Meli's POV
Aku gak sabar makan spaghetti lagi. Berdua sama Dimas lagi! Ah, ya, ternyata Dimas lah yang sering makan spagethy bersama. Sebenarnya, alasan Spaghetti jadi makanan kesukaan aku yaa karena Ridho. Buatan Ridho itu TOP BGT. Buatannya lebih enak daripada spaghetti instan yang Dimas beli itu. Kalau udah makan, beuh! Pingin nambah terus! Tapi sayang, Ridho sekarang lagi PKL, hm...
"Jadi Dimas yang sms kemarin?" tanya Shinta. Aku menoleh dan mengangguk. Shinta manggut-manggut, mungkin dia paham dan tidak menanyakan hubunganku dengan Dimas. Emang kita punya hubungan?
Tett...Tett...Tett...
Yes! Istirahat kedua.
"Baiklah, sampai di sini perjumpaan kita kali ini. Saya akhiri, selamat siang" ucap Bu Hanung, guru TIK. Akhirnya keluar juga Bu Hanung nya :D
Aku gak pernah sesemangat ini. Aku melihat di ambang pintu sudah ada Dimas. Dimas menepati janjinya untuk pergi ke kantin bersamaku. Senyumku pun tersebar kemana-mana. Mengingat pelukan itu aku jadi malu sendiri. Mau seberapa kesalnya aku pada Dimas, tak lama dari itu aku akan mudah memaafkannya dan memulai tindakan gila.
Saatnya aku memasukkan buku-bukuku ke dalam tas.
"Dijemput gebetan, njirr" ledek Eki dan aku tau ledekan itu ditujukan padaku.
Untung selesai. Lalu aku melirik Eki sinis dan mencibir, "Lo iri?"
"Yakali gue iri. Kan ada yayang Shinta... ya, gak Tul?" tanya Eki. Dia mau merangkul Shinta tapi aku langsung menepisnya
"Jauhkan tangan lo dari sahabat gue!" hardikku kesal pada Eki. Goda sih boleh, tapi rangkul mulu kan gue jadi mau... eh?
Eki manyun lalu bergelayut manja dengan Raffy, seperti anak yang mengadu pada ibunya, "Bang Rapi, masa gue gak boleh ngerangkul Shinta" Huek. Menjijikan.
"Apa sih lo, Ki! Godain Shinta mulu" gerutunya. Raffy otomatis langsung pergi dari tempat duduknya dan tinggallah Eki yang duduk manyun kaya bebek. Kami tertawa karena kelakuan Eki.
Apakah Raffy cemburu dengan Eki? Ah, itu hal yang tidak mungkin.
"Udah samperin dulu gebetan lo itu" kata Nanda saat tawanya berhenti sambil mendorongku. Aku menoleh ke arah Dimas, lalu aku cengengesan melihat Dimas yang lelah menunggu. Haha.
"Gue ke kantin dulu ya, bye muah" kataku sambil mencium pipi Nanda dan Shinta secara bergantian.
"Gue gak dicium?" tanya Eki
"Nih cium dari gue" dan Eki mendapat tendangan maut dariku yang mengenai tulang keringnya. Dia mengaduh kesakitan dan mengumpat kata "Sialan!"
Rasakan!
Lalu aku menghampiri Dimas yang sekarang tersenyum padaku.
"Sorry ada sedikit kendala"
Dimas mencibir, "Kendala kendala. Lo gak berubah ya brutalnya" Aku cuma nyengir. Aku menoleh ke samping kanan, oh ternyata Dimas tak sendiri.
Tanpa melepas senyumku aku menyapanya, "Hai Fen-na?"
"Feni" jawabnya, aku manggut-manggut.
"Langsung caw aja yuk?" kata Dimas sambil mengamit tanganku. Aku mengangguk lalu kami berjalan menuju kantin. Lalu tangan Dimas berada di pundakku. Aku tidak risih karena jaman SMP juga aku sama Dimas sering rangkulan begini.
Dimas masih sama, menyebalkan, suka menggoda dan tetap humoris. Dia bercerita panjang saat dia sekolah di Jerman. Menjadi cowok lembek yang gak tau apa-apa eh ujung-ujungnya jadi popular juga karena banyak yang suka sama dia. Ceweknya genit-genit, katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HTS [END]
Novela JuvenilHTS? Menjalin sebuah hubungan tanpa adanya status yang jelas dan tanpa ikatan yang pasti Hubungan dimana gue gak punya hak untuk cemburu --Meliana Merdianti-- [END]