¤¤¤
Semuanya hanya lelucon dan pasti ditertawakan orang lain yang mendengarnya.
Bahkan aku sendiri bisa tertawa sumbang sebagai respon dari raungan singa jantan yang gagah, padahal tak' ada yang lucu dari raungan yang menusuk telinga tersebut.
¤¤¤
"Apa!!?.. kamu pikir aku pelacur murahan yang sering kamu beli! Brengsek!"
Tiba-tiba mobil yang dikendarai Nael menepi disisi jalan dan berhenti mendadak, membuat kepala Nayrin terbentur karena tidak memakai sabuk pengaman.
"Emangnya siapa yang bilang kalau kau itu seorang pelacur, atau jangan-jangan kau lebih suka kemaluan pria tadi?"
Plakkk
"Jaga mulut kamu Nael! Kamu seharusnya malu dengan apa yang kamu ucapkan. Sadar Nael, sadar.. aku adalah ADIK kamu, mana bisa kamu meminta aku untuk...untuk.." Nayrin tidak dapat melanjutkan perkataannya karena merasakan sesuatu yang menetes dari kepalanya. Bahkan Nael belum pulih dari tamparan yang Nayrin berikan.
"Apa yang kau lakukan? Heh! Kau wanita sialan berani menamparku!" Nael sangat marah saat Nayrin mengatakannya brengsek, kini ia tidak hanya marah tapi murka dengan Nayrin yang berani menamparnya.
Saat Nael hendak membalas tamparan Nayrin ia berhenti dan mematung saat melihat Nayrin yang memegang kepalanya dan terlihatlah darah segar ditangannya.
"Apa yang terjadi?" Tanya Nael dengan nada yang terdengar kuatir.
"Da..da..darah" bisik Nayrin yang masih bisa terdengar oleh Nael. Setelah itu Nayrin langsung kehilangan kesadarannya.
"Sial!"
¤¤¤
Nay POV
Sakit di kepala tidak seberapa dengan ketakutan yang aku rasakan saat melihat darah keluar dari kepalaku. Yah, dari kejadian 8 tahun yang lalu aku sudah sangat trauma dengan darah. Setiap kulihat darah, aku akan terseret ke kejadian itu dan membuatku tidak sanggup untuk bernapas. Kata dokter trauma yang aku miliki bisa hilang jika sering melihat darah, oleh karena itu aku selalu sebisa mungkin menonton film yang banyak mengandung unsur saling membunuh sehingga aku bisa terbiasa melihat darah. Tapi nyatanya itu semua hanya di film dan ketika dihadapkan dengan darah yang sebenarnya aku pasti pingsan, seperti saat ini.
"Ughh..." lenguhku. Saat aku membuka mata, aku tahu saat ini sedang berada di Rumah Sakit dengan bau obat yang dominan dan ruangan putih bersih.
Saat kuedarkan pandanganku untuk melihat sekitar ruangan, saat itu juga pintu kamar inap terbuka dan munculah mama dengan wajah khawatirnya diikuti papa dibelakang sambil menenteng kantong plastik yang entah apa isinya.
"Oh sayang, apa yang terjadi?" Tanya mama dengan nada cemas, terlihat papa menaruh kantong plastik tadi ke nakas di samping ranjang.
"Aku tidak apa-apa ma, hanya trauma yang masih belum hilang" jawabku dengan suara agak serak.
"Bukan soal traumanya, tapi soal kepala kamu yang diperban. Kenapa kepala kamu bisa sampai berdarah Nay?" Mama selalu bisa memutar balikan kata-kataku.
"Ini hanya,"--sambil memegang kepala-- "terbentur sedikit ma."
"Mana ada terbentur sedikit sampai berdarah, yang ada itu paling hanya lebam atau kebiruan." Mama tidak mau kalah.
"Terbentur dimana kamu?" Sekarang giliran papa dengan suara basnya yang khawatir tapi wajah tetap datar.
"Aku terbentur di..." belum sempat selesai bicara, terdengar pintu kamar mandi terbuka dan munculah kak Nael dengan wajah yang mengantuk dan kecapekan. Itu semua tak luput dari pengamatan papa dan mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Time's
Romantizm"Kamu ingin aku menyayangimu seperti adikku yang lain?" Keinginan untuk disayangi oleh sang kakak membuatnya mengambil jalan yang salah dan tidak menyadari akan permainan sang kakak yang ingin menghancurkan hidupnya. "Kalau aku ingin kau melayaniku...