Sebelas

8.7K 461 5
                                    


Tania melihat Xavier dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Sementara Xavier hanya melihat sinis ke luar sangkar kincir angin. Matanya melihat kesal keluar sangkar kincir angin.

"Xav" panggil Tania. Namun Xavier tidak memerdulikan panggilan Tania. Xavier Tidak bergeming.

"Xavier" panggil Tania lagi. Xavier melirik sekilas ke arah Tania lalu kembali melihat ke luar. 

"Argh come on xav"Ucap Tania mulai tidak sabar. Xavier akhirnya melihat Tania.

"Xav, gue tau elo kesel. Gue tau elo marah. Tapi gue mohon kali ini aja, atau selama kita jalanin misi kita aja. Lo harus sabar menghadapi tingkahnya Panji" Tania memohon pada Xavier yang kembali  tidak mau melihat mata Tania.

"Xav liat mata gue" perintah Tania. Xavier melihat malas ke arah mata Tania.

"Kalo orang ngomomg itu di perhatiin," ceramah Tania. Xavier menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.

"Iya gue harus sabar hadepin si Panji itu. Karena gue kan manusia" Xavier tersenyum meremehkan.

" Xav please. Jangan bahas itu di depan Panji." Tania memohon sambil memegang tangan Xavier.

" Terserah elo deh. Gue ikutin elo aja" Xavier berbicara sambil melipat tangannya di depan dada. Tania tersenyum, tak lama Tania tersadar bahwa kincir angin dari tadi tidak berputar, sehingga mereka tetap berada di ketinggian paling atas.

"Aduh xav. Ini kok gak turun-turun ya kincir anginnya" Tania panik, Tania berusaha agar tidak melihat ke bawah. Tania memejamkan matanya, lalu kemudian membukanya kembali. 

"Gatau gue. Kan tadi yang buat kesepakatan si Panji." Xavier melihat ke bawah. Terlihat ternyata hanya mereka berdua saja yang naik ke kincir angin itu.

"Aduh gimana dong Xav" Tanpa sadar Tania mendekatkan dirinya ke Xavier. Tania memegang sangkar kincir angin dengan erat, Nafasnya menjadi sesak.

"Duh gimana ya" Xavier ikutan panik melihat Tania yang mulai ketakutan. Xavier tidak mau tiba-tiba Tania pingsan, itu sangat merepotkan untuk membopongnya ke luar dari sangkar kincir angin.

"Telepon. Mana telepon elo?" Tanya Tania. Xavier mencari-cari tas nya, Namun tasnya tidak ia temukan sama sekali di dalam sangkar kincir angin.

"Sial. Ternyata tas gue di tinggal di bawah sana sama si Panji" Xavier melihat kebawah dan melihat tas miliknya yang seharga satu juta itu tergeletak tidak berdaya, dan dia melihat tasnya sudah ternodai oleh kucing yang tidur di atas tas mahalnya itu. Rasanya Xavier ingin turjun ke bawah sekarang juga, Namun pikiran Xavier masih waras. Ia tidak ingin tiba-tiba nama dirinya masuk ke dalam koran esok pagi

"Xav gue takut" ucap Tania bergetar. Lamunan Xavier di kaget kan oleh ucapan Tania, Xavier baru ingat mereka masih di atas kincir angin. Xavier kembali panik dan mencari celah untuk meminta tolong ke bawah.

"Hape elo dimana?" Tanya Xavier.

"Ini, mati dari tadi sore" Tania menunjukan handphonenya dengan tangan bergetar.

"Argh sial. Kemana sih tu anak" Xavier kesal.

"Mas..Mas.." Teriak Xavier sia-sia dari atas kincir angin.

"Xav.. hiks" Tania menangis. Xavier memeluk Tania berusaha menenangkan diri Tania yang sangat ketakutan.

"Tenang Tan. Ada gue" ucap Xavier lembut. Berusaha menenangkan Tania.

"Sampe kapan kita ada di sini Xav" Tania sesegukan. Xavier mengusap air mata Tania.

"Kata adek gue. Kalo dia takut dia selalu nyanyi. Biar takutnya bisa hilang" Ujar Xavier Lembut.

Sixth Sense (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang