Siang itu, mentari bersembunyi dibalik kumpulan awan hitam. Petrichor pun mulai menusuk indra penciuman. Tanda sebentar lagi akan hujan.
Meski cuaca sedang mendung, kedua pasangan ini tetap berada ditaman tanpa ingin beranjak sedikit pun. Sang gadis duduk diayunan dan dibelakangnya sang laki-laki mendorong hingga membuat gadis itu melayang ke udara. Tercetak jelas wajah ceria pada kedua pasangan itu.
"Aliiiiiiii! Lebih tinggi lagiiii" seru Prilly disertai senyuman lebarnya. Sang empunya nama hanya tersenyum dan mendorong ayunannya sedikit lebih kuat.
"Ahh, Ali. Kurang tinggi. Lebih tinggi dong," rengek Prilly.
"Jangan tinggi-tinggi, bahaya. Nanti kamu bisa jatuh," sahut Ali. Prilly bersikukuh untuk tetap didorong lebih tinggi.
"Hei, jangan ngambek gitu dong. Kalau tinggi-tinggi nanti kamu jatuh. Emangnya kamu mau lihat aku sedih hm?" Ujar Ali. Prilly yang tadinya kesal, akhirnya luluh mendengar penjelasan Ali. Kemudian ia berdiri dan menghampiri Ali. Lalu memeluk badan tegap pria itu.
"Maaf ya Li." Ali membalas pelukannya dan mengusap rambut Prilly dengan sayang.
"Iya gapapa. Yaudah yuk, kita pulang," ajak Ali lalu melepaskan pelukannya.
"Nggak ah. Udah gerimis juga. Mending kita main hujan-hujanan aja disini," sahut Prilly disertai cengiran. Ali mencubit hidung Prilly gemas.
"Nggak. Nanti kita sakit," balas Ali. Prilly mengerucutkan bibirnya.
"Ih kan sakitnya berdua ini kok. Udah ya gapapa. Sekaliiii ajaa." Pinta Prilly. Ali menghela napas kemudian mengangguk pasrah. Tak tega menolak permintaan gadisnya itu.
"Yeayyy!"
"Tapi nanti pas pulang langsung mandi sama makan ya. Kalo nggak bakalan sakit." Pesan Ali. Prilly mengacungkan kedua ibu jarinya menandakan ia akan melakukan perintah.
Dan mereka berdua pun berlarian ditaman seperti anak kecil. Orang-orang yang sedang meneduh tak jauh dari tempat itu memandang kedua pasangan itu dengan berbagai tatapan. Iri, gemas, geli, dan sebagainya. Tapi Ali dan Prilly tak peduli dengan tatapan orang-orang.
Bersikap seperti anak kecil itu menyenangkan. Tidak ada beban yang menghantui pikiran karena dunianya hanyalah bermain.
***
Dari dalam mobil yang tak jauh dari taman, terdapat seorang gadis yang sudah memegang stir kemudi dengan sangat kuat hingga buku tangannya memutih. Menahan sakit yang ia rasakan. Gadis itu melihat semua kebahagiaan yang dirasakan Ali dan Prilly.
"Kalian bersenang-senang disana, sedangkan gue disini ngerasain SAKIT ngeliat lo berdua bahagia," Perlahan tapi pasti air mata mulai membanjiri pipi gadis itu dengan derasnya.
"Lo liat aja Prill. Gue gak akan pernah biarin lo bahagia sama Ali. Okay, untuk saat ini lo bahagia. Tapi bahagia lo itu cuma sebentar biar lo senang. Ali akan bahagia sama gue, Prill."
Kemudian mobil itu pergi meninggalkan taman bersamaan kesedihan seseorang.
***
"Li, Ghina udah lama gak pernah keliatan. Dia kemana?" Tanya Prilly sembari menyuap ice cream ke dalam mulutnya.
"Gak tau. Aku juga jarang ketemu dia sekarang," jawab Ali. Prilly hanya membulatkan mulutnya sebentar dan kembali menyuap ice cream.
"Kenapa tiba-tiba nanyain Ghina?" Kini giliran Ali yang bertanya. Alisnya sudah bertautan entah sejak kapan.
"Gapapa, cuma nanya aja. Emangnya gak boleh?" Prilly memeletkan lidahnya pada Ali.
"Boleh aja sih, tapi ya tumben aja kamu nanya kaya gitu." Prilly menatap Ali singkat dan kembali melanjutkan memakan ice creamnya.
Ali kembali memperhatikan Prilly. Gadis itu sangat lucu jika sedang memakan ice cream. Bagaimana tidak? Sisa-sisa ice cream menempel di ujung bibirnya dan membuat Ali mengulum senyum.
"Makannya kaya anak kecil banget sih. Belepotan gitu," ujar Ali sambil membersihkan sisa ice cream di ujung bibir Prilly dengan ibu jarinya. Prilly merasakan degup jantungnya bergerak sangat cepat dan memicu semburat merah untuk muncul di kedua pipi chubbynya.
"Habis ini kita mau kemana lagi?" Tanya Ali. Untunglah Ali kembali membuka topik sehingga memecah keheningan diantara mereka berdua.
"Hmm... kemana ya? Pulang aja kali ya? Udah capek juga sih," jawab Prilly sekenanya. Ya, seharian sudah ia bersama dengan Ali. Menghabiskan waktu bersama orang yang dicintai dengan melakukan berbagai kegiatan sangat menyenangkan bukan?
"Yaudah kalo gitu."
Ali mengusap lembut buku tangan Prilly yang sedang berada digenggamannya. Entah mengapa ia takut jika gadisnya itu menjauh darinya.
"Kamu gak usah takut, aku bakalan selalu ada disamping kamu."
***
Keesokan harinya, Prilly terpaksa tidak kuliah karena sejak pulang ke rumah ia langsung terkena demam yang sangat tinggi. Bahkan sampai pagi ini pun demamnya tak kunjung turun.
"Kita ke dokter aja ya. Dari semalem demamnya gak turun-turun," ujar Ully. Prilly menggeleng lemah.
"Disini aja, Ma. Illy cuma demam biasa kok. Nanti juga turun," ujar Prilly meyakinkan. Namun perasaan seorang Ibu tentu saja sangat khawatir meskipun anaknya berkata ia baik-baik saja.
"Ya sudah, ini Mama bawain sarapan buat kamu. Biar Mama yang suapin aja ya." Ully menaruh nampan yang berisi semangkuk bubur serta obat-obat diatas nakas. Kemudian ia mengambil bubur dan menyuapi Prilly.
"Ali udah tau kalo kamu sakit?" tanya Ully selesai menyuapi Prilly.
"Udah. Tadi pagi sebelum dia berangkat kuliah, dia kesini dulu," jawab Prilly. Ully memberikan Prilly segelas air beserta obat ditangannya. Prilly mengambil gelas dan obat-obatnya dari tangan sang Mama lalu meminumnya
"Kalau besok demamnya gak turun kita ke dokter ya." Prilly mengangguk patuh. Setelah itu, Ully mencium kening Prilly dan berjalan keluar dari kamar membiarkan Prilly beristirahat.
Prilly menyandarkan punggungnya dan menatap langit kamarnya. Entah mengapa sekarang ia lebih senang melamunkan sesuatu. Lama-kelamaan pusing menyergapi kepalanya dan ia pun memutuskan untuk memejamkan matanya.
***
Pagi ini Ali ada beberapa mata kuliah yang membuatnya harus berada di kampus. Suasananya pun cukup ramai karena banyak mahasiswa maupun mahasiswi yang mempunyai kelas pagi.
Dari kejauhan, terlihat seorang gadis yang sedang berjalan menghampiri Ali. Siapa lagi kalau bukan Ghina.
"Hari ini ada kelas pagi?" Tanya Ghina begitu dirinya duduk disamping Ali.
"Iya nih. Pagi ini gue ada kuis juga. Eh kita hari ini sekelas kan? Duduknya deketan lah. Kangen gue sama lo haha" ujar Ali. Ucapan seperti itu saja mampu membuat jantung Ghina marathon.
"Halah, paling juga lo kangen ngusilin gue doang," ujar Ghina untuk menutup saltingnya. Ali nyengir gak jelas sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Yeuu... Nyebelin lo." Ghina menoyor pelan kepala Ali namun mampu membuat Ali meringis.
"Gila! Cewek macem apa lu? Toyoran lu sakit banget gila! Kalo lo kerjaannya noyor gini mana ada yang mau sama lo?" Ujar Ali sembari mengelus kepalanya yang menjadi korban toyoran Ghina.
"Eh gini gini gue punya banyak fans kali. Emang cuma lo doang? Gak update sih lo," ujar Ghina sombong. Ali mencubit pipi Ghina gemas.
"Mana ada orang yang mau ngefans sama lo? Lo aja galak kaya gini. Sok sokan punya fans lagi," ujar Ali setelah melepas cubitannya. China mengembungkan kedua pipinya Dan segera meninggalkan Ali. Ali pun langsung mengejar Ghina dan merangkul sahabatnya itu.
"Dih ngambek,"
"Bodo amat ya Li,"
"Udah gak usah ngambek. Nanti gue traktir Starbucks deh,"
"Starbuck?! Ok, Li."
***
MAAPIN YA TADI WATTPADNYA ERROR EW.
NEXT CHAPTER DI PRIVATE WLE :P
All the love,
Mita
YOU ARE READING
This is Cinta
FanfictionCinta ? Apa itu cinta? Aliando Syarief, laki-laki tampan, ramah terhadap orang-orang, serta laki-laki terpopuler dikampusnya ini tidak pernah berpacaran. Para perempuan diluar sana banyak sekali yang ingin menjadi kekasihnya. Ali menghiraukannya da...