Entah kenapa aku ngerasa chapter ini... enmm begitu haha :D BTW, makasih votementnyaaa ;) I love you
Happy Reading yaa :)
Sebenarnya tidak ada yang salah dari Meli. Dia hanya melepas rindu dengan Ridho. Dimas paham akan hal itu. Tapi... Jika hati sudah berkata, Dimas bisa apa. Dia merasakan sesaknya. Mungkin ini berlebihan, tapi itulah kenyataannya.
Dia tidak mungkin mengganggu Meli saat ini. Maka dari itu, Dimas memutuskan untuk pergi dari rumah Meli dengan alasan yang tidak begitu meyakinkan menurutnya. Mungkin Reza tahu maksud dari alasannya itu.
Kini Dimas berada di depan pintu rumahnya. Dengan lemas dia membuka pintu itu dan masuk dengan langkah gontai.
Saat itu juga, Devi, adik dari Dimas yang sedang menonton TV menoleh ke arahnya. Gadis berumur 11 tahun itu tanpa beranjak dari tempatnya memanggil Dimas yang baru tiba, "Kak, kok lemes banget sih? Gimana sama kak Meli?" tanya Devi. Namun Dimas tidak menyahut membuat Devi bingung.
Dimas tidak menghiraukan panggilan dari adiknya itu. Dia juga tidak berniat menghampiri Devi dan lebih memilih melangkah menuju kamarnya di lantai dua. Dia melangkah tidak ada gairah sama sekali. Lemas.
Devi terkejut ketika Dimas membanting dengan keras pintu kamarnya
"Kak jangan marah-marah!" tak ada respon, "Kak Dimas kenapa sih?" tanya Devi pada dirinya sendiri. Karena tak menemukan jawaban, dia menggaruk kepalanya dan kembali dengan kegiatannya.
Di dalam kamar, Dimas melempar tasnya ke sofa kamar. Lalu dia menjatuhkan dirinya di ranjang. Berbaring di sana. Sambil menghela nafas panjang, Dimas bangkit dari berbaring menjadi duduk.
Dimas mengusap kasar wajahnya. Lalu menghela nafas lagi. Diraihnya ponsel yang berada di saku celana lalu dia mengirim sebuah pesan untuk Meli. Setelah itu dia memijat keningnya yang terasa pusing.
Merasa ponselnya bergetar, Dimas langsung menatap ponselnya. Pesan masuk dari Feni.
Feni
Dims, jangan lupa besok kerja kelompok. Oiya, katanya lo mau masuk OSIS, bener?
Ya, niat awal memang ingin mendaftar OSIS, namun mengingat ketua OSIS songong itu, Dimas mengurungkan niatnya. Lebih baik dia ikut Musikalisasi puisi.
P.S.
Ya gue gak lupa. Dan, gue gak berniat masuk OSIS. Don't ask my reason. Jangan bales, please.
Setelah membalas pesan Feni, dia menon-aktifkan ponselnya dan meletakkannya di meja nakas. Dimas membaringkan badannya dengan tangan kanannya sebagai bantal. Dia menatap langit-langit kamarnya. Untuk kesekian kalinya, Dimas menghela nafas. Bayangan Meli yang berpelukan dengan Ridho benar-benar membuatnya sesak.
"Please, jangan muncul. Gue mau istirahat sejenak"
Entah kapan keputusan itu datang. Yang pasti rencana dia akan berakhir tepat pada hari itu. Hari spesial. Dan dia tidak akan menjadi pengecut seperti sekarang. Dia akan mulai bersaing. Tapi tidak sekarang, dia akan menunggu saat hari itu tiba.
~~~
Meli dan Ridho sedari tadi menghabiskan waktu mereka dengan mengobrol sambil memakan camilan yang Ridho bawa ditambah kentang goreng yang dibuat Ridho. Meli menikmatinya.
Di sela obrolan mereka, terkadang Ridho bernyanyi untuk Meli membuat Meli tersanjung. Namun beda persepsi dengan Ridho.
Ridho mengerucutkan bibirnya kala Meli tertawa mendengar ceritanya di Padang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HTS [END]
Ficțiune adolescențiHTS? Menjalin sebuah hubungan tanpa adanya status yang jelas dan tanpa ikatan yang pasti Hubungan dimana gue gak punya hak untuk cemburu --Meliana Merdianti-- [END]