7

4.7K 344 12
                                    

Viona Pov

"Pagi Vio. Kita berangkat sekarang?" Ucap pemilik motor.

"Pagi Vi. Ayo berangkat sama gue?" Ucap pemilik mobil.

"Lo ngapain ke sini Fan?" Tanyaku

"Ya jemput lo lah, Vi." Jawabnya sambil melipatkan kedua tangannya.

"Kan gue nggak minta jemput."

"Enggak boleh ya gue jemput lo?"

Kalo gini caranya gue jadi bingung.

"Vio kan Kak Revan bilang ke kamu kalo yang antar-jemput kamu ke sekolah Kak Revan." Ucap Kak Revan sambil melirik Fano.

"Perasaan kemaren Viona nggak ada yang jemput." Sambung Fano.

"Kemaren gue ada kegiatan. Gue juga udah kasih tau Viona kalo gue nggak bisa jemput."

Setelah itu mereka makin berdebat, volume suara mereka juga makin terdengar keras.

"UDAH! Gue berangkat sendiri!" Seruku menghentikan perdebatan mereka.

"Loh kok gitu sih, Vi? Gue udah berangkat pagi biar gue bisa berangkat bareng sama lo." Kata Fano.

"Gue mau berangkat naik sepeda." Ucapku.

Aku kembali memasuki rumahku, untuk mengambil sepeda yang berada di garasi.

Tiba-tiba Fano berada di sampingku.

"Kita berangkat bareng ya. Naik sepeda nggak apa kok."

"Mobil lo?"

"Gue ambil waktu pulang nanti." Aku hanya mengangguk.

Fano mengeluarkan sepedaku. Dan menuntunnya sampai ke depan.

Kak Revan masih diam sambil berdiri. Aku jadi merasa bersalah.

"Aku berangkat duluan ya, Kak." Kak Revan hanya mengangguk dan menatapku datar.

"Ayo Vi. Naik,"

Aku segera naik pada sepedaku. Dengan Fano yang menggayuh sepeda.

Fano masih menggayuh sepeda dengan cepat. Aku melirik jam tanganku yang sudah menunjukan pukul 06.52 am. Delapan menit lagi pintu gerbang sekolah akan di tutup.

5 menit kemudian.

Aku dan Fano tiba di sekolah tepat sebelum pintu gerbang di tutup.

Aku turun dari sepeda, dengan melihat Fano yang meletakkan Sepeda milikku dengan benar.

"Gue jadi inget waktu kita berantem karena berebut parkiran." Kata Fano tiba-tiba.

"Tepatnya lo yang rebut parkiran gue. Dan jangan lupa soal merusak sepeda gue."

"Eh? Iya ya?" Fano justru tertawa kecil.

Tiba-tiba aku melihat Fano yang berkeringat. Sesekali dia mengusap keringat itu.

Aku mengambil tissue dari saku. Lalu memberikannya ke Fano.

"Makasih." Ucapnya

"Gue yang harusnya bilang makasih. Lo udah repot boncengin gue, sampe lo keringetan gitu."

Kenapa gue bisa bilang kayak gitu?

"Lo perhatian juga ya." kan bener pasti ngiranya gitu.

"Gue duluan." Ucapku mengalihkan topik.

Aku berjalan duluan melewati koridor yang sudah terlihat sepi. Tentu, karena bel sekolah sudah berbunyi. Aku melangkah lebih cepat untuk menuju kelasku.

SuddenlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang