Dinda dengarkan, ada sebuah kisah tentang penyair tua.
Sini, duduklah jangan malu.
biar saya bacakan sebuah kisah.
biar kamu tahu bagaimana penyair menyiram puisi di toiletnya atau sekedar duduk di toilet berjam-jam untuk menulis sebuah puisi.Halaman pertama.
Tak seorang pun tahu sebenarnya makna tulis corat-coret para penyair, kecuali yang tahu dirinya sendiri.Apalagi bila ditanya apa arti puisi?
Mereka pasti menjawab sedemikian rupa. Menyusun essay kecil demi menggambarkan betapa rumitnya arti puisi.
Pasti sesuai atas cara mereka menyusui karya-karyanya dengan teori atau paling tidak, sesuai dengan inspirasi yang masuk saat duduk-duduk tenang di toilet.Ada yang bilang puisi adalah kata-kata ruwet dengan panjang hampir setara satu halaman pengalaman.
Itu menurut penyair pemberdaya pengalaman.
Ada yang bilang tulisan yang membuat hati tergugah.
Itu menurut penyair romantis.
Ada yang bilang tulisan dimana makna tak terlalu penting, yang penting enak untuk dibaca.
Itu untuk penyair kontroversial.
Adapula yang bilang puisi adalah aku. Itu bagi penganut faham realis.Melamun lagi.
Sebenarnya saya suka realis, karna puisi adalah dekat dan tak perlu terlalu banyak diberi kata yang "wah"
cukup ending yang memberi warna cerah
Atau tidak makna nya tersampaikan
walaupun sedikit.Dinda, kau pilih arti yang mana?
Apa bisa arti puisi menurutmu adalah aku?
Jika iya, gelengkan kepalamu. sedikit saja.
Jika tidak, saya lanjutkan lagi bacanya.Dinda, coba dengarkan ini.
Kata dosen puisi.
Puisi ibaratnya labirin, harus mencari sejauhmana dia menyesatkanmu dengan kata. tapi saya belum tahu maknanya.Ada lagi yang bilang
Puisi ibarat lebah yang bergerombol, mencari sesuatu yang manis untuk di hisap.
Ada lagi yang bilang puisi ibarat senyum.
Adapula yang bilang puisi ibarat aku.Mau sebanyak apapun pengibaratan, jikalau daya imaji kita tak sepadan ya mana bisa. Tapi banyak yang suka baca puisi. Imaji pun tak harus tinggi menurutku.
Dinda, menurutmu ibarat mana yang lebih di mengerti? Apa puisi ibarat aku?
Jika iya, kedipkan matamu.
Ya jika tidak lagi, aku lanjutkan membaca.Dinda dengarkan!
akhir dongeng nya begini.
Andai puisi hidup, dia akan berbicara banyak mengapa ia diperdebatkan. Dan sebelum dia mendapat jawaban
dia akan bersedih.
Kesedihan terbesar yang puisi rasa adalah hidup yang tergantung.
Tergantung
Penyair muda atau tua.
Jika muda, puisi menggebu-gebu.
Jika tua, sudah tau puisi akan hidup beberapa jam saja
Tak akan hidup lama.
Akan berpisah dengan penciptanya.
Tapi yang jadi bahagia adalah kesempatan.
Puisi, waktu dan penyair tak pernah berteman seakrab itu. Tulis penyair tua yang duduk di toilet itu.
Jika puisi bisa memberi hadiah dalam persahabatan nya
Mungkin dia akan berikan sebuah jam dinding
Agar waktu tau, kapan dia harus berdenting.
Atau tidak, puisi tau apa yang memang penyair tua mau. Akhirnya mereka bersama di dalam celana.
Dan beberapa tak tau, karna disiram kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Puisi : Analogi Klasik Kehidupan Modern
PoetryUngkapan-ungkapan nyeleneh dari jiwa yang aneh. Hukum alam sedang membuat cucu-cucu kita semakin tidak faham akan dunia. -Habib