Chapter 9: His Feelings

97 7 0
                                    

*Aaron Abimana Aldric's POV*

"Awas ah kaki lo, Di. Bau tai kotok!"

"Loy, mana keripiknya lagi?!"

"ANJINGGGG CANDY CRUSH GUE KALAH LAGI!!!!!"

"Am withot yor kisis al bi nidid stichis, yeeee whoo!"

"ADIII BERISIK MONYET!"

Kalau kalian bingung itu apaan, itu adalah situasi ruang tamu rumah gue sekarang.

Kalau kalian bingung itu apaan, itu adalah situasi ruang tamu rumah gue sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See? Berisik, berantakan, dan tak beraturan.

Teman-teman gue—lebih mengacu pada Adi sebenarnya—memutuskan untuk ngumpul di home sweet home gue ini dan menjadikannya sebuah tempat yang sangat amat tidak enak untuk dipandang.

Untung bonyok lagi keluar kota.

Andddddddd, in case you're wondering, gue udah LINE Aes!

Meskipun hanya satu kata yaitu, "Hai" doang,

Tapi itu sebuah kemajuan!

Sebuah teriakan meleburkan lamunan gue, "ABILOY! Ini daritadi handphone lo geter-geter ga jelas!"

Ah, sialan si Ibnu.

Gue berjala gontai kearahnya dan mengambil handphone gue dari tangan Ibnu,

Gue melihat nama yang tertera dilayar,

Gue melihat nama yang tertera dilayar,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aerin Goldieral?

Oh, Aes.

Eh, Aes?

Wait, WHAT!?

Aes!?!?

Melihat nama Aes disitu, hati gue menjadi berdebar ngga jelas.

Ada angin apa si Aes nelfon gue?!?!?!!?!?

Oh, gue harus nerima telfon ini ditempat yang agak sunyi daripada disini,

Gue pun pergi ke lantai atas rumah gue dan mencari tempat pw untuk duduk.

Lalu, gue menerima panggilan telfon itu dengan agak gugup, "halo?"

Silent, ngga ada suara.

Gue coba ngomong halo lagi, deh.

"Halo?"

Silent lagi. Ini si Aes yang nelfon gue atau hantu dari Tanah Kusir, sih!?

Okay, gue coba sekali lagi,

"Halo? Kalo ngga ada yang mau ngomong, gue matiin nih ya. Sayang-sayangin pulsa lo kesedot mendingan buat gue beli kuota,"

MASIH SILENT, okay saat ini gue yakin si Aes nelfon gue hanya karen ketidak-sengajaan.

"Alright, bye,"

"EH! TUNGGU!"

Nah, baru keluar si Aesnya.

Finally.

"Akhirnya ada suaranya juga,"

Bisa gue dengar Aes tertawa kecil dari seberang sana, "Hehe, maaf. Gue abis dari toilet. Abisnya lo gue telfonin ngga diangkat-angkat jadinya gue tinggal deh. Gue pikir diangkatnya bakal lama."

What? Aes nelfon gue berkali-kali!?

"Oh, maaf ya. Dirumah gue lagi ada geng Dombret, gue jadinya ga ngeh kalo ada telfon. Lo ada perlu apa nelfon gue sampe berkali-kali gitu?"

Lagi-lagi, gue mendengar ketawaan kecil dari seberang sana, "Haha, geng Dombret. Iya-iya no prob. Gue punya sesuatu yang penting nih buat diomongin sama lo. Lo lagi ga sibuk, kan?"

Wah, jangan-jangan Aes mau nembak gue!?

Deh, apaan sih pikiran gue.

"Ng-ngga, kok. Mau ngomong apa?"

"Jadi gini... kemarin pas gue lagi makan malam sama keluarga gue dirumah, Bunda nanyain lo kabarnya gimana," BUNDA NANYAIN GUE!? "Terus, um, Kenin nanyain Abi aka lo itu siapa,"

Kenin?

"Kenin itu sapa, Es?"

Gue bisa mendengar Aes menarik nafasnya, "Hft, dia itu laki-laki cinta bertepuk sebelah tangan gue pas dulu di Bandung. Hati gue benar-benar sakit saat itu, Bi. Lalu gue pindah ke Jakarta, I moved on and continued my life. Tapi, 2 hari yang lalu, Kenin tiba-tiba ada di Jakarta dan bilang kalau dia akan pindah ke Jakarta dan tinggal disini selama Ayah dan Bundanya nyariin dia sebuah tempat untuk tinggal sendiri. A place for himself, dan yah, kelanjutannya pasti lo tau. Gue jadi terjebak dalam nostalgia kayak lagunya Raisa gitu dan gue benci banget sama dia,"

Gue hanya mendengarkan Aes dan satu hal yang ada dipikiran gue sekarang ialah:

Kenin is a freaking asshole.

"Terus terus?"

"Yaudah, si Kenin nanyain lo itu siapa dan tiba-tiba... Abang gue bilang kalo lo itu pacar gue dan I swear, Bi, entah kenapa saat gue ditanyakan benar atau ngganya hal itu, gue bilang iya,"

Tunggu-tunggu,

AES BILANG KE KELUARGANYA DIA KALAU GUE ITU PACARNYA DIA!?!?!?!?

OMG! My feelings!

"Se-seriously, Es? Lo bilang gue itu pacar lo?!"

Suara Aes mulai terdengar panik, "Iya, Bi. Gue minta maaf, ya ampun. It was such a coincedence, Bi! Dan tadi Kenin baru aja gedor-gedor pintu kamar gue dan gue ribut sama dia."

Dan gue pun mulai mendengar pintu diketok-ketok dari seberang sana dan Aes terdengar menjadi lebih panik dari sebelumnya, "Please, Bi, jadi pacar bohongan gue ya? Ngga mungkin, kan, gue ngomong sama keluarga gue kalo itu hanya kebetulan aja gue ngomong iya? Pasti mereka mikirnya gue itu berbohong dan emang sebenernya gue berbohong—dalam hal mengatakan lo pacar gue—. Please, Bi, help me?" Aes mulai memohon pada gue dan guess what, guys,

Sedingin apapun hati gue, gue ngga tega disaat seorang perempuan yang gue suka itu memohon sama gue.

Ugh, dan lagipula dengan senang hati gue akan membantu Aes!

Tanpa disuruh juga, gue mau.

"Um—um, yes, sure. Gue akan ngebantu lo, Es."

"WHOPPPP! Yes! Makasih, Bi. Thank you so much! Um, Bi, I need to go. Nanti gue LINE lo, okay? See ya! Makasih, Abimanaaaa!!!"

Dan sambungan pun langsung terputus tanpa gue sempat mengucapkan kata Bye ke Aes.

Ah, whatever.

Yang penting gue baru aja telfonan sama Aes dan gue jadi pacarnya sekarang!!

Well,

that was one of my best phone call in my life!

***

I'm back with da new chapter!

Banyak-banyak dong yang baca dan like biar gue makin semangat updatenya, hehe.

Btw, hari ini ultah mama gue *no one asks**ooookay bye*

Okay, thank you so much for reading and VOMMENTS!!!

Feb' 5th 2016.

Running LowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang