858 179
                                    

"Sammy," panggil Haba sembari memberikan secangkir kopi panas kepada Samuel, lelaki itu sejak tadi sibuk merapihkan barang-barang ke dalam koper.

"Makasih ya," kata Sam menerimanya, ia tersenyum lalu mengecup kening Haba singkat. Memang bukan kopi terenak yang pernah ia coba, tetapi tetap jadi salah satu minuman terbaik untuk dinikmati. 

"Aku bantu ya?" Haba menawarkan diri setelah mengikuti Sam duduk di bibir kasur. 

Samuel menggeleng, ia menaruh kopi yang baru diminum sedikit lalu menutup kopernya yang sudah rapih. "Udah selesai, sekarang waktunya nyusul Acad yang udah tidur duluan," katanya seraya menoleh pada Rasyad yang sudah pulas sejak beberapa jam yang lalu.

Haba tersenyum lalu mengangguk, pelan-pelan ia membaringkan tubuhnya yang mulai sering merasa lelah, ini karena usia kandungannya yang mulai membesar.

"Kenapa?" tanya Haba menatap Sam yang sejak tadi sudah menatapnya. Lelaki itu memangku kepalanya dengan satu tangan ke arah Haba, membuat Haba tersipu. "Sammy..."

Tangan Sam yang lain perlahan menyentuh perut Haba, mengelusnya dengan sayang. Rutinitas yang tidak pernah Samuel tinggalkan sejak Haba mengandung. "Anak daddy yang masih di perut, baik-baik ya sama umi di rumah. Nanti dijagain abang Acad," kata Samuel berbicara sendiri.

"Kamu bener ngga apa-apa kan, Ba?"

Haba mengangguk. "Sammy benar kan, akan pulang sebelum ia lahir?"

"Insya Allah."

"Insya Allah," Haba mengulang seraya tersenyum.

"Sayang, gimana kalau kamu tinggal di rumah abi dulu? Atau di rumah mamah? Biar ngga sendiri."

Haba menggeleng, ia sejak awal sudah memantapkan diri untuk tinggal di rumah saja sampai Samuel kembali dari Turki. "Nanti seminggu sekali aku menginap, biar ngga bosen di rumah."

Samuel mengangguk, ia tidak mau memaksa Haba, sekaligus menghargai keputusan yang istrinya ambil. "Kalau ada apa-apa, telfon aku, chris, mami, atau siapapun itu orang terdekat kita ya."

"Iya, Sammy." Haba menggenggam tangan Sammy, ikut merasakan kasih sayang yang ia berikan pada anak yang bahkan belum lahir ke dunia ini. Haba berharap kelak ia juga akan jadi anak paling bahagia karena lahir di antara Haba dan Samuel.

"Eh, mau ke mana?" tanya Haba ketika Sam bangun dari tempat tidur.

"Baru juga bangun, belum ditinggal. Udah kangen aja," goda Sam yang membuat Haba cemberut. "Becanda sayang. Mau ngabisin kopi, terus sikat gigi deh."

Haba mengangguk. "Jangan lama-lama ya!"

"Iya," kata Sam mengedipkan satu matanya, membuat Haba menggelengkan kepala.

***

"Sudah ngga ada yang tertinggal?" tanya Haba memastikan lagi.

"Aduh, kelupaan kan!"

"Serius? Apa itu Sam? Kan tadi aku sudah bilang dicek dulu sebelum berangkat. Apa yang ketinggalan? Perlu diambilkan atau gimana?" tanya Haba terlihat khawatir, membuat Samuel tertawa pelan. "Sammy, kok ketawa sih? Apa yang ketinggalan?"

Samuel menggeleng, "Hatiku yang tertinggal, Ba."

Haba menghela nafas dengan kasar, ia memukul dada Samuel pelan. Terlihat kesal karena ia sudah benar-benar khawatir.

"Ehem," suara Anissa memecah suasana. "Ada orang nih di sini."

Peringatan itu lantas membuat Samuel dan Haba tertawa pelan.

Sebening Syahadat 2 : Untaian RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang